Skip to main content

OMNIBUS LAW : JEBAKAN LITERASI DAN OPINI

Sudah lebih dari seminggu masyarakat Indonesia memperbincangkan Undang-undang Cipta Kerja a.k.a Omnibus Law. Ribuan demonstran turun ke jalan untuk menyuarakan aspirasi penolakan terhadap pemberlakuan Omnibuslaw, mulai dari perwakilan buruh pekerja, mahasiswa, hingga pelajar Sekolah Menengah Kejuruan. Pemerintah dan badan legislatif sepertinya tetap kukuh mengesahkan undang-undang cipta kerja dengan dalih bahwa Indonesia merupakan salah satu negara minim investor karena terlalu berbelit-belit dalam birokrasi. Suara para demonstran tidak lagi penting bagi pemerintah, dengan alasan bahwa aksi demonstrasi ini sudah ditunggangi kepentingan tertentu, katanya kepentingan politik dari oposisi (secara tersirat). Ditambah lagi ada kejadian ditemukannya ambulan pembawa batu dalam demo tolak UU cipta kerja, yang belum diketahui siapa pemiliknya. Menurut saya jika pelakunya sama seperti waktu demo besar sebelumnya maka orang yang merencanakan "chaos" tersebut cukup bodoh atau memang ingin ditangkap untuk menambah sedikit cerita di dalam demonstrasi, kalian tentu sudah melihat aksi kejar-kejaran antara mobil ambulans tersebut dengan aparat kepolisian, sudah seperti film-film konspirasi Hollywood saja. 

Belum lagi ditangkapnya anggota KAMI dengan tuduhan penghasutan masyarakat dan penghinaan terhadap pemerintah. Entah benar atau tidak, opini tidak diterima oleh negara demokrasi, saya tidak tahu demokrasi Indonesia sebenarnya mengarah ke arah mana, Demokrasi Pancasila atau Demokrasi Liberal. Semua orang yang pernah mendapatkan mata kuliah pendidikan Pancasila pasti sering diingatkan oleh dosen bahwa Pancasila tidak sama dengan Liberal, jika kita memaksakannya maka rontoklah sila pertama, di mana setiap warga negara wajib memiliki keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa (termasuk aliran keyakinan tradisional) sedangkan liberal membebaskan warganya untuk memilih menjadi Ateis atau Teis (fyi : ajaran liberal yang satu ini mirip dengan komunis versi Lenin tentang hak beragama). Nah dari sini kita tahu bahwa ada negara kita telah memiliki Bilideology atau dua Ideologi dalam menjalankan praktik ekonomi jika menerapkan Omnibuslaw, seperti People Republic Of Tiongkok, yang menganut dua atau tiga ideologi untuk menghidupi negaranya.

Menurut opini saya yang tidak begitu menarik : Berbelitnya peraturan perizinan investasi dikarenakan negara ini menganut Ideologi pancasila, yang mengharuskan pembangunan dapat menjamin keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dan bukan hanya menguntungkan pihak pemilik modal. Nilai Pancasila yang terlalu berorientasi terhadap rakyat menengah ke bawah pada akhirnya dinilai oleh para investor yang kebanyakan berasal dari negara liberal akan berpikir ratusan kali ketika menanam investasi di Indonesia. Pancasila secara peraturan menolak sistem Kapitalis yang dipegang oleh Liberal. Tak boleh ada keuntungan dari penderitaan rakyat. Misalnya atas iming-iming investasi, pemerintah tidak boleh mengorbankan hak rakyat dalam kepemilikan tanah. Dalam mengejar profit tidak boleh mengeksploitasi tenaga pekerja dan melupakan hak pekerja sebagai masyarakat sosial. Pancasila tidak membahayakan usaha kecil dan menengah, tetapi membuat Perusahaan-perusahaan besar kesulitan untuk meraup untung sebesar-besarnya karena Pancasila mewajibkan perlindungan terhadap kaum Pekerja. Di sinilah Pancasila berbenturan dengan Liberalis, Kapitalisme dan Pasar Bebas.  Ada kalanya saya berpikir mungkinkah Pancasila itu mirip Komunis karena melindungi hak kaum pekerja? Tetapi tidak juga, Pancasila tetap memberikan kebebasan berpendapat dan beropini dalam penyelenggaraan pemerintahan, ya jelas berbeda dengan komunis.
Jadi, adakah pelanggaran terhadap nilai Pancasila yang terjadi selama pro-kontra Omnibus Law? Seperti setiap informasi dari masyarakat mengenai Omnibuslaw adalah HOAX, atau pendapat yang kontra Omnibuslaw dibilang ungkapan kebodohan karena tidak mau menjadi negara maju, mereka yang menentang Omnibuslaw disebut sebagai kaum konservatif yang close minded. Padahal ekonomi suatu negara bisa maju apabila memiliki pemerintahan yang transparan dan disiplin, bebas Korupsi Kolusi dan Nepotisme. Selesaikan dulu carut marut pemerintahan baru beranjak ke ekonomi. Investasi yang ada di Indonesia tidak serta merta mengangkat sumber daya masyarakat. Dulu juga Freeport dibilangnya dapat menjadi ladang investasi dan pembangunan bagi Indonesia, toh juga hasilnya tidak sesuai yang diharapkan, keuntungan Freeport malah pernah dilaporkan mengalir ke luar negeri dan Indonesia hanya mendapatkan sedikit persen, bahkan katanya Sumber Daya Alam Papua dikeruk tapi Sumber Daya Manusia-nya tidak berkembang. Cobalah sesekali Indonesia menutup mata dan telinga seolah-olah tidak memiliki sumber daya alam apapun, kemudian beralih ke pembangunan sumber daya manusia. Perbaiki dan berbenah dulu dalam rumah dan pekarangan maka tamu akan masuk dengan senang dan mengikuti aturan tuan rumah sebagai bentuk penghargaan. 

