Wednesday, July 24, 2019

R.E.C.E.H



Aku,ya aku
Ramah di depan mata
Sopan tak tertandingi
Barang sekali menimbah ilmu
Digeret pula gelar-gelar besar

Bocah ingusan jadi tak beringus
Tetap biasa saja kata orang
Tak patut membetulkan kebiasaan
Ilmu tak berguna jika berhadap norma
Debat-debat berilmu
Tak mungkin menelanjangi pengalaman

Nasihat menumpuk
Entah tepat atau tidak
Kusimpan saja
Esok mungkin terpakai
Gelarku? Hanya sekedar lima huruf belaka
Bonus satu titik

(SzL)







Thursday, July 18, 2019

STEREOTIP PENJURUSAN SMA YANG MENJERUMUSKAN


Hai teman-teman!
Kali ini saya akan membagikan beberapa opini saja ya tentang penjurusan di SMA. Mungkin ini akan sedikit melenceng dari tema blog tetapi masih berhubungan dengan para mahasiswa dan mahasiswi. Kan tidak mungkin  jadi mahasiswa dan mahasiswa kalau belum lulus SMA/SMK/MTS/sederajat. Saya tidak begitu paham dengan  kehidupan SMK dan MTS, jadi saya hanya akan membahas tentang penjurusan di SMA saja (maklum tamat dari SMA).
Soal penjurusan SMA, sering kali orang-orang lebih senang menaruh label (seenak hati mereka) terhadap 3 jurusan yakni IPA, IPS, dan BAHASA. Bagi sebagian besar orang (terutama orang tua siswa) jurusan IPA merupakan jurusan terfavorit karena setiap anak yang masuk jurusan IPA sering mendapat label anak pintar dan rajin. IPS sering dilabeli sebagai kelas anak nakal dan malas. BAHASA lebih parah lagi, sering dilabeli sebagai anak malas dan bodoh. Pernah sekali, saya ditanyakan tentang jurusan yang saya pilih di SMA (waktu itu baru di kelas XI kita diminta untuk memilih jurusan) lalu saya bilang saya memilih BAHASA, seketika itu ekspresi orang tersebut berubah seperti ingin mengatakan “Ko pung parah lae?” tetapi ekspresi sering tidak sejalan dengan ucapan di bibir, dia hanya memberikan tanggapan seperti ini “Oh na baik sudah.” Itu jawaban paling datar yang pernah saya dengar. Aber alles ok! IPA, IPS dan BAHASA itu sama-sama punya kelebihannya masing-masing Das macht nicht. Dari situ saya merasakan bahwa ada satu tembok besar yang memisahkan anak BAHASA dan IPS dari IPA. Celakanya lagi, tembok itu rata-rata dibuat sendiri oleh orang tua/wali siswa. Berikut merupakan stereotip yang saya dapatkan semasa SMA tentang penjurusan di SMA :
1.      IPA, merupakan jurusan yang dipenuhi oleh anak-anak pintar dan berprestasi. Semua anak yang masuk kelas IPA setelah lulus SMA bebas memilih semua jurusan di Perguruan Tinggi. Mau kerja setelah SMA juga bisa, kan Kepolisian dan TNI lebih banyak menerima jurusan IPA. Sering jadi pujian para guru, sering mendapatkan kepercayaan mengikuti lomba sampai lomba yang berhubungan dengan IPS dan BAHASA juga diberikan (gragas benar)
2.      IPS, merupakan jurusan yang dipenuhi oleh anak-anak  nakal dan malas. Semua anak yang masuk IPS selalu menjadi sasaran dari kemarahan guru, sering memimpin perkelahian antar sekolah, sering melakukan perkunjungan ke ruang BK. Tetapi mereka mendapatkan sedikit tepuk tangan karena kemampuan mereka dalam ilmu ekonomi dan akuntansi (teman saya sangat pintar dalam hitung-hitungan ekonomi walaupun dicap anak nakal oleh beberapa guru). Kebebasan mereka dalam memilih jurusan di perguruan tinggi dan pekerjaan juga hampir sama luasnya dengan anak IPA.
3.      BAHASA, jurusan ini sering dilupakan eksistensinya oleh Kepala Sekolah (pengalaman saya). Bayangkan saja kepala sekolah saja tidak tahu ada jurusan ini di SMA yang ia pimpin (that’s rude bro…). Anak BAHASA selalu dianggap kelas terakhir yang menjadi perhatian para guru. Anak BAHASA mempunyai keterbatasan dalam pemilihan lapangan pekerjaan dan jurusan di perguruan tinggi (paling mentok masuk FKIP Bahasa & Sastra, Seni dan Komunikasi). Untuk daftar jadi Polisi dan Tentara jangan ditanya lagi, langsung ditolak tanpa dilihat dulu nilai rapor dan ijazah kita (I can’t find a logic reason about it). Jurusan BAHASA adalah mimpi buruk bagi para orang tua/wali siswa. Bahkan mimpi itu mereka tularkan kepada anak-anaknya. Jadi tidak heran kalau kelas BAHASA selalu  memiliki jumlah siswa yang sedikit.
