Skip to main content

STEREOTIP PENJURUSAN SMA YANG MENJERUMUSKAN


Hai teman-teman!
Kali ini saya akan membagikan beberapa opini saja ya tentang penjurusan di SMA. Mungkin ini akan sedikit melenceng dari tema blog tetapi masih berhubungan dengan para mahasiswa dan mahasiswi. Kan tidak mungkin  jadi mahasiswa dan mahasiswa kalau belum lulus SMA/SMK/MTS/sederajat. Saya tidak begitu paham dengan  kehidupan SMK dan MTS, jadi saya hanya akan membahas tentang penjurusan di SMA saja (maklum tamat dari SMA).
Soal penjurusan SMA, sering kali orang-orang lebih senang menaruh label (seenak hati mereka) terhadap 3 jurusan yakni IPA, IPS, dan BAHASA. Bagi sebagian besar orang (terutama orang tua siswa) jurusan IPA merupakan jurusan terfavorit karena setiap anak yang masuk jurusan IPA sering mendapat label anak pintar dan rajin. IPS sering dilabeli sebagai kelas anak nakal dan malas. BAHASA lebih parah lagi, sering dilabeli sebagai anak malas dan bodoh. Pernah sekali, saya ditanyakan tentang jurusan yang saya pilih di SMA (waktu itu baru di kelas XI kita diminta untuk memilih jurusan) lalu saya bilang saya memilih BAHASA, seketika itu ekspresi orang tersebut berubah seperti ingin mengatakan “Ko pung parah lae?” tetapi ekspresi sering tidak sejalan dengan ucapan di bibir, dia hanya memberikan tanggapan seperti ini “Oh na baik sudah.” Itu jawaban paling datar yang pernah saya dengar. Aber alles ok! IPA, IPS dan BAHASA itu sama-sama punya kelebihannya masing-masing Das macht nicht. Dari situ saya merasakan bahwa ada satu tembok besar yang memisahkan anak BAHASA dan IPS dari IPA. Celakanya lagi, tembok itu rata-rata dibuat sendiri oleh orang tua/wali siswa. Berikut merupakan stereotip yang saya dapatkan semasa SMA tentang penjurusan di SMA :
1.      IPA, merupakan jurusan yang dipenuhi oleh anak-anak pintar dan berprestasi. Semua anak yang masuk kelas IPA setelah lulus SMA bebas memilih semua jurusan di Perguruan Tinggi. Mau kerja setelah SMA juga bisa, kan Kepolisian dan TNI lebih banyak menerima jurusan IPA. Sering jadi pujian para guru, sering mendapatkan kepercayaan mengikuti lomba sampai lomba yang berhubungan dengan IPS dan BAHASA juga diberikan (gragas benar)
2.      IPS, merupakan jurusan yang dipenuhi oleh anak-anak  nakal dan malas. Semua anak yang masuk IPS selalu menjadi sasaran dari kemarahan guru, sering memimpin perkelahian antar sekolah, sering melakukan perkunjungan ke ruang BK. Tetapi mereka mendapatkan sedikit tepuk tangan karena kemampuan mereka dalam ilmu ekonomi dan akuntansi (teman saya sangat pintar dalam hitung-hitungan ekonomi walaupun dicap anak nakal oleh beberapa guru). Kebebasan mereka dalam memilih jurusan di perguruan tinggi dan pekerjaan juga hampir sama luasnya dengan anak IPA.
3.      BAHASA, jurusan ini sering dilupakan eksistensinya oleh Kepala Sekolah (pengalaman saya). Bayangkan saja kepala sekolah saja tidak tahu ada jurusan ini di SMA yang ia pimpin (that’s rude bro…). Anak BAHASA selalu dianggap kelas terakhir yang menjadi perhatian para guru. Anak BAHASA mempunyai keterbatasan dalam pemilihan lapangan pekerjaan dan jurusan di perguruan tinggi (paling mentok masuk FKIP Bahasa & Sastra, Seni dan Komunikasi). Untuk daftar jadi Polisi dan Tentara jangan ditanya lagi, langsung ditolak tanpa dilihat dulu nilai rapor dan ijazah kita (I can’t find a logic reason about it). Jurusan BAHASA adalah mimpi buruk bagi para orang tua/wali siswa. Bahkan mimpi itu mereka tularkan kepada anak-anaknya. Jadi tidak heran kalau kelas BAHASA selalu  memiliki jumlah siswa yang sedikit.
