Seharusnya
hari ini saya menulis tentang pengaruh covid-19 pada dunia pendidikan di
wilayah Indonesia Timur, tetapi karena ada postingan tentang kampus saya dan
terdapat komentar yang menurut saya membeberkan sebuah realita yang sedikit anjing ya…. Bagaimana tidak, kalangan
muda saat ini terlalu menganggap remeh sebuah ilmu pengetahuan. Dilihatnya
kampus sebagai ajang untuk memantapkan diri mereka untuk bekerja. Padahal tidak
perlu menunggu lulus dan menjadi sarjana, jika mereka ingin bekerja, cukup
berhenti kuliah dan mulai masukkan lamaran pekerjaan ke kantor-kantor atau
paling tidak menerapkan cara kuliah sambil kerja. Mereka memberikan beberapa
komentar yang mereka yakini sebagai kebenaran yang akurat.
Manusia tak lagi memandang ilmu sebagai sesuatu yang berharga melainkan uang. Memang
benar manusia membutuhkan uang tetapi jauh daripada itu ada juga membutuhkan
ilmu pengetahuan agar diri anda dapat berkembang. Selama saya berkuliah, saya
sadar bahwa tempat saya belajar hanyalah sebagai wadah untuk membuat saya
mendapatkan ilmu yang baru, yang mungkin tak saya dapat di bangku SMA dan di
lingkungan rumah saya. Saya juga sadar bahwa ilmu yang saya terima tak lebih
dari potongan-potongan teori kecil (seperti kata salah seorang dosen psikologi
kami,
ilmu pengetahuan di seluruh dunia ini ibarat remahan roti yang dijatuhkan
Tuhan, potongan terbesar masih di atas meja-NYA) yang harus saya uji di
dalam kesehariannya saya. Ilmu bukanlah sesuatu yang dapat kita sederhanakan
seperti uang. Nilai mata uang selalu mengalami naik turun tetapi tidak dengan
ilmu pengetahuan.
Saya tak
punya niat untuk membela kampus saya, tetapi saya membela sebuah proses yang
dinamakan belajar dan hasil yang
bernama Ilmu. Benar adanya, nama
besar kampus tidaklah menjamin tetapi niat belajar mahasiswanya yang memberi pengaruh.
Layaknya kualitas gereja yang menitikberatkan pada jemaatnya dan bukan
gedungnya, demikian pula kampus yang menitikberatkan kualitas pada dosen dan
mahasiswanya dan bukan gedungnya. Alangkah malangnya orang-orang yang
berpikiran bahwa kampus adalah jaminan untuk mencari kerja, bisakah kalian
berpikir “Saya kuliah dengan susah payah,
ilmu yang saya dapatkan begitu tinggi. Mengapa saya harus bekerja pada orang?”
Tetapi saya akui pemikiran itu terlalu ekstrem bagi mereka yang selalu
memasrahkan diri pada tangan orang dalam.
Layaknya kepasrahan kepada Tuhan,
orang-orang yang demikian akan melakukan apapun asalkan dapat diselamatkan mata
pencahariannya oleh orang dalam. Begitu
banyak komentar-komentar yang meremehkan ilmu dan meninggikan “kekuasaan” orang
dalam. Entah bagaimana mereka dapat menjalani hidup dengan terikat utang budi
seperti itu pada orang dalam.
Salah
seorang teman saya biasa memandang “orang dalam” seperti realita yang tak
terelakan, dan idealism saya yang anti orang dalam sebagai sesuatu yang utopis.
Bukannya saya mau mengatakan bahwa saya tidak membutuh orang lain, tetapi saya
tidak membutuhkan orang lain untuk menentukan nasib mata pencaharian saya
selain Tuhan. Orang lain mungkin
akan mengatakan bahwa bisa saja Tuhan memakai orang dalam itu untuk memberi “berkat”
pada kita. Kalau Tuhan menggunakan cara itu maka yang namanya mukjizat itu tak ada, yang namanya melampaui segala akal pun hanya sebuah
bualan. Tuhan tak membutuhkan cara kotor untuk membuat Nama-Nya berdiri tegak (Tuhan itu pasti bro… Hitam ya hitam, putih
ya putih. Manusialah yang abu-abu).
Orang
dalam… betapa sombongnya mereka yang mengatasnamakan orang dalam, mereka
sombong karena turut mematikan potensi sumber daya manusia, mereka sombong
karena mematikan semangat belajar generasi muda, mereka sombong karena
mematikan kerja keras seseorang, dan mereka sombong karena digantungkan harapan
oleh sesama manusia.
1.