Tetapi dibalik stereotip tersebut, ada beberapa kelebihan dari jurusan BAHASA, IPS dan IPA.
1.      BAHASA
Jurusan yang satu ini termasuk jurusan yang memberikan kenyamanan dalam perkembangan psikologis anak. Jurusan ini tidak memberikan anak-anak beban apapun. Anak-anak dilatih untuk mampu menyampaikan dan mengembangkan ide dan gagasan mereka secara verbal dan non verbal. Anak Bahasa diajarkan untuk menyelesaikan sebuah masalah melalui alur sebab-akibat. Selain itu kita diajarkan tentang bahasa asing selain bahasa Inggris seperti Bahasa Jerman, Jepang, Perancis, Mandarin, Spanyol, dan lain-lain, tergantung dari penyediaan pihak sekolah. Anak BAHASA juga diajarkan tentang sastra Indonesia hingga pada aksara Arab-Melayu. Jadi jangan salah ya kalau selera anak BAHASA akan sangat tinggi dalam sastra. Anak IPA dan IPS tak akan mengenal aksara Arab-Melayu. Anak IPA dan IPS zaman sekarang akan kesusahan saat membaca dokumen yang menggunakan ejaan Ophuyseen tetapi anak BAHASA sudah biasa melakukannya. Anak BAHASA sering disamakan sebagai para pengumpul ilmu, mereka mencari, menyeleksi, merangkum dan menerjemahkan ilmu ke dalam kalimat-kalimat yang dapat dimengerti orang lain.
2.      IPS
Anak-anak yang masuk jurusan ini pasti selalu dicurigai oleh orang tuanya. Kalau pulangnya cepat pasti dibilang bolos sekolah, kalau pulangnya terlambat pasti dibilang masih keliaran atau main di rumah teman(IPS mah selalu salah di mata orang tua). Tetapi anak IPS termasuk dalam tipikal orang santai. Mereka tidak terlalu peduli dengan cemooh orang lain,  selalu setia kawan dan memiliki pergaulan yang luas. Santai bukan berarti bodoh dan lambat. Ibaratnya anak IPS selalu menunggu momen yang tepat untuk menunjukkan kemampuan mereka. Mereka tidak pernah takut menyampaikan pendapat mereka, yang tak jarang terdengar lucu oleh guru-guru. Jurusan IPS merupakan jurusan yang memiliki nilai lebih di bidang ekonomi. Sejujurnya matematika IPS lebih rumit dari matematika IPA. Hitung-hitungan IPS juga sering membuat anak IPA merasa pusing (pengalaman saya). Lagi pula IPS dan BAHASA  menganut nilai-nilai probabilitas dalam menemukan sebuah solusi jadi jika kalian mengenal mereka lebih jauh, maka kalian akan tahu bahwa mereka itu lebih kreatif dibandingkan anak IPA. Satu lagi, anak IPA dan BAHASA  tidak begitu mahir dalam ilmu akuntansi dan sosiologi serta kemampuan bersosialisasi tingkat tinggi ala anak IPS.
3.      IPA
Kelas yang satu ini tidak usah dibeberkan lagi kemampuan mereka, toh mereka merupakan kelas favorit. Kalian bisa saja menemukan jawabannya dari orang-orang disekitar. Begitu bangganya orang tua yang anaknya masuk IPA, pasti mereka merasa yang paling hebat. Kekuatan anak IPA itu terletak pada mata pelajaran Kimia, Fisika dan Biologi (ini senjata andalan mereka). Anak IPA pada dasarnya tidak terlalu menyombongkan diri sendiri di antara teman-teman malah terkadang mereka cemburu dengan anak IPS dan BAHASA, karena tidak pernah merasa terbebani dalam belajar. Tetapi mereka juga tak harus merasa iri yang terlalu jauh dengan anak IPS dan BAHASA, karena masa depan dan lahan pekerjaan mereka tidak sempit seperti dua jurusan lainnya. Lihat saja, ketika melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, anak IPA boleh memilih Fakultas apa pun, dari Fakultas Sains & Teknik (FST) hingga Fakultas Keguruan & Ilmu Pendidikan (FKIP). Pokoknya baguslah, secara sosial dan pendidikan mereka termasuk baik di mata masyarakat.