Sejujurnya saya tidak begitu suka membaca UU Cipta Kerja karena halaman yang begitu banyak. Mungkin juga Anda akan mengejek saya karena saya berkomentar tanpa membaca isi UU tersebut. Tapi saya sudah terbiasa dengan budaya lisan saya lebih suka dijelaskan secara detail dari pada membaca ribuan lembar buku. Apakah anda mau membaca dan menelaah ratusan lembar UU cipta kerja? Perusahaan asing saja menyediakan legal staff yang digaji untuk menelaah UU Cipta Kerja tersebut, apa dayanya saya sehingga harus membaca, menelaah, mencatat dan menjelaskannya kembali di blog ini?
Jadi jika anda sudah membaca secara keseluruhan, maka selamat anda bisa membuat tulisan yang lebih tajam tentang UU Cipta Kerja.👏😀



Comments

Popular posts from this blog

Konsentrasi Komunikasi Antar Budaya, ada?

Komunikasi Lintas/Antarbudaya (Cross Cultural Communication) tidak banyak yang tahu tentang konsentrasi ini selain mahasiswa Jurusan ilmu komunikasi, Universitas Nusa Cendana (Undana).   Ya, memang di Kupang ada dua jurusan ilmu komunikasi, satunya di Undana dan lainnya di universitas Widya Mandira (Unwira). Untuk wilayah Nusa Tenggara Timur, Ilmu komunikasi lebih banyak dikenal melalui konsentrasi Jurnalistik dan Hubungan Masyarakat, maka tidak mengherankan ketika mencari kerja anak KAB (sebutan untuk mahasiswa konsentrasi antarbudaya) sering ditanya-tanya tentang  konsentrasinya oleh para pencari tenaga kerja. Pernah saya ditanyai tentang konsentrasi antarbudaya, belum sempat saya jawab, sudah bergulir saja kalimat “ Oh… jadi nanti kalian belajar bahasa daerah dari berbagai daerah di NTT? ” atau “ Bahasa daerah apa yang sudah kalian kuasai? ”   (pertanyaan ke-2 itu yang paling menjengkelkan).  Alih-alih paham, justru konsentrasi Komunikasi Antarbudaya disalah artikan kajia

Tak Ada Makan Siang Gratis Dalam Mencapai Kemajuan Negara

  Sumber : Kemeperkraf Indonesia        Beberapa waktu yang lalu saya mengerjakan sebuah tugas ujian akhir semester, ada pertanyaan yang menarik tentang relasi konsep kepemimpinan otoriter dan kemajuan suatu negara. Diambilah contoh Singapura, Korea Selatan dan Taiwan sebagai negara pembanding untuk membuktikan kepemimpinan otoriter turut serta dalam kemajuan suatu negara. Di Indonesia, mungkin diambil contoh pada masa orde baru, di mana Indonesia seketika berubah dari negara miskin menjadi negara yang memiliki power di Asia bahkan dijuluki sebagai Macan Asia di bawah kepemimpinan otoriter.      Jika dilihat secara umum, memang ada benarnya karena perencanaan dan pengawasan yang lebih terpusat. Sistem otoriter membuat segala keputusan dapat diambil dengan cepat tanpa harus membuang waktu dan uang hanya untuk duduk berdiskusi di dalam parlemen. Jika dicari kesamaan dari Singapura, Korea Selatan dan Taiwan, mereka memang berubah menjadi negara maju terkhususnya dalam bidang ekonomi setel

Darurat Dialektika dan Drakor

Seorang teman menyarankan saya untuk menonton Video tanya jawab Rocky Gerung dengan anak-anak muda perihal dinamika politik yang dibalut atau dibenarkan melalui pertanyaan-pertanyaan di dunia teknologi yang bagi saya tidak terlalu menarik. Dari kalimat “Lu kan suka sejarah” membuat saya tertantang mengingat Rocky Gerung pernah menemui moment “diam” sejenak saat pernyataannya disanggah oleh Sujiwo Tejo mengenai kekayaan kosakata bahasa Indonesia. Sejarah... Apa yang saya temukan selain ide tentang masa depan Demokrasi Indonesia, kemanusiaan dan sebagainya dengan melalui sudut pandang Filsuf Yunani. “ Rocky Gerung : Alasan Kita Darurat Dialektika” Sebuah judul yang menghantarkan ingatan saya ketika masih berstatus mahasiswa, ada seorang dosen mata kuliah kewirausahaan yang tersinggung saat teman saya mempertanyakan materi kuliah yang tak sesuai dengan kenyataan yang dia temui ketika berdagang bersama orang tuanya. Pertanyaan itu akhirnya membuat teman saya mendapatkan nilai D karena dian