Skip to main content

Budaya yang Menentukan Definisi Cantik


Sumber : Kompas.com

 
"Kau tahu:
Kecantikan seorang wanita bukanlah dari pakaian yang dikenakannya, sosok yang ia tampilkan, atau bagaimana ia menyisir rambutnya."

"Kecantikan seorang wanita harus dilihat dari matanya, karena itulah pintu
hatinya - tempat dimana cinta itu ada."
(Khalil Gibran – Kecantikan Wanita yang Hakiki)

Ketika mendengarkan kata “cantik” maka kita akan membayangkan tentang kulit yang putih, bibir merah merona nan tipis, mata yang bulat, hidung yang mancung, rambut yang terurai bak benang sutera, dan postur yang langsing. Jika anda menetapkan itu sebagai standar kecantikan maka, selamat! Anda tidak sendiri, karena hampir semua orang di dunia menetapkan kecantikan dengan ciri-ciri tersebut. Walaupun ada beberapa orang atau masyarakat yang memiliki standar kecantikan yang berbeda.
Tak hanya di dalam kehidupan nyata, di dalam dunia periklanan pun memiliki standar kecantikannya masing-masing. Tetapi bermuara pada konsep yang sama pula. Kita berbicara saja tentang standar kecantikan orang Indonesia yang rata-rata memiliki standar kecantikan yang sudah saya sebutkan di awal. Iklan produk-produk kecantikan Indonesia pun hanya menyajikan produk pemutih kulit dan model iklannya tentu berkulit putih atau sekurang-kurangnya kuning langset. Maka jangan kaget jika hampir semua wanita Indonesia (sebagian tetap percaya diri dengan warna kulitnya) berlomba-lomba menjadi putih, dari sabang sampai merauke membeli produk pemutih kulit hanya untuk terlihat cantik. Setelah kecantikan kulit sudah terselesaikan maka kecantikan rambut mulai dikejar oleh mereka. Sekali lagi, beberapa diantara mereka yang berambut keriting akan berusaha meluruskan rambutnya agar terlihat memenuhi standar kecantikan tersebut, termasuk saya sendiri. Iklan-iklan sampo kebanyakan menampilkan wanita-wanita dengan rambut panjang nan lurus (kecuali iklan sampo dove).
Pernah sekali saya berbelanja di sebuah swalayan, di saat saya sedang memilih barang ingin saya beli tiba-tiba seorang sales kosmetik menawarkan produk kosmetik kepada saya. Berikut percakapan saya dengan sales (seingat saya) :
Sales : Permisi kak. Kakak mau tidak wajah kakak putih bersinar tanpa bekas jerawat?
Saya : (terdiam, kemudian memberikan sedikit gelengan kepala)
Sales : Dijamin kak, tidak menimbulkan efek samping, Dalam waktu 3 minggu wajah kakak sudah putih cerah (sambil memegang sabun kecantikan yang akan dia jual)
Saya : Tidak usah kak. Saya sudah pakai produk yang lain, nanti kalau diganti takutnya akan merusak wajah saya (saya memberikan dalih, kemudian kegiatan belanja saya)
Pada satu titik, saya berpikir apakah standar kecantikan itu mutlak? Apakah iklan menentukan standar kecantikan dalam masyarakat? Ternyata tidak, kecantikan itu ditentukan oleh budaya. Lalu bagaimana jika ada dua atau lebih budaya yang berbeda dalam masyarakat, apakah akan dipakai semua standar kecantikan tersebut? Tidak juga, hanya ada satu budaya yang menentukan standar kecantikan tersebut, dan budaya itu biasanya budaya mayoritas (bukan tentang kuantitas masyarakat budaya) yang menguasai media informasi dan komunikasi (iklan). Kecantikan yang dibentuk oleh budaya, tak jarang menjadi standar yang diakui oleh semua masyarakatnya. Berhubung standar kecantikan di Indonesia sudah jelas, maka saya akan berbagi informasi tentang standar kecantikan dari berbagai negara, yang mungkin membuat anda terheran-heran atau bisa saja menegaskan bahwa anda tak selalu “cantik” atau “tak cantik” di dunia ini :

 1.      Australia
Kecantikan wanita di negeri kangguru dinilai berdasarkan warna kulit yang hangat serta rambut cokelat berkilau. Meski sebagian besar mereka terlahir dengan kulit putih, namun wanita dengan tone kulit kecokelatan dianggap lebih menarik, seksi, dan tampak sehat. Tak heran jika di wanita-wanita Australia sangat memanfaatkan musim panas untuk sun bathing. Beda banget ya dari kebiasaan kita di Indonesia yang kerap parno kalau lihat matahari terang benderang.

2.      Jerman
Produk Cream whitening laris manis di Indonesia. Apalagi jika dilengkapi formula yang terbukti bisa menghilangkan bintik-bintik hitam (freckles) di wajah. Sebab, rata-rata wanita Indonesia mendambakan wajah putih mulus bagai porselen. Hal semacam itu tidak berlaku di Jerman. Wanita dengan freckles di wajah justru akan dianggap paling cantik karena menunjukkan kesan natural. Tak ayal, para Make Up Artist  di sana kerap merekayasa wajah perempuan yang kelewat mulus dengan menambahkan aksen bintik-bintik palsu di sekitar wajah.