Demikianlah sterotip dan kelebihan sesungguhnya anak BAHASA, IPS & IPA. Sebenarnya setiap kelas memiliki kelebihannya masing-masing. Hebat atau tidaknya kelas-kelas tersebut bergantung pada ketekunan muridnya dan perhatian yang tulus dari para guru yang mengajar

Wednesday, July 17, 2019

TIPS MENGERJAKAN PROPOSAL / HASIL PENELITIAN / SKRIPSI


Skripsi merupakan salah satu tugas akhir yang sering menjadi penentu kelulusan mahasiswa di Perguruan Tinggi. Hampir semua mahasiswa sulit untuk menentukan judul penelitian skripsinya, tetapi masih ada niat untuk berjuang mengerjakannya. Tak jarang pula beberapa mahasiswa yang rela menggelontorkan begitu banyak uang untuk menyewa orang lain mengerjakan skripsinya (tidak patut dicontoh). Skripsi itu bukan sekadar tulisan-tulisan yang berisi “omong kosong” yang diresmikan (istilah orang malas) tetapi pembuktian bahwa mahasiswa bukan robot yang dikurung dalam deretan gedung putih bertingkat. Mahasiswa sebagai golongan terpelajar yang mampu melihat masalah, menganalisis masalah dan menemukan solusi dari masalah tersebut. Untuk itu sebagai mantan mahasiswa yang sudah diresmikan (Senior putus/sarjana/alumni), saya ingin berbagi tips dan trik mengerjakan skripsi.
TIPS 1 : RAJIN MENGIKUTI/MENONTON UJIAN SEMINAR PROPOSAL TEMAN / SENIOR KALIAN
Tips ini untuk memberikan gambaran kepada kalian tentang teknik penulisan proposal / skripsi yang baik dan benar. Dalam kegiatan ini, beberapa dosen pasti memberikan kritik dan saran mengenai aturan penulisan proposal/skripsi yang baik dan benar, dengan begitu bisa juga menjadi trik bagi kalian yang belum menyusun proposal/penelitian akan menghindari kesalahan-kesalahan yang sama dengan peserta seminar proposal saat itu.
TIPS 2 : KENALI TIPE-TIPE DOSEN DALAM MENGKOREKSI PROPOSAL / SKRIPSI
Tips ini masih berhubungan dengan tips 1. Catatlah setiap kritik dan saran dari dosen kepada peserta seminar proposal. Harus rinci ya… tulis nama dosennya, lalu catat semua masukannya kepada peserta seminar proposal. Tulisnya juga jangan di atas kertas buram, tetapi di buku khusus yang sudah kalian siapkan agar saat dibaca kembali, tidak membuat mata kalian sakit atau meneteskan air mata karena sadar tulisannya jelek (pengalaman saya :D) Ini adalah trik  untuk mengenal karakteristik dosen-dosen yang bakal jadi pembimbing skripsi kamu. Yang dimaksudkan adalah pandangan paraa dosen tentang penulisan karya ilmiah yang baik dan benar (tiap dosen punya pandangan yang berbeda )
