Bagaimana cara membuat anak Anda tertarik untuk belajar?
Berhubung saya belum memiliki anak, maka saya akan membagikan opini saya sebagai seorang anak yang pernah bersekolah. Lagipula banyak blogger yang membagikan tips dan trik membuat anak tertarik untuk belajar melalui sudut pandang orang tua.
Bisa saya akui bahwa orang tua saya tidak biasa memaksakan anak-anaknya untuk belajar di rumah. Menurut mereka rumah adalah tempat beristirahat dari semua rasa lelah akan aktivitas, belajar hanya di sekolah.
Masa kecil (TK - Kelas 3 SD) saya terlalu santai dibandingkan teman-teman saya dalam hal belajar. Ketika waktu menunjukkan pukul 19.00 WITA maka saya akan mendengarkan suara teman saya sedang diajari membaca oleh orang tuanya. "N A? NA! S I? SI! Dibaca? Nasi!"
Kira-kira begitulah kata-kata yang masih saya ingat. Saya merasa lucu karena teman saya disuruh mengulangi ejaan tersebut hingga lancar. Di saat mereka sedang "diteror" untuk belajar, saya sendiri sedang bermain di kamar, terkadang sedang menonton sinetron TUYUL & MBAK YUL. Bagi saya sekolah adalah hal yang membosankan karena tidak membangkitkan imajinasi saya, jika bosan dengan aktivitas sekolah maka saya akan berpura-pura sakit agar bisa bermain di rumah atau menonton televisi. Hanya saja kebiasaan mengalpakan diri, membuat kedua orang tua saya menjadi marah, dan tak jarang memaksakan saya masuk ke sekolah, katanya mereka malu karena diejek tetangga, "bapak-mama PNS kok anaknya malas sekolah?" Begitulah ejekan tetangga kepada orang tua saya.
Jadi sebenarnya, paksaan mereka kepada saya bukan didorong oleh kepedulian sebagai orang tua semata tapi juga karena gengsi dengan tetangga.
Selama 6 tahun di Sekolah Dasar (SD) saya lebih banyak dipaksa bersekolah dan bukan belajar. Tidak peduli juara 1 atau terakhir, yang penting lulus dan punya ijazah, itulah kata orang tua saya. Mungkin inilah alasannya mengapa saya tidak memiliki beban untuk bersaing secara akademik selama sekolah.
Kembali lagi, cara bapak-mama dalam mendidik saya tidaklah begitu ketat, atau mungkin menjurus ke arah "acuh tak acuh" tapi setidaknya mereka tidak membuat saya harus merasa terbebani oleh masalah sekolah, misalnya Di rumah, jika ada tugas sekolah saya akan bertanya kepada mereka, tetapi jawaban mereka seperti ini :
" Kerja sesuai apa yang guru ajarkan. Kalau ada soal yang tidak bisa dipecahkan sampai tengah malam, disimpan saja besok pagi baru tanya ke guru langsung. Tapi kalau takut bertanya ke guru, tinggal minta jawaban dari kawan."
Anjuran itu saya ikuti hingga kelas 4 SD. Jika anda berpikir bahwa anjuran itu salah maka anda adalah orang yang praktis, karena apa yang dilakukan oleh orang tua saya adalah strategi jangka panjang. Mereka tidak memaksakan saya belajar membaca sewaktu SD kelas 1 karena mereka tahu saya tidak begitu suka diganggu saat bermain. Saya dibiarkan tidak bisa membaca hingga kelas 2 SD. Mereka juga tidak membandingkan saya dengan anak-anak tetangga yang sudah bisa membaca di kelas 1 SD. Pernah sekali mama saya memanggil teman saya untuk membacakan sebuah buku dengan alasan bahwa mama saya sedang menulis sebuah laporan. Mendengar teman saya yang sudah lancar membaca, saya langsung merasa iri dan malu, tetapi sekali lagi mama saya tidak memberikan pujian kepada teman saya di depan saya, hanya sebuah ucapan terima kasih di akhir. Rasa iri dan malu itu akhirnya memotivasi saya untuk belajar membaca, pertama-tama saya mengambil sebuah Alkitab (Terjemahan Bahasa Indonesia sehari-hari) untuk mulai belajar membaca, karena saya menyukai hal-hal tentang sejarah dan gambar ilustrasi seperti yang ada dalam Alkitab ini :
Singkat cerita saya mulai bisa lancar membaca tanpa paksaan dan hinaan dari orang tua saya. Saya justru belajar karena kemauan saya dan itu menyenangkan. Saya tidak lagi menjadi siswa yang bodoh melainkan siswa yang selalu masuk peringkat 5 besar dalam kelas tentunya. Hanya saja, saya selalu merasa bosan ketika berada di SD karena saya tidak menemukan hal yang menarik di SD selama belajar. Saya tetap menjadi murid dengan predikat Alpa terbanyak dari kelas 1 sampai kelas 6.
Sebagai anak, saya merasa bahwa mungkin orang tua saya tidak sempurna dalam mendidik saya, tetapi setidaknya mereka tidak salah "server" ketika belajar mengetahui kebutuhan anak-anaknya. Belum tentu metode didikan yang diterapkan oleh orang tua saya, cocok dengan teman saya, begitu pula sebaliknya. Makanya orang tua saya tidak suka mempelajari tips & trik mendidik anak ala A atau B. Mereka justru belajar mengenal kebutuhan dan tabiat anak-anaknya dahulu baru menggunakan formulasi sendiri untuk mendidik anak. Jangan sampai anda salah server dalam mengajarkan anak-anak karena tidak mengenal apa yang dibutuhkan anak anda sendiri.
SAYA BELAJAR BUKAN KARENA ORANG TUA SAYA, SAYA BELAJAR KARENA SAYA TERTARIK DAN TERTANTANG😄
Comments
Post a Comment