Skip to main content

TRADISI NATAL ANAK-ANAK DI INDONESIA

Sebuah pertanyaan yang muncul dalam pikiran saya kala senja seusai hujan. Natal tahun ini di ibukota atau pun di ibu kota provinsi seperti tak ada yang spesial atau tak ada yang membangkitkan kenangan yang hangat di masa kecil. Bagi anak-anak yang menghabiskan masa kecilnya di tahun 1990an hingga 2010 pasti akan ingat kebiasaan anak-anak saat menikmati masa liburan natal, ada beberapa kegiatan yang mungkin akan membangkitkan memori pembaca tentang kenangan natal yang hilang di tahun-tahun setelah 2010, di antaranya : 

 

1.   Natal Bersama Anak Sekolah Minggu

Saya masih ingat kenangan ini, bagaimana acara ini sangat ditunggu-ditunggu oleh saya dan kawan-kawan, karena akan mendapatkan hadiah berupa alat tulis ataupun uang yang diberikan lewat amplop oleh guru Sekolah minggu. Kado natal ini mungkin terlihat murah tetapi berkesan bagi anak-anak sekolah minggu.

 

2.   Doa Bersama Keluarga di malan 24 Desember.

Meski doa malam natal sudah dilakukan di gereja, tetapi kegiatan ini selalu dilakukan di rumah sebagai sebuah kebiasaan yang mengakrabkan semua anggota keluarga enta itu hanya keluarga inti atau keluarga besar. Kegiatan ini termasuk berkumpul di rumah anggota keluarga tertua ketika malam natal.

 

3.   Berkeliling dari rumah ke rumah untuk memberikan selamat

Sebelum berkeliling biasanya teman-teman yang usianya paling tua akan mengkoordinir anak-anak lainnya dan memutuskan rumah atau kompleks mana yang harus dikunjungi lebih dahulu. Tak jarang mereka bertanggungjawab untuk mengantar anak-anak yang lebih kecil ketika selesai berkeliling. Sebuah kebiasaan yang menurut saya mulai pudar di tengah gelombang penggunaan gadget yang tinggi.

 

4.   Mengumpulkan camilan dan minuman yang didapatkan dari tetangga

Jika diingat kembali, setiap kali natal, anak-anak akan minta dibelikan celana Panjang yang memiliki banyak saku dari orang tua mereka. Saku-saku itu berguna untuk mengumpulkan camilan dan minuman yang mereka dapatkan dari para tetangga. Setelah mengumpulkan semua bahan makanan tersebut, dengan bangganya mereka akan pulang dan memamerkan hasil yang didapatkan kepada orang tua mereka.

 

Hampir empat poin tersebut telah hilang dari natal. Tak ada lagi kebersamaan dengan orang tua dan telah hilang waktu untuk dibagi dengan teman-teman lainnya. Natal ya sekadar natal, di gereja untuk merayakan kelahiran sang Juruselamat, di rumah sebagai masa-masa liburan menjelang pergantian tahun, di dalam hubungan sosial hanya sekadar masa untuk menyendiri. Jika di waktu kecil kita merindukan natal, apakah hari ini kerinduan yang sama juga dimiliki oleh anak-anak? Atau ada sesuatu yang hilang dari natal?

 


 

Comments

Popular posts from this blog

Konsentrasi Komunikasi Antar Budaya, ada?

Komunikasi Lintas/Antarbudaya (Cross Cultural Communication) tidak banyak yang tahu tentang konsentrasi ini selain mahasiswa Jurusan ilmu komunikasi, Universitas Nusa Cendana (Undana).   Ya, memang di Kupang ada dua jurusan ilmu komunikasi, satunya di Undana dan lainnya di universitas Widya Mandira (Unwira). Untuk wilayah Nusa Tenggara Timur, Ilmu komunikasi lebih banyak dikenal melalui konsentrasi Jurnalistik dan Hubungan Masyarakat, maka tidak mengherankan ketika mencari kerja anak KAB (sebutan untuk mahasiswa konsentrasi antarbudaya) sering ditanya-tanya tentang  konsentrasinya oleh para pencari tenaga kerja. Pernah saya ditanyai tentang konsentrasi antarbudaya, belum sempat saya jawab, sudah bergulir saja kalimat “ Oh… jadi nanti kalian belajar bahasa daerah dari berbagai daerah di NTT? ” atau “ Bahasa daerah apa yang sudah kalian kuasai? ”   (pertanyaan ke-2 itu yang paling menjengkelkan).  Alih-alih paham, justru konsentrasi Komunikasi Antarbudaya di...

Nilai Bahasa Indonesia kamu 100? Seharusnya kamu bangga...

Bahasa Indonesia : Kebanggan terakhir di Dunia Pendidikan Indonesia Nilai Bahasa Indonesia kamu 100? Seharusnya kamu bangga. Kenapa? Itu membuktikan kalau kamu adalah orang cerdas (Ingat ya Cerdas, bukan hanya pintar). Kan aneh kalau setiap hari berkomunikasi dengan bahasa Indonesia tapi masih saja gagal mendapatkan nilai 100 di ujiannya. Ya, bahasa Indonesia memang sedang berada di bawah mata pelajaran MIPA. Jarang ada orang tua yang bangga jika anaknya mendapatkan nilai 100 dalam mata pelajaran   Bahasa Indonesia. Yang dilihat pertama kali oleh orang tua saat melihat nilai raport anaknya pasti mata pelajaran MIPA atau bahasa Asing (Inggris, Jerman, Jepang, Cina dan lain-lain), kalau nilainya menurun pasti si anak akan ditegur berulang kali. Nah, kalau nilai bahasa Indonesianya rendah, tapi mata pelajaran lainnya tinggi, si anak pasti dipuji. “Kamu pintar nak. Mama bangga sama kamu!” (Nilai MIPA dan bahasa Asing tinggi, nilai bahasa Indonesia rendah) “Otakmu di m...

Filosofi Menara Babel

Filosofi Menara Babel ini sebenarnya terbersit saat membaca Kitab Kejadian 11 : 1 - 9 dengan perikop Menara  Babel yang menceritakan tentang Raja Pertama di muka bumi yakni Raja Nimrod, yang berkuasa setelah zaman Nuh. Dialah manusia yang paling gagah perkasa dan sang penakluk mula-mula umat manusia. Untuk mengabadikan kekuasaannya dia berniat untuk membuat sebuah bangunan yang tingginya bisa mencapai langit. Dalam perikop tersebut juga dijelaskan bahwa umat manusia di muka bumi pada waktu itu memiliki bahasa dan budaya yang satu sehingga tidak menjadi kendala untuk menghimpun mereka dalam suatu bangsa dan menyatukan mereka dalam satu pikiran yang sama.  Singkat cerita di bawah pemerintahan Raja Nimrod, pembangunan menara pun dimulai, begitu hebatnya mereka bekerja hingga mampu membangun sebuah bangunan yang hampir menyentuh langit. TUHAN melihat dari surga bahwa pekerjaan manusia tersebut merupakan sebuah bentuk tantangan terhadap otoritas TUHAN. Maka TUHAN pun turun dan meng...