Oh ya sebisa mungkin kalian rutin mengikuti ujian seminar, supaya catatan kalian jangan jadi pincang atau tidak lengkap. Tipe dosen dalam mengoreksi skripsi/proposal yang saya temui ada 3, itu didasarkan pada catatan-catatan saya. Tipe 1, lebih banyak mengoreksi judul/rumusan masalah/tujuan penelitian/teori/konsep/metode penelitian. Tak jarang langsung meminta kalian menjabarkan mengapa penelitian kalian menarik dan perlu dilakukan. Tipe 2, mengoreksi aturan penulisan skripsi, nah dosen tipe ini jangan dianggap remeh karena bisa menjatuhkan mental anda saat ujian seminar. Tipe 3, ikut arus. Untuk tipe ini, kalian biasanya malas mendengarnya karena mereka selalu mengulang masukan yang telah diberikan oleh dosen lainnya. Tetapi tidak masalah, karena dosen tipe ini memberikan kalian waktu sejenak untuk mencatat masukan dari dosen tipe 1 dan 2.
TIPS 3 : MEMILIH JUDUL
Untuk tips yang satu  ini kalian perlu merenung cukup lama, tetapi ada triknya agar cepat mendapat judul. Ingat kembali mata kuliah yang kalian sukai selama berkuliah. Contoh, Miko mahasiswa komunikasi, selama dia berkuliah, dia lebih menyukai mata kuliah fotografi dibandingkan protokoler/publishitas, penyiaran dan komunikasi internasional.  Dari situ, MIKO memilih judul Representasi Wanita Desa Dalam Karya Fotografi, etc. Jangan memaksakan diri kalian untuk memilih judul yang dianggap mudah tetapi sebenarnya tidak kalian sukai atau pahami. Pemilihan judul skripsi ibarat memilih pacar, jika tidak kita sukai justru akan membuat kita cepat merasa bosan dan menyerah di tengah jalan.
Oh ya kita juga sering mendengar istilah penelitian kualitatif dan kuantitatif, nah…! Hati-hati juga dalam memilih judul, terkadang saat kita memilih judul kita sering terkecoh dengan jenis penelitiannya. Berdasarkan pengalaman saya, penelitian kuantitatif selalu melekat pada judul skripsi yang ada istilah EFEKTIFITAS, PENGARUH, KORELASI, etc. Jadi kalau kalian ingin menghindari penelitian kualitatif, maka harus lebih teliti memilih istilah yang ingin dipakai dalam judul skripsi kalian.

FYI : Setiap jenis penelitian mempunyai kesusahannya masing-masing. Kuantitatif selalu lama di dalam penyusunan proposal, tetapi setelah penelitian kalian tidak usah khawatir dengan hasilnya, toh sudah beres dikerjakan sama aplikasi Statistical Package for Social Science (SSPS). 
Kalo kualitatif, untuk penulisan proposalnya sih gampang, tetapi pas susun hasil penelitiannya sedikit ribet, karena subjektivitas kita sering menghalangi untuk mencapai tujuan penelitian yang setidaknya menyentuh sedikit nilai objektivitas.