Tetapi dibalik stereotip tersebut, ada beberapa kelebihan dari jurusan BAHASA, IPS dan IPA.
1.      BAHASA
Jurusan yang satu ini termasuk jurusan yang memberikan kenyamanan dalam perkembangan psikologis anak. Jurusan ini tidak memberikan anak-anak beban apapun. Anak-anak dilatih untuk mampu menyampaikan dan mengembangkan ide dan gagasan mereka secara verbal dan non verbal. Anak Bahasa diajarkan untuk menyelesaikan sebuah masalah melalui alur sebab-akibat. Selain itu kita diajarkan tentang bahasa asing selain bahasa Inggris seperti Bahasa Jerman, Jepang, Perancis, Mandarin, Spanyol, dan lain-lain, tergantung dari penyediaan pihak sekolah. Anak BAHASA juga diajarkan tentang sastra Indonesia hingga pada aksara Arab-Melayu. Jadi jangan salah ya kalau selera anak BAHASA akan sangat tinggi dalam sastra. Anak IPA dan IPS tak akan mengenal aksara Arab-Melayu. Anak IPA dan IPS zaman sekarang akan kesusahan saat membaca dokumen yang menggunakan ejaan Ophuyseen tetapi anak BAHASA sudah biasa melakukannya. Anak BAHASA sering disamakan sebagai para pengumpul ilmu, mereka mencari, menyeleksi, merangkum dan menerjemahkan ilmu ke dalam kalimat-kalimat yang dapat dimengerti orang lain.
2.      IPS
Anak-anak yang masuk jurusan ini pasti selalu dicurigai oleh orang tuanya. Kalau pulangnya cepat pasti dibilang bolos sekolah, kalau pulangnya terlambat pasti dibilang masih keliaran atau main di rumah teman(IPS mah selalu salah di mata orang tua). Tetapi anak IPS termasuk dalam tipikal orang santai. Mereka tidak terlalu peduli dengan cemooh orang lain,  selalu setia kawan dan memiliki pergaulan yang luas. Santai bukan berarti bodoh dan lambat. Ibaratnya anak IPS selalu menunggu momen yang tepat untuk menunjukkan kemampuan mereka. Mereka tidak pernah takut menyampaikan pendapat mereka, yang tak jarang terdengar lucu oleh guru-guru. Jurusan IPS merupakan jurusan yang memiliki nilai lebih di bidang ekonomi. Sejujurnya matematika IPS lebih rumit dari matematika IPA. Hitung-hitungan IPS juga sering membuat anak IPA merasa pusing (pengalaman saya). Lagi pula IPS dan BAHASA  menganut nilai-nilai probabilitas dalam menemukan sebuah solusi jadi jika kalian mengenal mereka lebih jauh, maka kalian akan tahu bahwa mereka itu lebih kreatif dibandingkan anak IPA. Satu lagi, anak IPA dan BAHASA  tidak begitu mahir dalam ilmu akuntansi dan sosiologi serta kemampuan bersosialisasi tingkat tinggi ala anak IPS.
3.      IPA
Kelas yang satu ini tidak usah dibeberkan lagi kemampuan mereka, toh mereka merupakan kelas favorit. Kalian bisa saja menemukan jawabannya dari orang-orang disekitar. Begitu bangganya orang tua yang anaknya masuk IPA, pasti mereka merasa yang paling hebat. Kekuatan anak IPA itu terletak pada mata pelajaran Kimia, Fisika dan Biologi (ini senjata andalan mereka). Anak IPA pada dasarnya tidak terlalu menyombongkan diri sendiri di antara teman-teman malah terkadang mereka cemburu dengan anak IPS dan BAHASA, karena tidak pernah merasa terbebani dalam belajar. Tetapi mereka juga tak harus merasa iri yang terlalu jauh dengan anak IPS dan BAHASA, karena masa depan dan lahan pekerjaan mereka tidak sempit seperti dua jurusan lainnya. Lihat saja, ketika melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, anak IPA boleh memilih Fakultas apa pun, dari Fakultas Sains & Teknik (FST) hingga Fakultas Keguruan & Ilmu Pendidikan (FKIP). Pokoknya baguslah, secara sosial dan pendidikan mereka termasuk baik di mata masyarakat.

