Skip to main content

JOKER : Mitos Orang Baik yang Tersakiti

FILM JOKER (2019)
Film Joker belakangan ini banyak menjadi perbincangan yang beredar di media sosial seperti twitter dan facebook. Film yang mengisahkan tentang kehidupan awal dari musuh utama Batman, banyak mendapatkan pujian karena berhasil menggambarkan seseorang menderita gangguan kejiwaa. Tokoh Joker dengan nama mula-mula Arthur Fleck ini harus bertahan di dalam kehidupan masa kecilnya yang selalu disiksa oleh ayah tirinya. Ditambah lagi dengan kehidupannya setelah dewasa yang harus menerima cemoohan sosial dari orang-orang di sekitarnya. Satu-satunya orang yang membuat dia merasa seperti seorang manusia, hanyalah ibunya sendiri. Arthur Fleck sendiri memiliki beberapa gangguan kejiwaan seperti halusinasi dan masalah tawa patologis, inilah yang menjadi bibit terbentuknya karakter Joker di dalam diri Arthur Fleck selain kehidupannya yang termarjinalkan..

ORANG JAHAT ADALAH ORANG BAIK YANG SELALU TERSAKITI
Sejak kecil saya selalu bersimpati pada karakter Protagonis atau pahlawan super. Karakter antagonis atau penjahat merupakan bagian yang paling saya benci dan menjadi suatu kegirangan tersendiri bagi saya ketika para penjahat berhasil dikalahkan oleh pahlawan  super. Hanya saja, setelah film Joker ditayangkan di bioskop-bioskop, ternyata ada beberapa orang yang mulai “melatih” diri mereka untuk mengerti setiap tindakan kejahatan yang dilakukan Joker, yang menurut saya pada akhirnya mengarah pada simpati.
Meme seperti “Orang Jahat adalah orang baik yang tersakiti” begitu banyak bertebaran di media social, dan celakanya alur cerita film JOKER pun menggiring opini public untuk sampai pada titik tersebut. Lalu bagaimana dengan saya yang melihat kejahatan sebagai pilihan dari ketidakpedulian lingkungan? Atau bisa dikatakan bahwa “Orang jahat itu terbentuk dari pembelajaran bahwa kejahatan itu diperbolehkan.” Pemikiran ini juga merupakan hasil setelah menonton film Joker dan membaca beberapa review media massa.  Seperti yang kita tahu Arthur kecil sering mendapatkan penyiksaan yang luar biasa dari ayah tirinya dan tanpa adanya pertolongan perlindungan dari lingkungan sekitar, pembiaran ini pula yang mengajarkannya bahwa lingkungan mengizinkan kekerasan itu terjadi dan untuk bertahan di dalam lingkungan tersebut, Arthur harus menjadi lebih jahat lagi (ya….walaupun di akhir cerita kemungkinan kisah tersebut hanya merupakan halusinasi Arthur semata untuk membenarkan kejahatannya)

MENURUT SAYA…. 
Film Joker justru mengarahkan penonton pada penerimaan terhadap tindak kejahatan akibat kondisi kejiwaan seseorang. Tanpa mengajak penonton untuk sadar akan lingkungan sosial mereka yang tak jarang mengabaikan tindak kejahatan kecil dengan menggunakan pernyataan “Itu bukan urusan kita.” Misalnya pasti di antara kita pernah melihat tindakan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang tak jarang melibatkan anak kecil dan atas asas “itu bukan urusan kita” cenderung pengabaian yang kita berikan, ya walaupun tak jarang perhatian beberapa orang diwujudkan melalui kegiatan merumpi. Memang benar adanya lingkungan sosial dan budaya kita tidak terbiasa untuk mencampuri urusan rumah tangga tetangga dan kepedulian hanya sampai pada “tangga” rumah tetangga. Namun, sadarkah anda, bahwa kebanyakan psikopat di kehidupan nyata berasal dari korban KDRT dan Pembulian? 
Orang jahat juga lahir dari sikap ketidakpedulian orang lain yang mempertahankan asas “itu bukan urusan kita.” Mungkin saat ini anda masih mengingkari fakta ini, tetapi apakah anda tahu bahwa sisi jahat seseorang bisa mati jika melihat bentuk kasih sayang orang lain kepadanya? Arthur Fleck bisa saja berakhir menjadi pria pekerja yang baik dan memiliki keluarga yang bahagia, jika ibunya berani meninggalkan ayah tirinya dan memulai hidup baru bersama Arthur dengan tenang, atau ada seseorang yang datang menyelamatkan Arthur kecil dan melindunginya dari kekerasan sang ayah tiri. Semua orang pernah disakiti, Orang baik lebih banyak tersakiti, tetapi itu bukan alasan utama seseorang berubah menjadi penjahat.

