Skip to main content

HARTA, TAKHTA, dan SGM

Perancis kembali menggegerkan warga internasional, melalui pernyataan Emmanuel Macron yang dinilai menghina umat Muslim. Pernyataan ini berawal dari kasus pembunuhan yang dilakukan oleh seorang pelajar kepada gurunya yang dianggap telah menghina Nabi Muhammad SAW melalui pembuatan karikatur sang Nabi. Diakui bahwa umat muslim tidak mungkin berkompromi dengan penghinaan seperti itu, karena merupakan tindakan penghujatan terhadap Nabi yang merupakan utusan Tuhan. Tetapi sayangnya, hal ini terbentur oleh sekularisme Perancis yang menjunjung tinggi kebebasan berpendapat. Untuk Negara-negara di benua Asia, kebebasan semacam itu bukanlah sesuatu yang dipandang baik, terutama umat Muslim. Kebebasan yang sebebas-bebasnya justru akan memicu konflik antar kelompok jika tidak ada batasan. 

Gelombang protes terhadap pernyataan Macron mengalir dari berbagai negara di dunia, terutama negara dengan penduduk muslim mayoritas seperti Timur Tengah, Indonesia, Pakistan, dam lain-lain. Sebagai bentuk kekecewaan terhadap pernyataan Macron, beberapa gerakan Boikot terhadap produk Perancis mulai dilakukan. Kemarin saya melihat sebuah postingan yang dipos oleh akun Instagram @lambeturah yang menampilkan sebuah rak di minimarket yang penuh dengan produk-produk Perancis atau produk Indonesia tetapi sahamnya banyak dimiliki perusahaan Perancis, seperti Aqua. Produk-produk tersebut kemudian ditutupi plastik yang bertuliskan "BOIKOT". Saya merasa tidak masalah jika itu sebagai bentuk protes, tetapi kemudian mata saya terfokus pada susu formula merek SGM yang turut dimasukkan pada daftar boikot. Saya yang merasa tidak terpengaruh dengan aksi tersebut kemudian merasa dirugikan (padahal saya belum memiliki anak). Mengapa demikian, karena susu formula merek SGM itu merupakan susu yang biasanya saya minum sewaktu berusia 2-5 tahun. Saya ingat bahwa saya tidak bisa meminum susu formula seperti Dancow karena tidak cocok. Dalam pikiran saya, bisa saja ada adik-adik batita dan balita yang tidak bisa meminum susu formula merek lain, kecuali SGM. Saya pun merasa bahwa aksi boikot secara menyeluruh ini pada akhirnya mengorbankan satu pihak, yaitu anak-anak yang masih membutuhkan susu formula. 

Mungkin anda akan mengatakan bahwa susu formula bisa digantikan dengan Air susu ibu (ASI), tetapi kita tahu bahwa tidak semua ibu/mama dapat mengeluarkan ASI untuk memenuhi kebutuhan anaknya. Selain itu, ada beberapa bayi yang tidak cocok dengan merek susu formula tertentu, bisa saja mereka hanya cocok dengan susu SGM.
Kita bisa tidak mencuci muka menggunakan Garnier selama bertahun-tahun (kita bisa pakai citra & herborist) , kita bisa menggantikan Aqua dan Vit dengan Air yang dijerang. Tetapi tidak dengan kebutuhan si Anak. Sebaik-baiknya kekecewaan dan kemarahan, tidak boleh mengorbankan anak-anak. Jika memang kita ingin melakukannya, sebaiknya aksi boikot ini dikembalikan ke pribadi masing-masing, bukan pemboikotan secara menyeluruh tanpa memperhatikan dampaknya. 

Jika ingin melakukan boikot terhadap produk makanan maka kita pun harus menyediakan produk alternatif, seperti yang pernah dilakukan Jerman pada masa perang Dunia II yang memboikot Coca-cola (produk Amerika) lalu menggantikannya dengan Fanta agar aksi boikot tersebut tidak merugikan warga Jerman, ini juga merupakan pencegahan terhadap kemungkinan "senjata makan tuan" Pemerintahan Hitler. 
Mungkin lebih baik kita memboikot produk yang tidak berhubungan dengan kebutuhan primer. Kita bisa memboikot produk-produk tersier dari Perancis seperti tas, sepatu dan dompet atau apa pun yang berhubungan dengan kemewahan bukan kebutuhan primer. 
   

