Skip to main content

KEMALANGAN SEORANG WANITA


Ada seorang remaja putri, dia seorang anak yatim. Bersama ibu dan saudarinya, mereka membesarkan dan merawat adik laki-lakinya. Remaja putri itu memilih merantau ke kota untuk bersekolah. Sekolah guru dipilihnya, untuk melanjutkan profesi ayahnya yang seorang guru. Dia adalah orang yang sangat keras kepala. Prinsipnya tak jarang membuat dia harus berperang dengan kebutuhannya sendiri. Setelah lulus dan menjadi seorang pegawai negeri, dia selalu berusaha menyanggupi kebutuhan keluarga. Tak peduli dengan dirinya sendiri. Dia menghabiskan waktunya yang cukup lama untuk membiayai sekolah adik bungsunya. Si adik akan melanjutkan sekolah ke luar provinsi, dan dia mendukungnya. Tak peduli jika nanti ia akan menyerahkan seluruh gajinya sebagai seorang guru di daerah terpencil kepada adiknya. Tak jarang juga beras dia kirim, entah untuk siapa dan untuk apa. Dia terlalu banyak berusaha membahagiakan keluarganya, dan sayangnya dia terlalu bangga akan hal itu. Dia lupa bahwa setelah membahagiakan keluarga, dia juga harus membahagiakan dirinya. Si adik akhirnya lulus dan meraih gelar sarjana, wanita itu pun berpikir untuk mulai mencari pasangan hidup di usia yang hampir menginjak kepala empat, usia yang cukup beresiko untuk seorang wanita memulai membina rumah tangga. Sekali lagi dia hanya memikirkan tentang keluarganya bahkan saat mencari pasangan hidupnya.
Ketika memacari seorang pria yang baik dan mapan, dia berharap agar pria itu tidak hanya mencintainya tetapi memiliki kepedulian tinggi terhadap keluarga calon istrinya. Sayang disayang, kepedulian itu dia ukur dari sebungkus rokok yang tidak dibawa oleh sang pacar ke rumah pamannya, alangkah lucunya penilaian itu. Wanita itu mengakhiri hubungan dengan pacarnya yang mapan. Dia kemudian mencari yang pasangan lain yang dianggap akan memperdulikan keluarga wanita tersebut. Wanita itu akhirnya menemukan seorang  pria yang dianggap memenuhi kriterianya, tanpa memperdulikan kehidupan pribadi pria tersebut yang sering menghambur-hamburkan uang, wanita itu mulai memantapkan hatinya untuk membangun rumah tangga yang dia idam-idamkan. Bahkan mungkin Tuhan sudah menegurnya untuk tidak memilih pria itu, melalui pertentangan-pertentangan keluarga. Ibunya tak menaruh simpati terhadap calon suami, bahkan tahu bahwa anaknya perempuannya akan mengalami penderitaan jika diperistri oleh pria tersebut. Tetapi wanita itu menutup telinganya mendengar saran dan larangan sang ibu, bahkan wanita tersebut mengatakan ibunya tidak tahu apa-apa tentang memilih pria yang mapan dan mempedulikan keluarga. Dia tidak paham tentang maksud ibunya sendiri, yang menginginkan dia mendapatkan pasangan yang benar-benar menyanyangi dan menghargai dirinya sebagai seorang istri, tidak peduli jika dia tidak memperhatikan keluarga anaknya, asalkan anaknya bahagia (Itulah yang selalu dipikirkan seorang ibu, kebahagiaan anaknya dan bukan keluarga besar)
Setelah menikah, apa wanita mendapatkan kenyataan pahit, bahwa benar perkiraan ibunya. Suaminya bukan orang yang bisa diajak untuk berumah tangga. Malu dengan ibunya sendiri, dia memutuskan untuk terus melanjutkan rumah tangga yang sebenarnya bukan rumah tangga. Suami berlaku seperti tak punya beban banyak untuk menafkahi anak-istrinya karena istrinya sendiri adalah seorang pegawai negeri. Tak peduli jika beras mereka habis, karena toh istrinya yang mengatur. Bahkan tak jarang dia harus meminjam beras kepada tetangganya (Seperti rumah tangga orang yang tak bekerja). Tak dibaginya dengan keluarga sendiri rasa malu itu, adik yang dia sekolahkan pun tak pernah tahu kemalangan sang kakak karena disimpan sendiri.
Namun jauh sebelum itu, dia sudah memiliki firasat bahwa dia akan mengalami kehidupan yang penuh ironi melalui kelahiran anak pertamanya. Sang suami tak disampingnya saat dia berjuang hidup dan mati. Selain itu, saat anaknya sakit, suaminya lari dan meninggalkan istrinya yang harus menanggung malu karena tidak memiliki uang untuk melunasi biaya pengobatan (gaji sang istri ditahan karena tidak mengajar selama 2 bulan). Agar bisa diizinkan pulang sang istri, merelakan semua bajunya ditahan sebagai jaminan rumah sakit. Dia hanya membawa pulang anak pertamanya dan termos kecil yang dia pinjam dari pamannya dengan berjalan kaki dan tanpa sepeser uang pun. Sambil menenteng termos dan menggendong bayinya, dia tahu bahwa dirinya akan bersahabat dengan kemalangan dan rasa malu sepanjang hidup.




