Skip to main content

Opini Kawula Pasif Tentang Kristen Progresif


 

    Hari-hari ini saya banyak membaca beberapa postingan dan menonton konten-konten tentang Kristen Progresif yang melihat kebenaran iman kepada Kristus seperti suatu keadaan yang bersifat “liquid”. Melihat kebenaran iman dari pengalaman pribadi, terjemahan sendiri tanpa mendasarkan pada Alkitab sebagai sumber utama. Menginterpretasikan kematian dan kebangkitan Kristus sebagai simbol bukan mengimani peristiwa tersebut sebagai sesuatu yang nyata. Secara eksplisit memisahkan Allah dan Kristus dalam sebuah gambaran bahwa Kematian Kristus seperti sebuah simbol tindakan Orang tua yang mendera anaknya sendiri, mengutip discipleship.com bagi Kristen progresif, apa yang terjadi dalam Peristiwa Jumat Agung adalah bentuk “pelecehan anak secara kosmik”


    Layaknya seorang kawula Kristen yang pasif, saya melihat gerakan ini mungkin lebih akrab bagi karakteristik anak muda masa kini dimana mengedepankan kebebasan ekspresi pribadi ketimbang memusatkan diri pada pemahaman yang konservatif. Hanya saja bagaimana bisa gerakan ini dapat dikatakan sebagai Kristen apabila keselamatan itu bisa didapatkan diluar Kristus, sedangkan nama Kristen sendiri memiliki arti pengikut Kristus, mereka yang dikatakan pengikut Kristus mula-mula adalah mereka yang menyaksikan dan mendengarkan kesaksian bahwa peristiwa penyaliban dan kebangkitan Kristus adalah fakta, dan bukan sebuah bentuk simbol apalagi representasi. 


    Adapula pandangan mereka bahwa beribadah tidak harus di gereja, tetapi secara sosial gereja menguatkan komunitas Kristen dalam lingkungan terkecil. Sebagai contoh, kita dapat melihat perjalanan pelayanan Yesus selama di dunia yakni meski membawa pembaharuan dalam pandangan konservatif Yahudi pada masa itu, Yesus tak pernah menjauhkan diri dalam pertemuan-pertemuan ibadah di Bait Allah. Dia memberikan teladan tentang bagaimana seorang yang beriman kepada Allah harus hidup tanpa harus memisahkan diri dari komunitas. Meski, harus diakui perkembangan zaman saat ini menciptakan rasa keterasingan antara anggota jemaat yang satu dengan lainnya di dalam peribadatan, tetapi pada dasarnya ini bukan menjadi alasan untuk memisahkan diri dari komunitas, kecuali kita memang ditolak. Mengapa ada pengecualian, karena Yesus sendiri memberikan teladan kepada kita yakni ketika pandangan-Nya ditolak oleh orang-orang Farisi, Dia tidak “alergi” dengan Bait Allah. Alih-alih membuat keributan, Yesus pergi ke Bait lainnya untuk mengajar. 


    Perihal interpretasi subjektif yang berdasarkan pengalaman, saya juga merasa keberatan sebab Alkitab merupakan satu-satunya sumber Pengajaran utama Kristen mengingat zaman kita terlampau jauh dari zaman Para Rasul atau 3 generasi murid-murid para Rasul, sesuatu yang cukup berbahaya jika menjadikan pengalaman pribadi sebagai dasar iman dan sumber pengajaran. Sekali lagi saya mengambil contoh dari keteladan Kristus, ketika masa pelayanan-Nya, Yesus tak pernah sekalipun mengoreksi isi Kitab-Kitab Taurat sebelumnya, melainkan mengkritisi tentang kesalahan penafsiran para Rabi di kala itu, serta kebiasaan mengedepankan adat-istiadat dibanding memahami isi kitab Taurat. Inilah yang menjadi alasan mengapa orang Kristen saat ini masih mempertahankan Kitab Perjanjian Lama, sebagai sumber utama dalam pengajaran iman. 


    Sesuatu yang seharusnya menjadi perhatian bagi Kristen Progresif bahwa apabila iman didasarkan pada pengalaman dan penafsiran pribadi semata tanpa mendasarkannya pada Alkitab sebagai sumber utama, apakah tidak menutup kemungkinan bahwa suatu saat ajaran Kristen akan melenceng dari relnya. Kristen menjadi kompromi pada dosa yang sebenarnya bertentangan dengan Kasih? Misalnya Kristen Progresif yakin bahwa Homoseksual tidak dapat dihakimi sebagai dosa karena Tuhan Yesus sendiri tidak menghukum seorang perempuan yang berzinah, seperti isi Injil Yohanes 8 :1-11, yang sebenarnya jika dibaca secara menyeluruh bukan merupakan bentuk kompromi terhadap dosa. Yesus tetap melihat perzinahan sebagai dosa tetapi memilih untuk menyelesaikannya dengan cara menunjukan pengampunan dan memberikan kesempatan hidup baru. Seperti pada kutipan ayat ke 11 :

Jawabnya: "Tidak ada, Tuhan." Lalu kata Yesus: "Akupun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang.”


    Pada akhirnya, sebagai seorang yang pasif dalam progresivitas, saya berpikir bahwa gerakan ini mungkin berusaha untuk berkompromi pada dunia agar mudah diterima. Benar anak muda menyukai perubahan dan kemajuan, tetapi apakah gerakan Kristen Progresif masih dapat dikatakan Kristen apabila dia mulai beranjak meninggalkan inti keimanan Kristen itu sendiri?