TIPS 4 : RAJINLAH MENCARI TEMAN DISKUSI SOAL SKRIPSI KALIAN
Teman diskusi bukan berarti hanya teman kampus kita saja, tetapi juga dosen ya (tidak termasuk dosen pembimbing).. Carilah dosen yang tidak terlalu pelit membagikan ilmunya dan ramah tentunya. Tetapi ingat tetap berpedoman pada alur berpikir kalian dan bimbingan dosen pembimbing 1 dan 2. Tips ini hanya sekadar untuk menambah informasi dari pandangan akademik.

TIPS 5 : PERCAYA DIRI
Percaya pada diri kalian dan tidak menyerah sebelum memulai. Tanamkan dalam diri kalian bahwa tidak ada yang tidak mungkin, skripsi itu tentang ketekunan dan niat yang kuat. Skripsi yang baik adalah skripsi yang dibuat atas dasar kecintaan pada ilmu dan kenyataan. (maaf lebay)

DEMIKIAN HASIL PENIPUAN SAYA (hahaha…….. bercanda)
DEMIKIAN PEMAPARAN SAYA YANG DIDASARKAN PADA KAJIAN EMPIRIK YANG BERNILAI SUBJEKTIVITAS

5 TIPS MENGHADAPI KULIAH KERJA NYATA (KKN) TERBARU




Teman-teman pasti tidak asing dengan istilah Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang sering dilakukan oleh semua kampus di Indonesia tanpa terkecuali). KKN secara ringkas dapat diartikan sebagai pengaplikasian ilmu pengetahuan di dalam masyarakat. Untuk pengertian yang lebih jelasnya, bisa kalian dapatkan saat pembekalan KKN. Kalau tidak salah saya pernah membaca satu buku yang memberi pendapat bahwa kegiatan KKN ini terinspirasi dari kegiatan para sastrawan Indonesia (sekitar tahun 1950an-1960an) yang sering masuk ke desa-desa terpencil untuk melihat kondisi masyarakat desa kemudian memaparkan keadaan tersebut melalui karya sastra mereka. Tapi kalau yang saya dengar dari materi pembekalan KKN yang saya ikuti, katanya ini atas inisiatif para mahasiswa tahun 1970an, tidak disebutkan tentang para sastrawan. Well…. Soal sejarah KKN masih banyak sumber yang bisa kita jadikan pertimbangan fakta. Kita lanjut saja pada tips KKN yang ingin saya bagikan.

TIPS 1 : RAJIN MENGIKUTI PEMBEKALAN KKN
Rajin-rajinlah kalian mengikuti pembekalan ini agar kalian dapat menemukan garis besar dari program-program yang ingin kalian lakukan selama di desa. Untuk mahasiswa/i FKIP, seni, teknik dan ekonomi biasanya gampang untuk membuat program KKN di desa-desa. Tetapi anak FISIP dan HUKUM biasanya keringat halus saat harus menyusun program tersebut. Bukan ingin menciutkan tetapi terkadang kita juga bingung  bagaimana mau memecahkan masalah di desa-desa? Sementara memecahkan masalah IPK saja jatuh bangun aku mengejarnya (pengalaman saya)
Jangan ciut dulu, selama masih bisa mengikuti kegiatan pembekalan, kalian akan tetap mendapatkan ide untuk menyusun program KKN di desa-desa.

