Skip to main content

CANTIK ITU MAMA

"Kamu Cantik” Dua kata yang membuat kaum hawa merasa tersanjung ketika mendengarkannya, dan dua kata ini tidak dapat didengarkan oleh hampir sebagian besar ibu, mama, emak, bunda, atau nama yang mewakili sosok seorang wanita yang menjadi tiang rumah tangga. Mungkin karena kecantikan mereka tertutup oleh kerasnya hidup dan pengorbanan demi kenyamanan hidup anak dan suami mereka. Sepanjang saya hidup, saya tak dapat mendefinisikan kata “Cantik” dengan jelas. Lingkungan mengatakan cantik itu harus seperti aktris ternama yang membintangi iklan shampoo, kosmetik, dan e-commerce. Saya juga sering menemui jawaban seperti ini ketika ada pertanyaan “manakah yang lebih cantik ibumu atau aktris korea?” :

“Ya iyalah, kalau tidak cantik bagaimana bisa menikah dan melahirkanku?”

“Iya tapi cantik mamaku itu beda.”

“Cantiklah. Makanya turun ke saya”

Jawaban nyeleneh itu justru membuat saya berpikir, mungkin kita melewatkan suatu makna terpenting tentang kecantikan yang dimiliki oleh Ibu. Pernahkah kalian bertanya mengapa ibu kalian tak berias? Pernahkah kalian bertanya kepada ibu kalian, mengapa dia tak membeli pakaian dalam baru? Mengapa dia tak membeli pakaian bermerek? padahal bisa saja dia lakukan karena dialah yang mengatur semua uang di dalam rumah tangga. 





MENGAPA IBU TAK BERIAS?

Wajah mudanya tergerus oleh usia dan berbagai macam beban sebagai seorang ibu, tak jarang dia lupa merawat dirinya karena tak diberi sedikit pun waktu bagi pikirannya untuk merias dirinya. Ibu selalu ingat membelikan kebutuhan dalam rumah, mengutamakan keinginan anak-anaknya untuk membeli jajanan kesukaannya. Semasa kecil saya selalu memprotes ibu saya karena tidak mau merias dirinya seperti ibu-ibu lainnya. Mungkin saja hatinya terluka karena diremehkan anaknya sendiri. Bisa saja dia membeli berbagai macam Kosmetik bermerek dengan penghasilannya sebagai seorang pegawai negeri, tetapi dia mengalah demi membelikan mainan bagi anak-anaknya. Setelah saya dewasa saya baru menyadari bahwa saya melewatkan suatu tampilan kecantikan dari ibu saya yang terpancar ketika dia tersenyum melihat anak-anaknya menikmati jajanan yang dia beli. Tak ada syarat bagi kecantikan yang terpancar karena kebahagiaan seorang ibu. Kosmetik pun pada saat itu adalah barang yang mahal bagi dirinya, berbeda dengan masa sekarang di mana kosmetik berkualitas pun memiliki harga yang terjangkau bagi kalangan menengah ke bawah. 

MENGAPA IBU JARANG MEMBELI PAKAIANNYA SENDIRI?

Mungkin ibu terlalu memprioritaskan anak-anak dan suaminya sehingga pelit pada diri sendiri. Setiap awal bulan ibu saya selalu mengajak anak-anaknya untuk membeli pakaian baru di pasar terdekat. Dia selalu bertanya baju apa yang ingin saya beli, sepatu apa yang ingin saya kenakan nanti di sekolah, celana jeans apa yang saya sukai. Tapi dari sekian banyak percakapan kami di pasar tak pernah sekali pun saya bertanya apa yang ingin dia beli untuk dirinya sendiri. Padahal saya tahu bahwa ibu sangat jarang membeli baju baru bahkan dia jarang membeli Pakaian dalam untuk dirinya sendiri. Kalian pun pasti pernah melihat perbedaan yang cukup signifikan ketika menjemur pakaian dalam setiap anggota keluarga di dalam rumah. Pakaian dalam siapa yang terbaru dan pakaian dalam siapa yang paling lusuh. Dari situ kita bisa tahu bahwa pakaian dalam yang lusuh itu adalah milik ibu kita. Pakaian dalam lusuh yang tersembunyi dan terabaikan oleh kita anak-anaknya. Pakaian dalam yang dia lipat dan sembunyikan di laci lemari paling bawah. Kita selalu memuji kecantikan model catwalk ketika mengenakan pakaian dalam yang ditampilkan di televisi tetapi kita sendiri lupa memuji kecantikan ibu kita yang rela mengenakan pakaian dalam lusuh demi membelikan pakaian terbaru bagi kita. 


