Skip to main content

Konsentrasi Komunikasi Antar Budaya, ada?

Komunikasi Lintas/Antarbudaya (Cross Cultural Communication) tidak banyak yang tahu tentang konsentrasi ini selain mahasiswa Jurusan ilmu komunikasi, Universitas Nusa Cendana (Undana).  Ya, memang di Kupang ada dua jurusan ilmu komunikasi, satunya di Undana dan lainnya di universitas Widya Mandira (Unwira). Untuk wilayah Nusa Tenggara Timur, Ilmu komunikasi lebih banyak dikenal melalui konsentrasi Jurnalistik dan Hubungan Masyarakat, maka tidak mengherankan ketika mencari kerja anak KAB (sebutan untuk mahasiswa konsentrasi antarbudaya) sering ditanya-tanya tentang konsentrasinya oleh para pencari tenaga kerja.

Pernah saya ditanyai tentang konsentrasi antarbudaya, belum sempat saya jawab, sudah bergulir saja kalimat “Oh… jadi nanti kalian belajar bahasa daerah dari berbagai daerah di NTT?” atau “Bahasa daerah apa yang sudah kalian kuasai?  (pertanyaan ke-2 itu yang paling menjengkelkan). 
Alih-alih paham, justru konsentrasi Komunikasi Antarbudaya disalah artikan kajian ilmunya oleh masyarakat umum, memang tidak berpengaruh pada anak KAB, tetapi ini yang akan menyematkan predikat “incompentent” kepada konsentrasi KAB dibandingkan jurnalistik dan Humas. Oleh karena itu, saya akan menceritakan sedikit tentang komunikasi antarbudaya, alasan saya memilih konsentrasi ini, kehidupan di dalam kelas KAB.

KAB?
Konsentrasi Komunikasi Lintas/antar budaya lebih menitik beratkan pada Komunikasi antar pribadi dengan latar  belakang budaya yang berbeda dan praktik-praktik komunikasi yang terjadi di berbagai budaya (bisa pada kelompok). Saya akan hantarkan pada salah satu contoh Komunikasi Lintas/Antarbudaya.
1.      Bertha yang berasal dari Nusa Tenggara Timur  berbicara dengan Cici yang berasal dari Jawa Barat (Komunikasi Antar Budaya)
2.      Saat berbicara, volume suara Bertha terdengar lebih tinggi dari Cici yang berbicara dengan volume suara yang rendah (Komunikasi Lintas Budaya)
3.      Bagaimana penilaian Cici terhadap pribadi Bertha melalui komunikasi yang mereka lakukan dan begitulah pula sebaliknya? Bagaimana sebaiknya Bertha berkomunikasi ketika berada di lingkungan budayanya Cici? Bagaimana cara Bertha menilai Cici melalui nilai budayanya? Itulah menjadi cara keahlian anak-anak konsentrasi komunikasi Lintas/Antarbudaya
Bukan hanya budaya komunikasi di dalam negeri yang dibahas tetapi juga komunikasi internasional, Misalnya cara berinteraksi orang Indonesia dengan Jepang, bagaimana media asing bisa menyampaikan berita-berita mereka dengan tidak menyinggung budaya masyarakat sasarannya, dan sebagainya. Menguasai bahasa asing saja tidak cukup untuk memahami budaya asing, karena bahasa hanya 1 dari 7 elemen budaya.

Sekiranya hanya itu yang saya jelaskan tentang konsentrasi KAB, semoga bisa dipahami sedikit tentang konsentrasi Komunikasi Lintar/Antarbudaya.

Mengapa konsentrasi Komunikasi Antarbudaya?
Awal masuk ke jurusan ilmu komunikasi, saya merasa bingung karena tidak terlalu memahami jurusan ini, prospek kerjanya seperti apa. Saya berkeinginan menjadi seorang diplomat dan seharusnya mengambil jurusan hubungan internasional tetapi karena jurusan tersebut belum dibuka di Nusa Tenggara Timur, saya memilih ilmu komunikasi dan ilmu hukum (SNMPTN pemilihan jurusan). Ya hanya dua jurusan ini yang menurut saya dapat menutupi kekecewaan saya karena tidak bisa berkuliah di jurusan Hubungan Internasional, dan tetap menjaga cita-cita saya agar tidak padam.
Setelah dinyatakan lolos di ilmu komunikasi, semester 1 sampai 3 merupakan semester terberat karena saya belum menemukan ketertarikan apapun dalam mata kuliahnya. Masuk semester 4 saya sudah menemukan titik ketertarikannya karena komunikasi mulai merambat pada pengetahuan umum baik dalam negeri maupun internasional, seperti mata kuliah dasar-dasar humas, dasar Komunikasi lintas/antarbudaya, psikologi komunikasi dan sosiologi komunikasi. Pemilihan konsentrasi Komunikasi Antarbudaya, didasarkan pada mata kuliah yang terdapat di dalamnya hampir mirip dengan jurusan hubungan internasional, seperti Komunikasi internasional, studi komunikasi manajemen dan bisnis antarbudaya, etnografi komunikasi, pransangka dan konflik antarbudaya, dan sebenarnya semua mata kuliah di konsentrasi KAB hampir mirip HI kecuali bidang hukum.