TIPS 2 : PEMILIHAN LOKASI KKN
Pilih di kota atau di desa ya….? Ini dilemma bagi para mahasiswa/i yang akan melakukan KKN. Biasanya ada kampus yang mengharuskan semua mahasiswa/i melakukan KKN di desa bukan di kota. Tetapi, karena beberapa pertimbangan ada juga yang mengizinkan mahasiswa/i untuk KKN di Kota, seperti karena alasan mahasiswa/i ingin menyelesaikan skripsinya (menyusun hasil penelitian) sehingga tidak ingin KKN jauh dari lokasi kampus “sambil mendayung, dua tiga pulau terlampaui”
Kota atau Desa? Saya sarankan teman-teman untuk memilih lokasi KKN di desa, karena berdasarkan pengalaman saya, KKN di desa itu jauh lebih baik dan bermanfaat dibandinngkan di Kota (peribahasanya ‘buat apa menggarami air laut’) buat apa berbagi ilmu kita di kota toh juga tidak ada manfaatnya. Orang kota juga cenderung tidak begitu peduli dengan kerja keras kita. Berbeda dengan di desa, kita justru menambah pengalaman baru, teman baru, rasa kekeluargaan yang kuat dan adik-adik kecil yang antusias untuk belajar bersama kita. Kita juga tidak perlu terlalu banyak membuang biaya jika di desa karena semua bahan sudah tersedia oleh alam dan didapat dengan gratis. Bukan seperti di kota yang apa-apa harus pakai uang (seketika kita mengalami kanker → kantong kering). Di desa juga, rasa kebersamaan kita dalam kelompok lebih terasa dinamis (ya kita tak akan sungkan untuk tertawa,bertengkar, berbaikan, tertawa dan bertengkar lagi. Kemudian saling merindukan satu sama lain ketika sudah kembali ke kota) jadi rindu sama orang-orang desa tempat KKN dulu….

TIPS 3 : MEMILIH DAN MENYUSUN PROGRAM KELOMPOK DAN INDIVIDU KKN
Untuk program kelompok sendiri tidak perlu terlalu banyak dipikirkan, toh masing-masing anggota wajib memberikan satu usulan ide untuk program kelompok. Jadi beban tidak ditanggung kalian sendiri.
Program individu ini membutuhkan ketelitian dalam perencanaan dan pelaksanaannya. Jika kalian memilih desa maka harus lebih berhati-hati dalam menyusun program. Program-program yang memerlukan listrik sebaiknya dihindari karena kita tak pernah tahu apakah desa tempat tujuan kita sudah mendapatkan aliran listrik atau belum. Berdasarkan pengalaman, saya pernah menyusun program individu KKN yang berhubungan dengan internet, eh…. Setelah sampai di desa lokasi KKN ternyata belum ada listrik, sehari-hari penduduk hanya memanfaatkan tenaga surya yang tidak  begitu besar dayanya, paling mentok hanya untuk memberikan penerangan di malam hari. Akhirnya saya batalkan program tersebut. Walaupun sebelum menyusun program KKN, kita diberikan waktu untuk observasi selama tiga hari, ya… tetap saja tidak akan cukup untuk membuat sebuah program. Untuk di kota, sebaiknya menyiapkan uang yang banyak untuk membeli bahan-bahan perlengkapan program KKN.

TIPS 4 : BERSOSIALISASI DAN RAMAH
Jika kita memilih desa sebagai lokasi KKN kita, maka sehari setelah tiba di lokasi KKN, kita harus rajin bersosialisasi dengan warga desa. Hilangkan semua rasa sungkan kalian untuk menyapa warga desa, beri salam jika bertemu mereka. Sesekali belajarlah istilah dalam bahasa daerah mereka, dengan begitu mereka akan lebih senang menjamu kita di rumah mereka. Jangan bersikap sombong karena itu bukan daerah kekuasaan kalian. Jalin hubungan yang baik dengan para perangkat pemerintahan desa supaya kalian bisa memiliki akses dalam mengumpulkan profil desa. Oh ya… setiap KKN di desa, kita akan mendapatkan orang tua asuh (tidak ditunjuk secara resmi oleh pihak kampus, tetapi hal itu selalu ada) yang senantiasa membantu kita selama KKN.

TIPS 5 : MELAKUKAN DOKUMENTASI SETIAP HARI
Dokumentasi yang dimaksud bukan hanya tentang pengambilan foto selama melakukan kegiatan KKN tetapi mencatat kegiatan yang telah dilakukan setiap hari selama di tempat KKN (Individu dan Kelompok) sebisa mungkin semua anggota  kelompok membuat catatan tersebut, ya… seperti buku harian begitulah. Ini bertujuan agar saat menyusun laporan kalian tidak harus pusing menjabarkan kegiatan yang telah kalian lakukan. Memang sudah dibagikan form dari kampus untuk diisi oleh mahasiswa KKN selama melaksanakan program KKN, tetapi apa salahnya jika kalian juga mempunyai catatan pribadi.

