Beberapa hari ini masyarakat Indonesia dibuat geram atas pernyataan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui Sekretaris Dirjen Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi perihal pendidikan tinggi sebagai kebutuhan tersier. Mengutip dari Kompas.TV Kemendikbudristek alasan kenaikan UKT Perguruan Tinggi karena pada saat ini pemerintah hanya menetapkan wajib belajar 12 Tahun dari SD sampai SMA, sehingga Dana Pendidikan seperti Bantuan Operasional lebih banyak difokuskan pada Sekolah dasar hingga Menengah. Sedangkan Biaya Operasional untuk Perguruan Tinggi Negeri masih belum dapat di cover oleh pemerintah secara penuh.
Saya kemudian memahami bahwa mungkin kita harus memberikan sedikit waktu lagi bagi Kementerian ini untuk membangun SDM Indonesia. Akan tetapi kemudian saya menyadari ada yang salah dari pembelaan diri kemendikbudristek tentang biaya operasional sekolah dan wajib belajar 12 Tahun. Jika benar bahwa Kemendikbud lebih memprioritaskan operasional sekolah, mengapa masih ada pungutan biaya semisal uang pendaftaran, uang pembangunan, seragam lapangan (untuk SMK) dan SPP per bulan atau apapun nama iurannya yang dikenakan kepada peserta didik?
Jangan pula kemendikbudristek mengatakan “oh… itu untuk menutupi gaji guru-guru honorer.” Karena berbicara tentang operasional secara otomatis dia berbicara tentang fasilitas pendidikan dan tenaga pendidik. Sehingga alasan ini tidak begitu masuk akal. Kemendikbudristek justru terlihat berusaha “meloloskan diri” menggunakan bukti kegagalan dalam manajemen dunia pendidikan Indonesia.
Kemudian perihal pernyataan bahwa pendidikan tinggi merupakan pilihan bagi mereka yang ingin mengembangkan diri, secara tak langsung mengatakan bahwa pemerintah tak peduli pada pengembangan diri masyarakat serta secara tak langsung ingin mengesankan bahwa kemendikbudristek hanya ingin membentuk angkatan-angkatan pekerja tanpa pengetahuan akan sistem di belakang meja, yang mana ilmu tersebut biasanya di dapatkan di perguruan tinggi. Misalnya jika kita mengatakan kuliah itu tidak penting, cukup bisa menghasilkan uang saja sudah cukup, tetapi kita lupa bahwa orang-orang yang mengatur kebijakan ekonomi, peredaran uang dan sebagainya adalah lulusan Perguruan Tinggi.
Jika pendidikan tinggi adalah kebutuhan tersier maka pemerintah harus menghapuskan persyaratan batas minimal pendidikan Sarjana pada sistem kualifikasi tenaga pendidik saat ini. Berikan juga kesempatan pada mereka yang berijazah SMA untuk turut dalam rekrutmen Tenaga Pendidik. Mungkin benar bahwa pilihan untuk masuk perguruan tinggi merupakan PILIHAN setiap warga Negara Indonesia tetapi harus diingat pula bahwa sebagian besar pilihan itu dibuat karena KEADAAN. Kita semua tahu bahwa tidak semua orang berkuliah untuk memuaskan rasa “haus”nya pada ilmu pengetahuan, terkadang ada juga yang berkuliah karena keadaan di dunia kerja mewajibkannya untuk meraih gelar sarjana, dan ada juga karena keadaan ekonomi seseorang tak punya pilihan untuk masuk ke perguruan tinggi.
Comments
Post a Comment