Demikianlah sterotip dan kelebihan sesungguhnya anak BAHASA, IPS & IPA. Sebenarnya setiap kelas memiliki kelebihannya masing-masing. Hebat atau tidaknya kelas-kelas tersebut bergantung pada ketekunan muridnya dan perhatian yang tulus dari para guru yang mengajar

Comments

Popular posts from this blog

Konsentrasi Komunikasi Antar Budaya, ada?

Komunikasi Lintas/Antarbudaya (Cross Cultural Communication) tidak banyak yang tahu tentang konsentrasi ini selain mahasiswa Jurusan ilmu komunikasi, Universitas Nusa Cendana (Undana).   Ya, memang di Kupang ada dua jurusan ilmu komunikasi, satunya di Undana dan lainnya di universitas Widya Mandira (Unwira). Untuk wilayah Nusa Tenggara Timur, Ilmu komunikasi lebih banyak dikenal melalui konsentrasi Jurnalistik dan Hubungan Masyarakat, maka tidak mengherankan ketika mencari kerja anak KAB (sebutan untuk mahasiswa konsentrasi antarbudaya) sering ditanya-tanya tentang  konsentrasinya oleh para pencari tenaga kerja. Pernah saya ditanyai tentang konsentrasi antarbudaya, belum sempat saya jawab, sudah bergulir saja kalimat “ Oh… jadi nanti kalian belajar bahasa daerah dari berbagai daerah di NTT? ” atau “ Bahasa daerah apa yang sudah kalian kuasai? ”   (pertanyaan ke-2 itu yang paling menjengkelkan).  Alih-alih paham, justru konsentrasi Komunikasi Antarbudaya disalah artikan kajia

Tak Ada Makan Siang Gratis Dalam Mencapai Kemajuan Negara

  Sumber : Kemeperkraf Indonesia        Beberapa waktu yang lalu saya mengerjakan sebuah tugas ujian akhir semester, ada pertanyaan yang menarik tentang relasi konsep kepemimpinan otoriter dan kemajuan suatu negara. Diambilah contoh Singapura, Korea Selatan dan Taiwan sebagai negara pembanding untuk membuktikan kepemimpinan otoriter turut serta dalam kemajuan suatu negara. Di Indonesia, mungkin diambil contoh pada masa orde baru, di mana Indonesia seketika berubah dari negara miskin menjadi negara yang memiliki power di Asia bahkan dijuluki sebagai Macan Asia di bawah kepemimpinan otoriter.      Jika dilihat secara umum, memang ada benarnya karena perencanaan dan pengawasan yang lebih terpusat. Sistem otoriter membuat segala keputusan dapat diambil dengan cepat tanpa harus membuang waktu dan uang hanya untuk duduk berdiskusi di dalam parlemen. Jika dicari kesamaan dari Singapura, Korea Selatan dan Taiwan, mereka memang berubah menjadi negara maju terkhususnya dalam bidang ekonomi setel

Darurat Dialektika dan Drakor

Seorang teman menyarankan saya untuk menonton Video tanya jawab Rocky Gerung dengan anak-anak muda perihal dinamika politik yang dibalut atau dibenarkan melalui pertanyaan-pertanyaan di dunia teknologi yang bagi saya tidak terlalu menarik. Dari kalimat “Lu kan suka sejarah” membuat saya tertantang mengingat Rocky Gerung pernah menemui moment “diam” sejenak saat pernyataannya disanggah oleh Sujiwo Tejo mengenai kekayaan kosakata bahasa Indonesia. Sejarah... Apa yang saya temukan selain ide tentang masa depan Demokrasi Indonesia, kemanusiaan dan sebagainya dengan melalui sudut pandang Filsuf Yunani. “ Rocky Gerung : Alasan Kita Darurat Dialektika” Sebuah judul yang menghantarkan ingatan saya ketika masih berstatus mahasiswa, ada seorang dosen mata kuliah kewirausahaan yang tersinggung saat teman saya mempertanyakan materi kuliah yang tak sesuai dengan kenyataan yang dia temui ketika berdagang bersama orang tuanya. Pertanyaan itu akhirnya membuat teman saya mendapatkan nilai D karena dian