Belajarnya tentang apa?
Jika mata kuliah ini terlihat berat maka kalian akan terkejut ketika mengikuti kuliahnya. Dosen-dosen konsentrasi KAB kami hebat dalam menyederhanakan sebuah teori, misalnya dalam hal propaganda, begitu banyak jenisnya tetapi dicontohkan dengan film Rambo dan James Bond. Bagaimana propaganda kemenangan Blok Barat/Pakta NATO (Liberalisme) terhadap Blok Timur/Pakta Warsawa (Komunisme) melalui media audiovisual (coba diingat kembali, semua penjahat di film Rambo dan James Bond pasti berasal dari Rusia, Vietnam, Korea Utara, dan negara Eropa Timur lainnya). Bukankah itu menarik? Kami bahkan diajarkan untuk kritis pada humas dan jurnalistik, tak jarang diminta untuk menemukan “kelemahan” mereka (bagian ini bikin pusing), menganalisis media mainstream, bahkan menjurus ke arah politik. Di dalam penelitian akhir pun tak sedikit yang memilih film dan iklan televisi sebagai objek penelitiannya (betapa santai dan berbahayanya KAB).
Ditambah lagi, dalam setiap pembahasan kami tidak begitu disusahkan oleh penghafalan teori-teori komunikasi melainkan diajarkan untuk membuktikan apakah teori tersebut memang ada di dalam kehidupan sehari-hari atau tidak. Jika ya, maka dapat kami jadikan sebagai pedoman dan jika tidak, paling disimpan sebagai catatan yang dapat ditutup hingga skripsi. Di dalam ruangan, anak KAB lebih banyak melakukan debat dan diskusi, misalnya diberi tugas presentasi, 5 menit memaparkan hasil presentasi, 40 menitnya untuk berdebat. Untuk tetap bertahan dalam melakukan perdebatan maka setiap anak KAB wajib menguasai satu ilmu pengetahuan di luar ilmu komunikasi, entah itu filsafat, psikologi, ekonomi, sejarah, sosiologi,  bila perlu ilmu hukum. Jika tidak, maka kita hanya akan menjadi penonton dan merasa bosan.
Anak KAB tidak seperti anak humas dan jurnalistik yang lebih banyak diberi tugas untuk terjun langsung ke lapangan, tetapi anak KAB lebih banyak menghabiskan waktu untuk menganalisis masalah dalam komunikasi, prakteknya KAB bisa dilakukan kapan pun tanpa adanya tugas dari dosen

Prospek kerjanya bagaimana?
Terserah, mau jadi apapun. Prospek kerja saat ini serba tak jelas, sarjana pertanian saja bisa bekerja di Rumah Sakit Umum, sarjana pendidikan bisa jadi staf humas di Rumah Sakit. Sarjana Kebidanan bisa jadi teller bank. Begitu juga lulusan ilmu komunikasi, selagi ada lowongan kerja ya silahkan dilamar. Tapi ingat Komunikasi Antarbudaya biasanya berkaitan dengan kementrian luar negeri, kementerian pertahanan, lembaga swadaya masyarakat, dan kementerian sosial, blogger juga bisa.

Sekian info tentang Konsentrasi Komunikasi Lintas/antarbudaya yang ala kadarnya, semoga meluruskan  pengertian para pembaca tentang konsentrasi tercinta saya….

Comments

Popular posts from this blog

Tak Ada Makan Siang Gratis Dalam Mencapai Kemajuan Negara

  Sumber : Kemeperkraf Indonesia        Beberapa waktu yang lalu saya mengerjakan sebuah tugas ujian akhir semester, ada pertanyaan yang menarik tentang relasi konsep kepemimpinan otoriter dan kemajuan suatu negara. Diambilah contoh Singapura, Korea Selatan dan Taiwan sebagai negara pembanding untuk membuktikan kepemimpinan otoriter turut serta dalam kemajuan suatu negara. Di Indonesia, mungkin diambil contoh pada masa orde baru, di mana Indonesia seketika berubah dari negara miskin menjadi negara yang memiliki power di Asia bahkan dijuluki sebagai Macan Asia di bawah kepemimpinan otoriter.      Jika dilihat secara umum, memang ada benarnya karena perencanaan dan pengawasan yang lebih terpusat. Sistem otoriter membuat segala keputusan dapat diambil dengan cepat tanpa harus membuang waktu dan uang hanya untuk duduk berdiskusi di dalam parlemen. Jika dicari kesamaan dari Singapura, Korea Selatan dan Taiwan, mereka memang berubah menjadi negara maju terkhususnya dalam bidang ekonomi setel

Darurat Dialektika dan Drakor

Seorang teman menyarankan saya untuk menonton Video tanya jawab Rocky Gerung dengan anak-anak muda perihal dinamika politik yang dibalut atau dibenarkan melalui pertanyaan-pertanyaan di dunia teknologi yang bagi saya tidak terlalu menarik. Dari kalimat “Lu kan suka sejarah” membuat saya tertantang mengingat Rocky Gerung pernah menemui moment “diam” sejenak saat pernyataannya disanggah oleh Sujiwo Tejo mengenai kekayaan kosakata bahasa Indonesia. Sejarah... Apa yang saya temukan selain ide tentang masa depan Demokrasi Indonesia, kemanusiaan dan sebagainya dengan melalui sudut pandang Filsuf Yunani. “ Rocky Gerung : Alasan Kita Darurat Dialektika” Sebuah judul yang menghantarkan ingatan saya ketika masih berstatus mahasiswa, ada seorang dosen mata kuliah kewirausahaan yang tersinggung saat teman saya mempertanyakan materi kuliah yang tak sesuai dengan kenyataan yang dia temui ketika berdagang bersama orang tuanya. Pertanyaan itu akhirnya membuat teman saya mendapatkan nilai D karena dian