Skip to main content

Nilai Bahasa Indonesia kamu 100? Seharusnya kamu bangga...




Bahasa Indonesia : Kebanggan terakhir di Dunia Pendidikan Indonesia
Nilai Bahasa Indonesia kamu 100? Seharusnya kamu bangga. Kenapa? Itu membuktikan kalau kamu adalah orang cerdas (Ingat ya Cerdas, bukan hanya pintar). Kan aneh kalau setiap hari berkomunikasi dengan bahasa Indonesia tapi masih saja gagal mendapatkan nilai 100 di ujiannya.
Ya, bahasa Indonesia memang sedang berada di bawah mata pelajaran MIPA. Jarang ada orang tua yang bangga jika anaknya mendapatkan nilai 100 dalam mata pelajaran  Bahasa Indonesia. Yang dilihat pertama kali oleh orang tua saat melihat nilai raport anaknya pasti mata pelajaran MIPA atau bahasa Asing (Inggris, Jerman, Jepang, Cina dan lain-lain), kalau nilainya menurun pasti si anak akan ditegur berulang kali. Nah, kalau nilai bahasa Indonesianya rendah, tapi mata pelajaran lainnya tinggi, si anak pasti dipuji.
“Kamu pintar nak. Mama bangga sama kamu!” (Nilai MIPA dan bahasa Asing tinggi, nilai bahasa Indonesia rendah)
“Otakmu di mana? Kenapa sampai nilaimu hancur seperti ini?” (Nilai MIPA dan bahasa Asing rendah, nilai bahasa Indonesia tinggi).
Jangankan orang tua, guru pun demikian. Menurut kebanyakan guru, murid pintar itu 100nya MIPA, 100nya Bahasa Asing. Kalau 100nya Bahasa Indonesia? Biasa aja tuh…!

Sombong sedikit dengan Bahasa Indonesia
Apa tidak ada yang tahu kalau mata pelajaran bahasa Indonesia itu susah, apa lagi sastra Indonesianya. Sudah nonton video youtuber Korea Selatan, Bandung Oppa? yang salah satu kontennya berkolaborasi dengan youtuber Korea Selatan lainnya, Jang Hansol. Bandung oppa memberikan pertanyaan-pertanyaan yang biasanya diujikan kepada mahasiswa Korea Selatan yang mengambil jurusan Sastra Indonesia. Walaupun Jang Hansol merupakan orang Korea Selatan asli tetapi dia dibesarkan di Indonesia, sehingga pertanyaan-pertanyaan yang diberikan Bandung Oppa bisa dijawab dengan mudah oleh Jang Hansol. Bahkan pertanyaan tersulit bagi mahasiswa sastra Indonesia di Korea, bisa dijawab Jang  Hansol. Yang lebih mengejutkan lagi, menurut Jang Hansol pertanyaan-pertanyaan tersebut merupakan pertanyaan-pertanyaan Bahasa Indonesia tingkat SMP (titik tertinggi kesombongan). Pasti dalam pikiran kalian mengatakan “Wajarlah, kan itu dipelajari sama orang asing, jadi tidak mungkin langsung dikasih bahasa Indonesia taraf perguruan tinggi.
Kalau bahasa Indonesia yang dipelajari mahasiswa Korea Selatan seperti itu, apa kabar bahasa asing yang kita banggakan di SD, SMP, dan SMA? Pasti di negara asalnya setingkat dengan TK, SD, dan SMP. Ini bukan berarti saya tidak menyukai bahasa asing, tetapi saya hanya ingin agar kita lebih menghargai bahasa Indonesia sebagai tuan rumah dari negara ini. Jangan remehkan bahasa Indonesia yang kita pelajari di sekolah, karena bisa jadi itu merupakan bagian tersulit yang dipelajari oleh orang asing (lahannya kita untuk sombong). Sangat memalukan sekali jika ada orang asing yang lebih menguasai bahasa Indonesia ketimbang kita orang Indonesia asli.

Alasan Bahasa Indonesia diremehkan
Jangankan di sekolah, di media massa seperti televisi pun tanpa sengaja melakukan hal yang sama dalam memperlakukan bahasa Indonesia. Misalnya, saat ada orang asing yang menggunakan bahasa Indonesia dengan aksen Inggris, itu sorak sorai penonton Indonesia sama kayak sedang menonton artis terkenal, tak jarang dianggap keren. Tetapi, kalau orang Indonesia, bicara pakai bahasa Inggris dengan aksen Indonesia pasti dia dihina habis-habisan (Maafkan sikap itu, karena masih ada mental-mental masyarakat terjajah). Ada pula orang yang mengatakan bahasa Indonesia itu miskin kosakata jika dibandingkan dengan bahasa Inggris. Permisi….? Situ sehat? Bukan kosakata bahasa Indonesia yang miskin, anda saja yang malas mencarinya. Memang kalau menggunakan angka pasti, kita kalah (bukan miskin ya). Tetapi untuk menjelaskan sebuah benda, sifat, kata kerja, bahasa Indonesia masih dapat menanggulanginya.