Ibu mempunyai kesempatan untuk merias dirinya menggunakan produk Kosmetik termahal dan ibu punya kesempatan untuk membeli pakaian dalam terbaru setiap bulannya tetapi ibu memilih untuk berkorban demi keluarga yang dia cintai. Kecantikan terbesar seorang ibu adalah ketika dia berkorban demi kebahagiaan keluarganya dan kebahagiaan itulah yang terlewatkan dari perhatian dunia, bukan karena ibu menyembunyikan kecantikan itu tetapi dunialah yang terlalu buta untuk melihatnya.




Comments

Popular posts from this blog

Konsentrasi Komunikasi Antar Budaya, ada?

Komunikasi Lintas/Antarbudaya (Cross Cultural Communication) tidak banyak yang tahu tentang konsentrasi ini selain mahasiswa Jurusan ilmu komunikasi, Universitas Nusa Cendana (Undana).   Ya, memang di Kupang ada dua jurusan ilmu komunikasi, satunya di Undana dan lainnya di universitas Widya Mandira (Unwira). Untuk wilayah Nusa Tenggara Timur, Ilmu komunikasi lebih banyak dikenal melalui konsentrasi Jurnalistik dan Hubungan Masyarakat, maka tidak mengherankan ketika mencari kerja anak KAB (sebutan untuk mahasiswa konsentrasi antarbudaya) sering ditanya-tanya tentang  konsentrasinya oleh para pencari tenaga kerja. Pernah saya ditanyai tentang konsentrasi antarbudaya, belum sempat saya jawab, sudah bergulir saja kalimat “ Oh… jadi nanti kalian belajar bahasa daerah dari berbagai daerah di NTT? ” atau “ Bahasa daerah apa yang sudah kalian kuasai? ”   (pertanyaan ke-2 itu yang paling menjengkelkan).  Alih-alih paham, justru konsentrasi Komunikasi Antarbudaya disalah artikan kajia

Tak Ada Makan Siang Gratis Dalam Mencapai Kemajuan Negara

  Sumber : Kemeperkraf Indonesia        Beberapa waktu yang lalu saya mengerjakan sebuah tugas ujian akhir semester, ada pertanyaan yang menarik tentang relasi konsep kepemimpinan otoriter dan kemajuan suatu negara. Diambilah contoh Singapura, Korea Selatan dan Taiwan sebagai negara pembanding untuk membuktikan kepemimpinan otoriter turut serta dalam kemajuan suatu negara. Di Indonesia, mungkin diambil contoh pada masa orde baru, di mana Indonesia seketika berubah dari negara miskin menjadi negara yang memiliki power di Asia bahkan dijuluki sebagai Macan Asia di bawah kepemimpinan otoriter.      Jika dilihat secara umum, memang ada benarnya karena perencanaan dan pengawasan yang lebih terpusat. Sistem otoriter membuat segala keputusan dapat diambil dengan cepat tanpa harus membuang waktu dan uang hanya untuk duduk berdiskusi di dalam parlemen. Jika dicari kesamaan dari Singapura, Korea Selatan dan Taiwan, mereka memang berubah menjadi negara maju terkhususnya dalam bidang ekonomi setel

Darurat Dialektika dan Drakor

Seorang teman menyarankan saya untuk menonton Video tanya jawab Rocky Gerung dengan anak-anak muda perihal dinamika politik yang dibalut atau dibenarkan melalui pertanyaan-pertanyaan di dunia teknologi yang bagi saya tidak terlalu menarik. Dari kalimat “Lu kan suka sejarah” membuat saya tertantang mengingat Rocky Gerung pernah menemui moment “diam” sejenak saat pernyataannya disanggah oleh Sujiwo Tejo mengenai kekayaan kosakata bahasa Indonesia. Sejarah... Apa yang saya temukan selain ide tentang masa depan Demokrasi Indonesia, kemanusiaan dan sebagainya dengan melalui sudut pandang Filsuf Yunani. “ Rocky Gerung : Alasan Kita Darurat Dialektika” Sebuah judul yang menghantarkan ingatan saya ketika masih berstatus mahasiswa, ada seorang dosen mata kuliah kewirausahaan yang tersinggung saat teman saya mempertanyakan materi kuliah yang tak sesuai dengan kenyataan yang dia temui ketika berdagang bersama orang tuanya. Pertanyaan itu akhirnya membuat teman saya mendapatkan nilai D karena dian