Sepertinya aura penolakan Omnibus Law belum juga hilang dari pemberitaan media massa, beberapa tokoh di luar pemerintah atau mungkin pernah berada di pemerintahan seperti sedang membentuk kubu pro dan kubu kontra dalam pandangan mereka tentang UU Cipta Kerja. Tetapi ada satu tokoh yang menarik perhatian saya sejak dia menjabat sebagai "orang pertama" di Tentara Nasional Indonesia. Saya akui beliau memiliki kharisma yang luar biasa sebagai seorang pemimpin di awal kepemimpinannya di TNI. Seperti kita ketahui bahwa kebanyakan Jenderal TNI jarang menyampaikan pendapat pribadinya secara terbuka di media massa tapi sewaktu masih Aktif di TNI, beliau secara terang-terangan menyampaikan kekhawatirannya tentang kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan secara berkala melakukan kunjungan ke Pesantren, Masjid dan Organisasi keagamaan lainnya. Mungkin ada benarnya juga mengingat sejarah antara Organisasi Islam dan PKI sering bertikai secara terbuka di masa Orde Lama, sehingga ini lebih seperti "Musuh dari musuhku adalah temanku" . Tidak ada yang salah dengan tindakan tersebut karena merupakan bukti bahwa TNI tetap menjaga ideologi Pancasila.
Namun ada satu ucapan beliau yang membuat saya terluka, karena itu seperti meniadakan perjuangan sebagian orang yang gugur dalam perjuangan kemerdekaan.Badan Keamanan Rakyat (BKR, cikal bakal TNI) menurut dia dilahirkan dari satu golongan saja, dan tanpa golongan tersebut tidak ada BKR. Bagaimana bisa seorang yang Saptamargais mengeluarkan pandangan seperti itu tanpa melepaskan seragamnya terlebih dahulu? Jika demikian adanya maka Indonesia hanyalah suatu negara yang berwilayahkan pulau Sumatera, Jawa, dan sebagian Kalimantan. Selain itu bukan Indonesia.
Tetapi saya lega, ternyata ada alasannya kenapa dia mengatakan hal seperti itu, ternyata beliau juga ingin berpolitik tapi tidak berani secara terang-terangan mengakuinya. Beliau mengikuti pola politik Presiden Joko Widodo pada waktu itu yang mendekati golongan mayoritas untuk menarik kekuatan politik. Hanya jika Presiden kita memiliki staf politik yang handal dan dapat memainkan lobby di belakang dapur tanpa tercium publik maka beliau melakukannya secara terang-terangan dan dapat menimbulkan sifat superioritas antar umat beragama. Beliau sama sekali tidak memberikan nilai penting perjuangan Indonesia yakni persatuan. Jika memang benar golongan minoritas tidak berjuang dalam kemerdekaan, mengapa mereka begitu berani menyatakan pisah dari Indonesia jika Sila pertama tidak diubah menjadi KETUHANAN YANG MAHA ESA? Jika mereka hanya duduk berpangku tangan tentunya golongan minoritas ini hanya duduk diam dan menerima Piagam Jakarta tanpa banyak "bacot". Tetapi nyatanya mereka berani bersuara karena merasa berhak mendapatkan keadilan dari hasil perjuangan mereka. Mengapa sulit sekali bagi seorang Jenderal seperti beliau untuk memahami gejolak politik tersebut di awal kemerdekaan dan tahu menjaga opininya ketika berseragam. Dan syukurlah beliau sudah menjadi Purnawirawan sehingga TNI tidak lagi diarahkan ke golongan tertentu. TNI timbul dan tenggelam bersama Rakyat bukan bersama golongan.
Memang benar kata Jenderal Besar Soedirman, TNI tak boleh berpolitik. TNI harus melebur dalam rakyat bukan golongan.
Comments
Post a Comment