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Konsentrasi Komunikasi Antar Budaya, ada?

Komunikasi Lintas/Antarbudaya (Cross Cultural Communication) tidak banyak yang tahu tentang konsentrasi ini selain mahasiswa Jurusan ilmu komunikasi, Universitas Nusa Cendana (Undana).   Ya, memang di Kupang ada dua jurusan ilmu komunikasi, satunya di Undana dan lainnya di universitas Widya Mandira (Unwira). Untuk wilayah Nusa Tenggara Timur, Ilmu komunikasi lebih banyak dikenal melalui konsentrasi Jurnalistik dan Hubungan Masyarakat, maka tidak mengherankan ketika mencari kerja anak KAB (sebutan untuk mahasiswa konsentrasi antarbudaya) sering ditanya-tanya tentang  konsentrasinya oleh para pencari tenaga kerja. Pernah saya ditanyai tentang konsentrasi antarbudaya, belum sempat saya jawab, sudah bergulir saja kalimat “ Oh… jadi nanti kalian belajar bahasa daerah dari berbagai daerah di NTT? ” atau “ Bahasa daerah apa yang sudah kalian kuasai? ”   (pertanyaan ke-2 itu yang paling menjengkelkan).  Alih-alih paham, justru konsentrasi Komunikasi Antarbudaya disalah artikan kajia

Tak Ada Makan Siang Gratis Dalam Mencapai Kemajuan Negara

  Sumber : Kemeperkraf Indonesia        Beberapa waktu yang lalu saya mengerjakan sebuah tugas ujian akhir semester, ada pertanyaan yang menarik tentang relasi konsep kepemimpinan otoriter dan kemajuan suatu negara. Diambilah contoh Singapura, Korea Selatan dan Taiwan sebagai negara pembanding untuk membuktikan kepemimpinan otoriter turut serta dalam kemajuan suatu negara. Di Indonesia, mungkin diambil contoh pada masa orde baru, di mana Indonesia seketika berubah dari negara miskin menjadi negara yang memiliki power di Asia bahkan dijuluki sebagai Macan Asia di bawah kepemimpinan otoriter.      Jika dilihat secara umum, memang ada benarnya karena perencanaan dan pengawasan yang lebih terpusat. Sistem otoriter membuat segala keputusan dapat diambil dengan cepat tanpa harus membuang waktu dan uang hanya untuk duduk berdiskusi di dalam parlemen. Jika dicari kesamaan dari Singapura, Korea Selatan dan Taiwan, mereka memang berubah menjadi negara maju terkhususnya dalam bidang ekonomi setel

Darurat Dialektika dan Drakor

Seorang teman menyarankan saya untuk menonton Video tanya jawab Rocky Gerung dengan anak-anak muda perihal dinamika politik yang dibalut atau dibenarkan melalui pertanyaan-pertanyaan di dunia teknologi yang bagi saya tidak terlalu menarik. Dari kalimat “Lu kan suka sejarah” membuat saya tertantang mengingat Rocky Gerung pernah menemui moment “diam” sejenak saat pernyataannya disanggah oleh Sujiwo Tejo mengenai kekayaan kosakata bahasa Indonesia. Sejarah... Apa yang saya temukan selain ide tentang masa depan Demokrasi Indonesia, kemanusiaan dan sebagainya dengan melalui sudut pandang Filsuf Yunani. “ Rocky Gerung : Alasan Kita Darurat Dialektika” Sebuah judul yang menghantarkan ingatan saya ketika masih berstatus mahasiswa, ada seorang dosen mata kuliah kewirausahaan yang tersinggung saat teman saya mempertanyakan materi kuliah yang tak sesuai dengan kenyataan yang dia temui ketika berdagang bersama orang tuanya. Pertanyaan itu akhirnya membuat teman saya mendapatkan nilai D karena dian