Referensi yang membantu tulisan ini :

Alkitab SABDA. (2005). Yoh 8:1-11 (TB) - Tampilan Daftar Ayat. Alkitab SABDA. Retrieved April 22, 2024, from https://alkitab.sabda.org/passage.php?passage=yoh%208:1-11&tab=text


Cole, D. S. (2024, March 11). Neither Do I Condemn You | Dorian Cole. Patheos. Retrieved April 22, 2024, from https://www.patheos.com/blogs/newgenerationsexplorefaith/2024/03/neither-do-i-condemn-you/


Discipleship Patner. (2021). 5 Signs Your Church Might be Heading Toward Progressive Christianity. Discipleship.org. Retrieved April 22, 2024, from https://discipleship.org/blog/5-signs-your-church-might-be-heading-toward-progressive-christianity/


Pavlovitz, J. (2017, 8 5). Alisa Childers I Blog. Alisa Childers I Blog. Retrieved April 22, 2024, from https://www.alisachildersblog.com/blog/5-signs-your-church-might-be-heading-toward-progressive-christianity


Shlemon, A., & Childers, A. (2017, 8 8). How to Recognize Progressive Christianity Through Theology. Impact 360 Institute. Retrieved April 22, 2024, from https://www.impact360institute.org/articles/how-to-recognize-progressive-christianity-through-theology/


Comments

Popular posts from this blog

Konsentrasi Komunikasi Antar Budaya, ada?

Komunikasi Lintas/Antarbudaya (Cross Cultural Communication) tidak banyak yang tahu tentang konsentrasi ini selain mahasiswa Jurusan ilmu komunikasi, Universitas Nusa Cendana (Undana).   Ya, memang di Kupang ada dua jurusan ilmu komunikasi, satunya di Undana dan lainnya di universitas Widya Mandira (Unwira). Untuk wilayah Nusa Tenggara Timur, Ilmu komunikasi lebih banyak dikenal melalui konsentrasi Jurnalistik dan Hubungan Masyarakat, maka tidak mengherankan ketika mencari kerja anak KAB (sebutan untuk mahasiswa konsentrasi antarbudaya) sering ditanya-tanya tentang  konsentrasinya oleh para pencari tenaga kerja. Pernah saya ditanyai tentang konsentrasi antarbudaya, belum sempat saya jawab, sudah bergulir saja kalimat “ Oh… jadi nanti kalian belajar bahasa daerah dari berbagai daerah di NTT? ” atau “ Bahasa daerah apa yang sudah kalian kuasai? ”   (pertanyaan ke-2 itu yang paling menjengkelkan).  Alih-alih paham, justru konsentrasi Komunikasi Antarbudaya disalah artikan kajia

Tak Ada Makan Siang Gratis Dalam Mencapai Kemajuan Negara

  Sumber : Kemeperkraf Indonesia        Beberapa waktu yang lalu saya mengerjakan sebuah tugas ujian akhir semester, ada pertanyaan yang menarik tentang relasi konsep kepemimpinan otoriter dan kemajuan suatu negara. Diambilah contoh Singapura, Korea Selatan dan Taiwan sebagai negara pembanding untuk membuktikan kepemimpinan otoriter turut serta dalam kemajuan suatu negara. Di Indonesia, mungkin diambil contoh pada masa orde baru, di mana Indonesia seketika berubah dari negara miskin menjadi negara yang memiliki power di Asia bahkan dijuluki sebagai Macan Asia di bawah kepemimpinan otoriter.      Jika dilihat secara umum, memang ada benarnya karena perencanaan dan pengawasan yang lebih terpusat. Sistem otoriter membuat segala keputusan dapat diambil dengan cepat tanpa harus membuang waktu dan uang hanya untuk duduk berdiskusi di dalam parlemen. Jika dicari kesamaan dari Singapura, Korea Selatan dan Taiwan, mereka memang berubah menjadi negara maju terkhususnya dalam bidang ekonomi setel

Darurat Dialektika dan Drakor

Seorang teman menyarankan saya untuk menonton Video tanya jawab Rocky Gerung dengan anak-anak muda perihal dinamika politik yang dibalut atau dibenarkan melalui pertanyaan-pertanyaan di dunia teknologi yang bagi saya tidak terlalu menarik. Dari kalimat “Lu kan suka sejarah” membuat saya tertantang mengingat Rocky Gerung pernah menemui moment “diam” sejenak saat pernyataannya disanggah oleh Sujiwo Tejo mengenai kekayaan kosakata bahasa Indonesia. Sejarah... Apa yang saya temukan selain ide tentang masa depan Demokrasi Indonesia, kemanusiaan dan sebagainya dengan melalui sudut pandang Filsuf Yunani. “ Rocky Gerung : Alasan Kita Darurat Dialektika” Sebuah judul yang menghantarkan ingatan saya ketika masih berstatus mahasiswa, ada seorang dosen mata kuliah kewirausahaan yang tersinggung saat teman saya mempertanyakan materi kuliah yang tak sesuai dengan kenyataan yang dia temui ketika berdagang bersama orang tuanya. Pertanyaan itu akhirnya membuat teman saya mendapatkan nilai D karena dian