Monday, June 21, 2021

TERUS KAPAN TUHAN DIMULIAKAN???



Dua kata ini kembali saya dengar menjelang penerimaan pegawai dan tes masuk angkatan bersenjata Republik Indonesia, orang dalam. Selalu ada harapan dan imbalan pada awal, proses, hingga akhirnya. Sekuat dan sedetil apa pun pemerintah melakukan langkah pencegahan aksi nepotisme ini, selalu saja ada oknum yang lebih upgrade dalam melakukan kecurangan. Seolah-olah sistem itu buta pada tindakan yang tersembunyi dan diredam oleh tembok-tembok rumah warga. Saya tidak tahu bagaimana masyarakat hidup dalam rasa percaya pada suatu individu yang pada akhirnya akan meminta balasan yang jauh lebih besar dari yang pernah dia berikan. Pribadi lepas pribadi adalah kesia-siaan selama 12 – 17 tahun belajar. Keahlian hanyalah embel-embel dari setiap bisikan kecil “ini orang saya”. Apa yang ingin dibangun dari negara ini? Kemajuan atau kekerabatan yang membutakan semua rasionalitas pekerjaan. Seorang sarjana pertanian bekerja di dinas komunikasi dan informatika, seorang sarjana ilmu pendidikan bekerja sebagai staf humas, seorang sarjana teknik mesin diangkat sebagai bendahara. Saya tidak lagi hidup dalam dunia yang ideal seperti yang dijelaskan di dalam ruang kuliah. Orang-orang mengasihani dan memberi komentar sinis pada keputusan saya untuk berjalan sendiri, entah itu kenekatan atau kebodohan yang saya percayai dalam doa-doa malam.

Jika berbicara tentang doa maka akan ada saran yang menyesatkan bahwa mungkin Tuhan menolong saya melalui orang dalam. Benarkan demikian? Jadi Tuhan tidak menolong orang-orang yang mengikuti aturan tetapi menggunakan orang dalam sebagai bentuk uluran tangan-NYA?. Polisi saja tidak menilang pengendara yang tertib lalu lintas, lalu bagaimana kita menjelaskan bahwa Tuhan bekerja melawan orang-orang yang mengikuti aturan? Saya ingin berdiri pada tempat di mana Tuhan dimuliakan melalui kesulitan yang saya alami dalam meraih cita-cita. Persoalan yang saya alami cukup membuat saya goyah dan gementar bahkan menangis sendiri di malam hari. Tuhan dimuliakan dalam persoalan tersebut. Dulu saya mendengar dan belum percaya, sekarang saya mengalaminya dan percaya. Bahwa tak ada rencana Tuhan yang lalai terhadap hidup saya, termasuk cita-cita saya dan keinginan untuk mengikuti aturan main. Jika kali ini saya berhasil maka itu bukan karena kekuasaan seseorang atau saya mengandalkan orang lain untuk menopang masa depan tetapi karena Tuhan yang memberikannya kepada saya.

Kegagalan pertama pada tes CPNS di tahun 2018 dimaknai oleh saya sebagai cara Tuhan agar saya dapat merawat mama saya sebelum beliau meninggal dunia. Kegagalan kedua saya dalam tes CPNS 2019 adalah cara Tuhan melindungi saya agar tak terjebak di ibukota selama pandemic covid-19. Begitulah cara saya memahami maksud Tuhan dalam kegagalan saya walaupun prosesnya cukup lambat. Saya tidak ingin menyalahkan siapa pun atau apapun dalam kegagalan saya, karena dengan begitu saya tahu bahwa Tuhan itu hebat karena mampu membuat saya belajar dari sebuah kegagalan dan mengubahnya menjadi rasa syukur yang tak terbatas. Itulah alasan saya mengapa saya tidak memerlukan orang dalam. Sok suci, mungkin kata itu yang akan saya dapatkan dari beberapa pembaca tetapi saya tidak masalah karena mereka yang sok berdosa akan terlihat lebih munafik dalam hal merendah hati.

Seperti renungan keren yang terlintas di pikiran saya setelah menyelesaikan Saat Teduh :

“ pakai orang dalam itu pilihan, terserah lu. Asal jangan marah kalo suatu saat dong (:mereka) bilang lu tanpa dong (berakhir) jadi tai. Lu mau berhasil di mana pun tetap orang (lain) sonde (:tidak) hitung itu karena Tuhan tapi karena orang dalam. Terus kapan Tuhan bisa dimuliakan dari lu pung hidup yang singkat itu?

Ketika Kekayaan Alam Menjadi Kutukan bagi Pendidikan

Pernahkah kamu memperhatikan fenomena yang tampak paradoksal yang mana daerah-daerah kaya akan sumber daya alam justru cenderung memiliki ti...