DEMIKIANLAH TIPS KKN YANG DAPAT SAYA BAGIKAN. TIPS INI BERDASARKAN PENGALAMAN SAYA. JIKA KALIAN PUNYA PENGALAMAN LAINNYA SELAMA KKN, BISA KALIAN BAGIKAN JUGA KEPADA JUNIOR-JUNIOR KITA

Tuesday, July 9, 2019

Jurusan Bahasa : Santai? Iya. Bodoh? Tidak!


Jurusan Bahasa Sekolah Menengah Atas (SMA) memang bukanlah jurusan favorit di Kota Kupang (setahu saya). Ketika saya memilih jurusan ini, sama sekali di dalam pikiran saya tidak memikirkan tentang untung-rugi (Jurusan IPA & IPS lebih luas lahan kerjanya). Bahkan sewaktu di SMA kelas saya menjadi kelas yang tidak begitu diunggulkan bahkan dianggap “tidak ada” (Setelah kelas XII baru disadari kalau ada kelas Bahasa😆). Orang tua saya sempat merasa kecewa karena saya bersih kukuh untuk memilih jurusan tersebut, tetapi kemudian mereka sadar kalau anak mereka sebenarnya bukan pintar tetapi gila. Di sekolah saya hanya ada 14 siswa gila yang mau masuk kelas Bahasa, sisanya (300 lebih siswa) memilih IPA dan IPS. Mengapa saya sebut gila, karena 14 orang itu berani mempertaruhkan masa depan mereka dengan memilih jurusan Bahasa. Ada yang bilang kalau kelas Bahasa adalah tempatnya siswa bodoh untuk bermalas-malasan (di Kota Kupang). Untuk kata malas saya akui itu benar, tetapi untuk kata bodoh saya menolaknya dengan tegas. Kelas Bahasa merupakan kelas yang paling santai karena kami tidak suka belajar hanya untuk berburu nilai, kami belajar untuk hidup dalam canda tawa, rasa malas kami muncul apabila disuruh untuk berlomba-lomba menjadi  yang terbaik, karena kami belajar untuk bisa mengatasi masalah-masalah yang kami hadapi bukan saling bertarung hanya untuk mengejar rangkaian angka yang pada akhirnya tidak mewakili kemampuan kami.

Saya pernah ditanya seperti ini, “De, masuk jurusan apa?
Saya jawab “Jurusan bahasa kak.”
Tahu tidak apa tanggapan yang saya dapatkan karena memilih jurusan bahasa “Aduh… kenapa pilih Bahasa? Nanti cari kerja susah. Kalau mau tes kayak polisi, tentara dan PNS juga susah.”
Saya hanya tersenyum dan berkata “tidak apa-apa kak.” (betapa bodohnya saya waktu itu karena hanya mengatakan tidak apa-apa)