3.      Jepang
Secara lahiriah wanita asli Jepang membawa gen kulit putih pucat seperti beras. Akan tetapi, standar cantik bagi mereka bukan hanya dinilai berdasarkan warna kulit. Melainkan dari bentuk kaki, kontur wajah, serta struktur gigi juga. Bagi orang Jepang, wanita cantik itu adalah mereka yang memiliki kontur wajah kecil/sempit, kaki jenjang, serta gigi gingsul (yaeba). Wanita bergigi gingsul terlihat lebih menawan dan terkesan imut-imut. Tak heran jika beberapa tahun terakhir tren yaeba marak di Jepang. Klinik-klinik perawatan gigi dibanjiri  permintaan pembuatan gigi gingsul palsu oleh wanita-wanita Jepang, terutama para remaja.

4.      Cina
Bangsa Cina identik dengan bentuk matanya yang sipit. Namun bagi sebagian besar mereka, wanita tergolong cantik apabila memiliki bentuk mata bulat dan punya double eyelid. Selain itu, mereka sangat menyanjung wanita-wanita Cina yang bertungkai ramping serta kaki kecil.
Berbicara soal kaki kecil, bangsa China menerapkan sebuah tradisi khusus mengecilkan kaki atau yang dikenal dengan istilah Chinese Foot Binding sejak zaman Dinasti Tang (618-907).  
Metode ini dilakukan dengan cara membebat kaki anak perempuan dengan kain panjang sampai jari-jari kaki mereka tertekuk. Semakin lama lilitan kain tersebut semakin dikencangkan hingga kaki melengkung menyerupai bulan sabit. Di zaman itu, semakin kecil kaki wanita akan terlihat semakin indah.  Seiring berjalan waktu tradisi Chinese Foot Binding ditentang keras oleh bangsa Cina modren karena dianggap sebagai suatu ambisi keliru yang mengandung unsur penyiksaan. Terbukti, banyak anak-anak perempuan yang menjadi cacat setelahnya.
Meski tradisi Chinese Foot Binding telah ditinggalkan, namun pandangan bangsa Cina terhadap wanita-wanita berkaki kecil belum berubah. 

5.      Perancis
Perancis merupakan kiblat fashion dunia dan pusat para model-model cantik. Sebut saja di antaranya seperti Eva Green, Constance Jablonski, dan Laetitia Casta. Hebatnya, standar cantik di Perancis cukup sederhana yakni wanita-wanita yang berani tampil dengan wajah naked alias polos tanpa polesan make up. Semakin natural, semakin kuat pesona yang mereka tebar. Satu hal lagi, di sini arti cantik mengarah pada bentuk tubuh yang tinggi semampai, payudara kecil, juga bokong yang tidak terlalu menonjol.  Itu sebabnya banyak wanita Perancis yang gila diet demi mendapatkan tubuh seramping-rampingnya ala model catwalk. Sampai-sampai 90% dari jumlah keseluruhan penderita anorexia nervosa di Perancis dialami oleh kaum wanita.
Tingginya tingkat penderita Anorexia Nervosa pada wanita di Perancis membuat pemerintah setempat mengeluarkan kebijakan berupa larangan mempublikasikan model-model berukuran over slim dan memberikan terapi  pada wanita-wanita dengan berat badan di bawah standar Indeks Massa Tubuh normal.

6.      Mauritania
Negara-negara di benua hitam, Afrika, memandang kecantikan wanita dari sisi yang bertolak belakang dengan kebanyakan negara-negara lain. Di Mauritania wanita gemuk lebih disukai daripada yang berbadan kurus. Bagi mereka, gemuk bukan hanya lambang kecantikan, tapi juga lambang kekuatan, kesehatan, dan kebahagiaan dari seorang wanita. Atas alasan tersebut, tradisi menggemukkan badan sudah dimulai sejak usia anak-anak. Para orang tua akan memberikan makanan lebih banyak pada anak perempuan agar tubuhnya lekas gemuk.
7.      India
Standar kecantikan wanita di India terletak pada keindahan rambut. Semakin panjang dan hitam rambut seorang wanita, maka semakin cantiklah dia dipandang. Karena itu, jarang kita lihat wanita India berambut pendek. Meski wanita-wanita di sana mempertahankan rambut panjang, namun mereka tak terlepas dari pengaruh budaya luar. Sehingga sebagian wanita berani mengubah tampilan warna rambut mereka menjadi kecokelatan atau burgundy.
8.      Suku Mursi – Ethiopia
Umumnya, wanita suku Mursi identik dengan bibir mereka yang unik. Namun, ternyata ada hal lain yang bikin mereka tambah cantik. Misalnya saja dengan hiasan tanduk di kepala mereka. Hiasan ini awalnya sebagai lambang untuk membebaskan perbudakan di kalangan wanita. Tapi siapa sangka sekarang malah menjadi standar kecantikan wanita disana.
9.      Suku Yanomami – Brazil
Suku Yanomami adalah penduduk asli hutan hujan di daerah Amerika Selatan. Umumnya, penduduk Suku Yanomami adalah penduduk yang paling terancam hidupnya dikarenakan pemerintahan Brazil tidak dapat melindungi mereka dari penyusup dan penyakit. Namun, siapa sangka ternyata Suku Yanomami memiliki standar kecantikan yang unik. Lihat saja dari cara mereka menancapkan beberapa batang kayu di sekitar mulutnya. Beberapa antropolog menyatakan itu sebagai salah satu sifat dekoratif serta tanda seseorang telah beranjak dewasa.