ORANG JAHAT ADALAH ORANG YANG LAHIR DARI LINGKUNGAN YANG “MENGIZINKAN” KEJAHATAN 

Comments

Popular posts from this blog

Konsentrasi Komunikasi Antar Budaya, ada?

Komunikasi Lintas/Antarbudaya (Cross Cultural Communication) tidak banyak yang tahu tentang konsentrasi ini selain mahasiswa Jurusan ilmu komunikasi, Universitas Nusa Cendana (Undana).   Ya, memang di Kupang ada dua jurusan ilmu komunikasi, satunya di Undana dan lainnya di universitas Widya Mandira (Unwira). Untuk wilayah Nusa Tenggara Timur, Ilmu komunikasi lebih banyak dikenal melalui konsentrasi Jurnalistik dan Hubungan Masyarakat, maka tidak mengherankan ketika mencari kerja anak KAB (sebutan untuk mahasiswa konsentrasi antarbudaya) sering ditanya-tanya tentang  konsentrasinya oleh para pencari tenaga kerja. Pernah saya ditanyai tentang konsentrasi antarbudaya, belum sempat saya jawab, sudah bergulir saja kalimat “ Oh… jadi nanti kalian belajar bahasa daerah dari berbagai daerah di NTT? ” atau “ Bahasa daerah apa yang sudah kalian kuasai? ”   (pertanyaan ke-2 itu yang paling menjengkelkan).  Alih-alih paham, justru konsentrasi Komunikasi Antarbudaya disalah artikan kajia

Tak Ada Makan Siang Gratis Dalam Mencapai Kemajuan Negara

  Sumber : Kemeperkraf Indonesia        Beberapa waktu yang lalu saya mengerjakan sebuah tugas ujian akhir semester, ada pertanyaan yang menarik tentang relasi konsep kepemimpinan otoriter dan kemajuan suatu negara. Diambilah contoh Singapura, Korea Selatan dan Taiwan sebagai negara pembanding untuk membuktikan kepemimpinan otoriter turut serta dalam kemajuan suatu negara. Di Indonesia, mungkin diambil contoh pada masa orde baru, di mana Indonesia seketika berubah dari negara miskin menjadi negara yang memiliki power di Asia bahkan dijuluki sebagai Macan Asia di bawah kepemimpinan otoriter.      Jika dilihat secara umum, memang ada benarnya karena perencanaan dan pengawasan yang lebih terpusat. Sistem otoriter membuat segala keputusan dapat diambil dengan cepat tanpa harus membuang waktu dan uang hanya untuk duduk berdiskusi di dalam parlemen. Jika dicari kesamaan dari Singapura, Korea Selatan dan Taiwan, mereka memang berubah menjadi negara maju terkhususnya dalam bidang ekonomi setel

Darurat Dialektika dan Drakor

Seorang teman menyarankan saya untuk menonton Video tanya jawab Rocky Gerung dengan anak-anak muda perihal dinamika politik yang dibalut atau dibenarkan melalui pertanyaan-pertanyaan di dunia teknologi yang bagi saya tidak terlalu menarik. Dari kalimat “Lu kan suka sejarah” membuat saya tertantang mengingat Rocky Gerung pernah menemui moment “diam” sejenak saat pernyataannya disanggah oleh Sujiwo Tejo mengenai kekayaan kosakata bahasa Indonesia. Sejarah... Apa yang saya temukan selain ide tentang masa depan Demokrasi Indonesia, kemanusiaan dan sebagainya dengan melalui sudut pandang Filsuf Yunani. “ Rocky Gerung : Alasan Kita Darurat Dialektika” Sebuah judul yang menghantarkan ingatan saya ketika masih berstatus mahasiswa, ada seorang dosen mata kuliah kewirausahaan yang tersinggung saat teman saya mempertanyakan materi kuliah yang tak sesuai dengan kenyataan yang dia temui ketika berdagang bersama orang tuanya. Pertanyaan itu akhirnya membuat teman saya mendapatkan nilai D karena dian