Kelas Bahasa untuk wilayah Kota Kupang mungkin tidak begitu popular. Bahkan ada orang tua yang menentang jika anaknya masuk kelas Bahasa. Ini kejadian nyata saya alami di kelas Bahasa, awal pertama pembagian jurusan terdapat 22 siswa yang ditempatkan di jurusan Bahasa, tetapi seminggu sebelum dimulainya Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) hanya ada 10 siswa kelas Bahasa yang tersisa (hampir kelas ini ditiadakan) kemudian ditambah 4 siswa pindahan yang masuk kelas bahasa setelah KBM berjalan.
Saya sadar dengan pilihan saya. Saya juga tahu dengan memilih jurusan bahasa, kesempatan saya untuk bekerja di kota Kupang (bahkan di seluruh provinsi NTT) akan semakin sempit. Jurusan bahasa pada umumnya hanya mengandalkan Bahasa Asing sebagai “penolong” reputasinya tetapi sayangnya para siswa yang mahir berbahasa asing justru masuk IPA, ujung-ujungnya mereka bekerja sebagai penerjemah (inilah kebodohan yang sesungguhnya), meskipun saya sempat berpikir kalau mereka akan menjadi dokter atau yang lainnya (setidaknya berhubungan dengan jurusan mereka). Sementara kami yang bermodal nekat dan berasaskan kegilaan justru harus belajar dari awal tentang Sastra Indonesia (Bahasa Inggris tidak begitu susah dibandingkan sastra Indonesia, maklum kami sekelas bukan penggemar sastra). Kebanggaan kami bukan pada kemampuan bahasa Inggris, tetapi pada Sastra Indonesia, Antropologi dan Bahasa Jerman (karena hanya tiga mata pelajaran itu yang tidak dikuasai siswa IPA dan IPS).

Berulang kali kami diremehkan oleh salah satu oknum guru bahasa Inggris (sahabat sekelas saya pasti tahu), tetapi tidak kami hiraukan karena anak PAUD juga sudah bisa bahasa Inggris. Sesuatu yang remeh bagi kami tidak layak dipikirkan. Kami begitu bangga saat disuruh untuk menerjemahkan kalimat dalam aksara Arab Pegon ke aksara latin (Arab Pegon = Arab Melayu), menjelaskan konsep-konsep agama di dalam antropologi dan berbicara dengan bahasa Jerman (inilah puncak kesombongan anak Bahasa). Kira-kira inilah gambaran tiga mata pelajaran yang kami sombongkan :


Aksara Arab Pegon

 Antropologi


Bahasa Jerman


Selain diremehkan, kami juga sering diberikan semangat oleh guru Sastra, bahasa Jerman, antropologi dan guru matematika (mungkin karena kasihan). Kami diberikan motivasi bahwa kami orang-orang terpilih untuk memilih masa depan yang unik diantara teman-teman IPA dan IPS, mendengarkan kata-kata itu saya sempat merasa menyesal (kenapa harus masuk bahasa), tetapi tidak terlalu lama karena saya tahu cita-cita saya juga unik diantara teman-teman seangkatan saya (rahasia). Lagipula selama di kelas bahasa, saya dan teman-teman tidak merasa mempunyai beban atas ekspektasi dan belajar dengan cara yang nyaman.


Setelah lulus SMA, saya merasakan bahwa tidak ada ruginya bagi saya untuk masuk kelas bahasa karena menunjang saya untuk berpikir lebih kritis. Memberikan dasar bagi saya untuk menggapai cita-cita saya. Membuktikan bahwa saya adalah anak yang bebas dan bertanggung jawab atas masa depan saya sendiri. Jurusan bahasa juga membuktikan bahwa orang tua saya adalah orang tua yang liberal karena memberikan ruang bagi anak-anaknya untuk memilih dan tidak takut dengan tekanan sosial (stereotipe siswa bahasa itu bodoh)

Sebenarnya kehidupan siswa jurusan bahasa sama seperti siswa jurusan IPA dan IPS, bedanya jurusan bahasa lebih banyak diremehkan dan lebih tahan banting jika dihina. Dari siswa lainnya dipastikan siswa kelas bahasa itu lebih santai dalam mengejar cita-cita mereka karena tidak banyak pesaingnya. Saya juga termasuk santai dalam mengejar cita-cita, sambil mengejar saya belajar. Belajar untuk mengembangkan kemampuan menulis yang saya dapatkan dari jurusan bahasa melalui blog ini.

Masuk jurusan bahasa bukan berarti melawan arus, tetapi mengubah arus mengikuti gerakan kita.

Ketika Kekayaan Alam Menjadi Kutukan bagi Pendidikan

Pernahkah kamu memperhatikan fenomena yang tampak paradoksal yang mana daerah-daerah kaya akan sumber daya alam justru cenderung memiliki ti...