10.  Suku Lahui – Vietnam
Kebanyakan dari kita pasti menghabiskan waktu paling nggak dua kali sehari untuk menggosok gigi. Namun, lain halnya dengan Suku Lahui yang satu ini. mereka rela melukis giginya menjadi hitam agar terlihat lebih menarik dan untuk melambangkan kesiapan mereka untuk menikah.


Satu penyesalan saya bahwa sejak kecil saya harus terpenjara oleh kecantikan yang jauh berbeda dari kepribadian saya dan tak jarang membuat saya menjadi lebih buruk, karena mengejar standar kecantikan bikinan iklan sampo dan sabun wajah.
(Hari ini) tidak semua wanita yang menyadari arti kecantikan yang sebenarnya.


Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Konsentrasi Komunikasi Antar Budaya, ada?

Komunikasi Lintas/Antarbudaya (Cross Cultural Communication) tidak banyak yang tahu tentang konsentrasi ini selain mahasiswa Jurusan ilmu komunikasi, Universitas Nusa Cendana (Undana).   Ya, memang di Kupang ada dua jurusan ilmu komunikasi, satunya di Undana dan lainnya di universitas Widya Mandira (Unwira). Untuk wilayah Nusa Tenggara Timur, Ilmu komunikasi lebih banyak dikenal melalui konsentrasi Jurnalistik dan Hubungan Masyarakat, maka tidak mengherankan ketika mencari kerja anak KAB (sebutan untuk mahasiswa konsentrasi antarbudaya) sering ditanya-tanya tentang  konsentrasinya oleh para pencari tenaga kerja. Pernah saya ditanyai tentang konsentrasi antarbudaya, belum sempat saya jawab, sudah bergulir saja kalimat “ Oh… jadi nanti kalian belajar bahasa daerah dari berbagai daerah di NTT? ” atau “ Bahasa daerah apa yang sudah kalian kuasai? ”   (pertanyaan ke-2 itu yang paling menjengkelkan).  Alih-alih paham, justru konsentrasi Komunikasi Antarbudaya disalah artikan kajia

Tak Ada Makan Siang Gratis Dalam Mencapai Kemajuan Negara

  Sumber : Kemeperkraf Indonesia        Beberapa waktu yang lalu saya mengerjakan sebuah tugas ujian akhir semester, ada pertanyaan yang menarik tentang relasi konsep kepemimpinan otoriter dan kemajuan suatu negara. Diambilah contoh Singapura, Korea Selatan dan Taiwan sebagai negara pembanding untuk membuktikan kepemimpinan otoriter turut serta dalam kemajuan suatu negara. Di Indonesia, mungkin diambil contoh pada masa orde baru, di mana Indonesia seketika berubah dari negara miskin menjadi negara yang memiliki power di Asia bahkan dijuluki sebagai Macan Asia di bawah kepemimpinan otoriter.      Jika dilihat secara umum, memang ada benarnya karena perencanaan dan pengawasan yang lebih terpusat. Sistem otoriter membuat segala keputusan dapat diambil dengan cepat tanpa harus membuang waktu dan uang hanya untuk duduk berdiskusi di dalam parlemen. Jika dicari kesamaan dari Singapura, Korea Selatan dan Taiwan, mereka memang berubah menjadi negara maju terkhususnya dalam bidang ekonomi setel

Darurat Dialektika dan Drakor

Seorang teman menyarankan saya untuk menonton Video tanya jawab Rocky Gerung dengan anak-anak muda perihal dinamika politik yang dibalut atau dibenarkan melalui pertanyaan-pertanyaan di dunia teknologi yang bagi saya tidak terlalu menarik. Dari kalimat “Lu kan suka sejarah” membuat saya tertantang mengingat Rocky Gerung pernah menemui moment “diam” sejenak saat pernyataannya disanggah oleh Sujiwo Tejo mengenai kekayaan kosakata bahasa Indonesia. Sejarah... Apa yang saya temukan selain ide tentang masa depan Demokrasi Indonesia, kemanusiaan dan sebagainya dengan melalui sudut pandang Filsuf Yunani. “ Rocky Gerung : Alasan Kita Darurat Dialektika” Sebuah judul yang menghantarkan ingatan saya ketika masih berstatus mahasiswa, ada seorang dosen mata kuliah kewirausahaan yang tersinggung saat teman saya mempertanyakan materi kuliah yang tak sesuai dengan kenyataan yang dia temui ketika berdagang bersama orang tuanya. Pertanyaan itu akhirnya membuat teman saya mendapatkan nilai D karena dian