Fakta Menarik Bahasa Indonesia (Hebatnya itu di sini)
Memang ada banyak mengatakan (dan memang benar) kalau bahasa Indonesia itu berasal dari 10 bahasa pendonor selain Melayu, seperti Sansekerta, Belanda, Arab, Jawa Kuno, Inggris, Tamil Parsi dan Hindi (Hindi, Tamil dan sansekerta itu beda ya walaupun berasal dari India). Belum lagi ditambah serapan bahasa daerah lainnya. Fakta lainnya sebagai berikut :

1.      Bahasa Indonesia dijadikan bahasa resmi kedua di Vietnam (sejajar dengan bahasa Inggris, Jepang dan Perancis)
2.      Jepang dan Mesir mendirikan Pusat Studi Bahasa Indonesia (segera cari beasiswa ke Jepang dan Mesir)
3.      Bahasa Indonesia merupakan bahasa asing yang wajib (hukumnya mutlak) dikuasai oleh perwira militer negara Kamboja
4.      Pada tahun 2018 ditetapkan sebagai Bahasa Resmi ASEAN (keliling negara-negara ASEAN tidak perlu belajar bahasa Inggris)
Sebenarnya masih ada fakta lainnya, tetapi menurut saya 4 fakta di atas yang paling pantas untuk disombongkan…
Hal lain yang membuktikan bahasa Indonesia itu sulit adalah tulisan saya. Lihat saja selama kalian membaca tulisan saya, 70%  di dalamnya saya tidak menggunakan bahasa Indonesia yang baku. Jadi, hargailah bahasa Indonesia dan usaha para pelajar untuk mempelajarinya.

Pernah dengar kosakata Bahasa Indonesia ini?
1.      Suryakanta : Kaca pembesar
2.      Senandika : berbicara dengan diri sendiri
3.      Renjana : Passion
4.      Utas : Forum
5.      Sawala : Diskusi

Belum? Kasihan….. Bahasa Indonesianya dipelajari lebih giat lagi ya….
Sekali lagi saya tidak membenci penggunaan bahasa Asing, melainkan saya hanya mencoba berbagi pendapat bahwa sudah cukup bagi kita untuk meremehkan bahasa kita sendiri. Saya membayangkan adanya penghormatan kepada bahasa Indonesia yang dilakukan oleh anak-anak bangsa Indonesia, melalui penggunaan bahasa Indonesia yang baku dalam setiap forum formal di dalam negeri. Bahasa Asing digunakan untuk membuka diri dengan negara lain bukan untuk dijadikan sebagai identitas bangsa, apalagi dijadikan sebagai “tuan” di negara ini.

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Konsentrasi Komunikasi Antar Budaya, ada?

Komunikasi Lintas/Antarbudaya (Cross Cultural Communication) tidak banyak yang tahu tentang konsentrasi ini selain mahasiswa Jurusan ilmu komunikasi, Universitas Nusa Cendana (Undana).   Ya, memang di Kupang ada dua jurusan ilmu komunikasi, satunya di Undana dan lainnya di universitas Widya Mandira (Unwira). Untuk wilayah Nusa Tenggara Timur, Ilmu komunikasi lebih banyak dikenal melalui konsentrasi Jurnalistik dan Hubungan Masyarakat, maka tidak mengherankan ketika mencari kerja anak KAB (sebutan untuk mahasiswa konsentrasi antarbudaya) sering ditanya-tanya tentang  konsentrasinya oleh para pencari tenaga kerja. Pernah saya ditanyai tentang konsentrasi antarbudaya, belum sempat saya jawab, sudah bergulir saja kalimat “ Oh… jadi nanti kalian belajar bahasa daerah dari berbagai daerah di NTT? ” atau “ Bahasa daerah apa yang sudah kalian kuasai? ”   (pertanyaan ke-2 itu yang paling menjengkelkan).  Alih-alih paham, justru konsentrasi Komunikasi Antarbudaya disalah artikan kajia

Tak Ada Makan Siang Gratis Dalam Mencapai Kemajuan Negara

  Sumber : Kemeperkraf Indonesia        Beberapa waktu yang lalu saya mengerjakan sebuah tugas ujian akhir semester, ada pertanyaan yang menarik tentang relasi konsep kepemimpinan otoriter dan kemajuan suatu negara. Diambilah contoh Singapura, Korea Selatan dan Taiwan sebagai negara pembanding untuk membuktikan kepemimpinan otoriter turut serta dalam kemajuan suatu negara. Di Indonesia, mungkin diambil contoh pada masa orde baru, di mana Indonesia seketika berubah dari negara miskin menjadi negara yang memiliki power di Asia bahkan dijuluki sebagai Macan Asia di bawah kepemimpinan otoriter.      Jika dilihat secara umum, memang ada benarnya karena perencanaan dan pengawasan yang lebih terpusat. Sistem otoriter membuat segala keputusan dapat diambil dengan cepat tanpa harus membuang waktu dan uang hanya untuk duduk berdiskusi di dalam parlemen. Jika dicari kesamaan dari Singapura, Korea Selatan dan Taiwan, mereka memang berubah menjadi negara maju terkhususnya dalam bidang ekonomi setel

Darurat Dialektika dan Drakor

Seorang teman menyarankan saya untuk menonton Video tanya jawab Rocky Gerung dengan anak-anak muda perihal dinamika politik yang dibalut atau dibenarkan melalui pertanyaan-pertanyaan di dunia teknologi yang bagi saya tidak terlalu menarik. Dari kalimat “Lu kan suka sejarah” membuat saya tertantang mengingat Rocky Gerung pernah menemui moment “diam” sejenak saat pernyataannya disanggah oleh Sujiwo Tejo mengenai kekayaan kosakata bahasa Indonesia. Sejarah... Apa yang saya temukan selain ide tentang masa depan Demokrasi Indonesia, kemanusiaan dan sebagainya dengan melalui sudut pandang Filsuf Yunani. “ Rocky Gerung : Alasan Kita Darurat Dialektika” Sebuah judul yang menghantarkan ingatan saya ketika masih berstatus mahasiswa, ada seorang dosen mata kuliah kewirausahaan yang tersinggung saat teman saya mempertanyakan materi kuliah yang tak sesuai dengan kenyataan yang dia temui ketika berdagang bersama orang tuanya. Pertanyaan itu akhirnya membuat teman saya mendapatkan nilai D karena dian