Thursday, April 4, 2019

KETIKA RAKYAT (kena) PILEG


17 April 2019, merupakan salah satu tanggal bersejarah dalam pemilihan umum presiden dan legislatif. Diakui ini merupakan pemilihan terbesar sejak Pemilu Legislatif Indonesia Tahun 1955. Hanya saja, tidak begitu ‘adil’ dalam pemilihan legislatif. Jika beberapa orang menganggap pemilihan presiden dan wakil presiden itu lebih penting maka menurut saya, itu menggelikan. Pemilihan legislatif justru mempunyai peran penting dalam menyokong pemerintah terutama pemerintah daerah. Pemerintah pusat (katakanlah presiden) tidak akan memberikan keputusan-keputusan secara langsung kepada daerah, kecuali dalam kondisi darurat. Jujur saya tidak begitu mengenal calon aggota legislatif karena tertutup oleh euphoria debat pilpres. Saya pun tidak pernah mendengarkan adanya debat legislatif di mana setiap orang bisa menentukan manakah yang terbaik untuk mewakili suara mereka di gedung DPR/DPD/DPRD. Hanya melalui merekalah, kita dapat mengawasi jalannya pemerintahan daerah dan pemerintah pusat. Marilah kita jujur, bahwa pemerintah pusat tidak akan begitu memperhatikan keluhan daerah-daerah kecil jika tanpa campur tangan anggota legislatif, merekalah yang memberikan saran, kritik bahkan tekanan agar daerah yang mereka wakili juga mendapatkan perhatian dari pemerintah pusat. Kita juga tak bisa menyalah pemerintah pusat karena negara ini cukup luas, sehingga butuh kerjasama dari berbagai pihak, dan disitulah peran legislatif.
Saya pernah mengikuti launching buku dari seorang anggota DPR RI (dari partai oposisi), dia mengatakan bahwa tidak mungkin pemerintah pusat dapat menangani semua kebutuhan masyarakat  jika anggota DPR/DPD tidak aktif dalam melakukan tugasnya. Tidak juga mungkin pemerintah daerah bisa menjalankan amanat dari pemerintah pusat atau melakukan tugas mereka jika tidak diawasi oleh DPRD. Begitu pentingnya peran legislatif sehingga tidak boleh dianggap sepele pemilihan legislatif.
Kita bermain hitungan saja, 1 rancangan presiden melawan 560 suara di DPR, menurut anda bagaimana?  Anda pasti tahu bahwa Presiden pun bisa mendapatkan tekanan dari DPR jika apa yang diusulkan tidak sesuai dengan pandangan DPR. Bukan berarti saya mengecilkan kekuasaan Presiden, tetapi negara ini merupakan negara demokratis, di mana setiap keputusan didasarkan pada suara terbanyak. DPR dikatakan sebagai perwakilan rakyat yang mewakili suara rakyat. Tetapi akhir-akhir ini banyak pendapat DPR yang tidak sejalan dengan opini masyarakat, jika keputusan presiden banyak mendapatkan penolakan dari rakyat mungkin masih bisa diterima logikanya, tetapi jika rancangan yang diajukan DPR ditolak oleh rakyat maka itu menjadi tanda tanya besar tentang keterwakilan rakyat. Apalagi lagi kalau pemerintah dan DPR/DPD/DPRD tidak akur bahkan saling mempersalahkan satu sama lain tanpa solusi, maka jadi apa negara ini?
Sungguh malang, jika rakyat tidak mengenal bahkan mengetahui siapa yang akan menjadi wakil mereka di gedung DPR/DPD/DPRD. Kalau pun mereka tahu atau mengenalnya, toh mereka juga tidak mengetahui visi dan misi calon anggota legislatif pilihan mereka. Apalagi jika calon anggota legislatif tak juga mengenal rakyat yang mereka wakili. Rakyat sudah mengabaikan sila ke-4 dari Pancasila. Negara? Saya tidak tahu bagaimana negara menanggapi kebutaan rakyat terhadap sila ke-4 dari Pancasila (Kerakyatan  yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan)

No comments:

Post a Comment

Ketika “Tidak ada Masalah" Terdengar Lebih Keras dari "Maaf, Ada yang Salah"

  Beberapa minggu terakhir masyarakat Indonesia telah dikejutkan dengan kasus keracunan yang menimpa anak-anak sekolah setelah mengonsumsi M...