MEMATIKAN SUMBER DAYA MANUSIA
Percaya
atau tidak, kemajuan sebuah negara turut serta disokong oleh sumber daya
manusia, banyak negara yang percaya akan hal itu sehingga berusaha membangun
jutaan fasilitas pendidikan agar rakyat memiliki ilmu pengetahuan dan
keterampilan pada bidang tertentu bila perlu setiap warganya bekerja sesuai
bidang kemampuan mereka. Dibukanya berbagai macam cabang ilmu di berbagai
sekolah ditujukan agar ketika berada di dunia kerja, semua sektor pekerjaan
telah berada di tangan yang tepat. Misalnya jika bisa di bidang ekonomi maka
dia harus bekerja di bidang ekonomi bukan teknologi. Jika dia mahir matematika,
kerjakan dia di bidang matematika, jangan di bidang peternakan. Jika dia mahir
di bidang kesehatan, kerjakan dia di bidang kesehatan, jangan di bidang
perbankan. Jika semua orang disiplin dalam penempatan sumber daya manusia maka
semua sektor di negara ini akan berjalan secara optimal dan akan membuat sebuah
peta pembagian sumber daya manusia yang jelas. Memang ini terlihat kaku tetapi
ini jauh lebih terstruktur.
- MEMATIKAN SEMANGAT BELAJAR
Ini
yang paling berbahaya karena dengan menggunakan sistem orang dalam, maka
generasi muda kita akan cenderung berubah menjadi orang yang malas. Tidak mau
berusaha dan mudah menyerah. Salah satu cara agar generasi muda dapat
berkembang adalah memastikan apa yang mereka pelajari tidak akan sia-sia ketika
berada di dunia kerja. Semua orang akan menghargai ilmu yang anak-anak itu
pelajari, dan anak-anak itu akan mempunyai rasa tanggung jawab yang tinggi
mengingat apa yang mereka dapatkan tak diperoleh dengan cara yang mudah
melainkan melalui proses yang panjang. Sikap meremehkan ilmu didapatkan karena
tak ada lapangan pekerjaan yang menghargai ilmu dan keterampilan seseorang.
- MEMATIKAN KERJA KERAS ORANG LAIN
Hampir
mirip dengan semangat belajar, tetapi bedanya mematikan kerja keras orang lain
lebih kepada pelanggaran etika, bagaimana bisa seseorang yang sudah bersusah
payah mengikuti proses perekrutan dengan maksimal harus dikalahkan oleh mereka
yang memiliki orang dalam (semoga Tuhan mengampuni orang dalam). Saya pernah punya pengalaman saat mendaftar di
salah satu SMP Negeri terfavorit di kota saya, saat itu saya mengantri untuk
mendaftar selama 5 jam lebih, setelah sampai di loket pendaftaran, saya diminta
untuk melampirkan tambahan 2 lembar fotokopi ijazah SD baru bisa melanjutkan
pendaftaran. Susah payah mama saya mencari tempat fotokopi dan kembali
menyerahkan fotokopi, eh…. Ternyata saat pengumumuan hasil penerimaan, saya
tidak lolos entah apa alasannya, padahal ada 14 (bayangkan sampai sekarang saya masih ingat jumlah mereka) pendaftar
yang nilainya di bawah saya tetapi dinyatakan lolos. (ini di tahun 2007, jadi belum ada sistem zonasi). Ya, itulah
jahatnya sistem orang dalam, Mereka tidak peduli, seberapa
kerasnya ada berusaha, seberapa susah anda berjuang.
- MENJADI HARAPAN SESAMA
Kalau
ini pasti kalian tahu, terkadang orang-orang yang menggunakan orang dalam sudah
mulai sulit membedakan mana orang dalam dan mana Tuhan. Harapan mereka begitu
tinggi, seolah-olah kehidupan mereka itu pasti ditangan orang dalam. Mereka
berdoa kepada Tuhan seraya meminta orang dalam turut bekerja membantu mereka. Coba
jawab ini dengan sungguh-sungguh :
Kalian
sangat membutuhkan pekerjaan dan untuk dapat diterima di sebuah perusahaan,
terdapat dua pilihan yang harus kalian pilih salah satunya agar dapat diterima
di perusahaan tersebut. Dari kedua pilihan ini manakah yang kalian yakini 100%
dapat meloloskan kalian? Jasa Orang Dalam atau Berdoa?
Menurut
saya, bangsa Indonesia tidak bisa berkembang bukan karena korupsi saja, tetapi
faktor Orang Dalam yang pada
dasarnya turut menyumbangkan 30% kegagalan pembangunan negara. Ditambah lagi
generasi muda yang mulai melanggengkan praktek orang dalam. Orang kalau dari awal sudah mendapatkan pekerjaan
dengan cara yang licik, maka dia tidak akan memiliki tanggung jawab terhadap
pekerjaan itu karena dianggapnya pekerjaan itu bisa didapatkan dengan cara yang
gampang. Begitulah realita busuk di balik sistem orang dalam.
INI KOMENTAR YANG BIKIN SAYA MERINDING
Catatan : Komentarnya pakai bahasa melayu kupang.
ko : atau
snd /sonde / son : tidak
ma : tapi
juw / ju : juga
pu / pung : punya
deng : dengan
Hahaha... Orang dalam adalah representasi paling solid dari komunikasi antarbudaya yang kita pelajari Made. Praktek Efektifitas komunikasi yang paling muda untuk kita pahami.
ReplyDeletetapi beta lebih melihat pada penghargaan atas kerja keras seseorang
Delete