Masa mudanya dihabiskan untuk kerja keras demi kebanggaan, di masa tuanya dia masih bekerja keras dan menanggung banyak kemalangan dan rasa malu

Comments

Popular posts from this blog

Konsentrasi Komunikasi Antar Budaya, ada?

Komunikasi Lintas/Antarbudaya (Cross Cultural Communication) tidak banyak yang tahu tentang konsentrasi ini selain mahasiswa Jurusan ilmu komunikasi, Universitas Nusa Cendana (Undana).   Ya, memang di Kupang ada dua jurusan ilmu komunikasi, satunya di Undana dan lainnya di universitas Widya Mandira (Unwira). Untuk wilayah Nusa Tenggara Timur, Ilmu komunikasi lebih banyak dikenal melalui konsentrasi Jurnalistik dan Hubungan Masyarakat, maka tidak mengherankan ketika mencari kerja anak KAB (sebutan untuk mahasiswa konsentrasi antarbudaya) sering ditanya-tanya tentang  konsentrasinya oleh para pencari tenaga kerja. Pernah saya ditanyai tentang konsentrasi antarbudaya, belum sempat saya jawab, sudah bergulir saja kalimat “ Oh… jadi nanti kalian belajar bahasa daerah dari berbagai daerah di NTT? ” atau “ Bahasa daerah apa yang sudah kalian kuasai? ”   (pertanyaan ke-2 itu yang paling menjengkelkan).  Alih-alih paham, justru konsentrasi Komunikasi Antarbudaya disalah artikan kajia

Tak Ada Makan Siang Gratis Dalam Mencapai Kemajuan Negara

  Sumber : Kemeperkraf Indonesia        Beberapa waktu yang lalu saya mengerjakan sebuah tugas ujian akhir semester, ada pertanyaan yang menarik tentang relasi konsep kepemimpinan otoriter dan kemajuan suatu negara. Diambilah contoh Singapura, Korea Selatan dan Taiwan sebagai negara pembanding untuk membuktikan kepemimpinan otoriter turut serta dalam kemajuan suatu negara. Di Indonesia, mungkin diambil contoh pada masa orde baru, di mana Indonesia seketika berubah dari negara miskin menjadi negara yang memiliki power di Asia bahkan dijuluki sebagai Macan Asia di bawah kepemimpinan otoriter.      Jika dilihat secara umum, memang ada benarnya karena perencanaan dan pengawasan yang lebih terpusat. Sistem otoriter membuat segala keputusan dapat diambil dengan cepat tanpa harus membuang waktu dan uang hanya untuk duduk berdiskusi di dalam parlemen. Jika dicari kesamaan dari Singapura, Korea Selatan dan Taiwan, mereka memang berubah menjadi negara maju terkhususnya dalam bidang ekonomi setel

Darurat Dialektika dan Drakor

Seorang teman menyarankan saya untuk menonton Video tanya jawab Rocky Gerung dengan anak-anak muda perihal dinamika politik yang dibalut atau dibenarkan melalui pertanyaan-pertanyaan di dunia teknologi yang bagi saya tidak terlalu menarik. Dari kalimat “Lu kan suka sejarah” membuat saya tertantang mengingat Rocky Gerung pernah menemui moment “diam” sejenak saat pernyataannya disanggah oleh Sujiwo Tejo mengenai kekayaan kosakata bahasa Indonesia. Sejarah... Apa yang saya temukan selain ide tentang masa depan Demokrasi Indonesia, kemanusiaan dan sebagainya dengan melalui sudut pandang Filsuf Yunani. “ Rocky Gerung : Alasan Kita Darurat Dialektika” Sebuah judul yang menghantarkan ingatan saya ketika masih berstatus mahasiswa, ada seorang dosen mata kuliah kewirausahaan yang tersinggung saat teman saya mempertanyakan materi kuliah yang tak sesuai dengan kenyataan yang dia temui ketika berdagang bersama orang tuanya. Pertanyaan itu akhirnya membuat teman saya mendapatkan nilai D karena dian