Skip to main content

"TAK BERDARAH" INDONESIA


Sekitar sebulan yang lalu, sebagian warga Indonesia dikejutkan dengan beredarnya pernyataan penyanyi Agnes Monica atau Agnez Mo, yang mengatakan bahwa dirinya tidak mempunyai darah Indonesia dan hanya lahir di Indonesia. Pernyataan itu memang sedikit menyakitkan bagi saya (sebelum saya memahami kata-katanya), hingga saya berpikir mungkin Agnez Mo sudah tidak mau disebut sebagai orang Indonesia. Pernyataan Agnez Mo tersebut juga menimbulkan perdebatan yang tersaji di TV Swasta sekelas MetroTV, ada yang menyesalkan pernyataan tersebut dan ada pula yang tak mempermasalahkan pernyataan Agnez Mo, karena menurutnya pernyataan Agnez Mo itu wajar karena perumusan definisi "darah Indonesia" belum sampai pada final. Agnez Mo juga menerangkan pada media di Amerika Serikat bahwa secara etnis dan agama, dia adalah golongan minoritas di Indonesia. Berikut merupakan terjemahan kutipan dialog wawancara Agnez Mo :

"Sebenarnya, aku tidak punya darah Indonesia atau apapun itu. Aku (berdarah) Jerman, Jepang, China, dan aku hanya lahir di Indonesia," 
"Aku juga (beragama) Kristen dan mayoritas di sana (Indonesia) Muslim. Jadi, aku tidak akan bilang aku tidak pantas berada di sana karena orang-orang menerimaku apa adanya. Tapi, selalu ada perasaan kalau, aku tidak seperti orang-orang lainnya," 

Tidak ada masalah bagi saya, setelah saya tahu bahwa definisi "darah Indonesia" ternyata belum sepenuhnya disepakati oleh sesama warga negara Indonesia. Misalnya ketika Basuki Tjahja Purnama alias Ahok menjadi gubernur DKI Jakarta, Sejuta kali ia bilang "saya orang Indonesia, etnis Tionghoa" tetap saja dia disebut sebagai orang Cina bahkan tak jarang secara kasar dia disebut non pribumi (what the hack?!) oleh orang yang juga kita tahu bahwa mereka berasal dari keturunan di luar kepulauan nusantara. Maaf tetapi memang benar karena menurut Presiden Soekarno dan Muhammad Yamin, jika mau mengaku sebagai pribumi nusantara maka anda harus mengecek foklor nenek moyang anda, jika foklor tersebut mengatakan nenek moyang anda turun dari langit dan langsung menetap di salah satu pulau di nusantara, maka anda 100% Pribumi tetapi jika tidak, maka anda sama halnya dengan sebagian besar bangsa Indonesia yang nenek moyangnya merupakan pelaut yang bermigrasi ke kepulauan nusantara (sesama keturunan pengembara dilarang saling menjatuhkan, nenek moyang saya kemungkinan besar merupakan rumpun Austronesia makanya mirip orang aborigin). Presiden mengatakan hal tersebut untuk menyadarkan bahwa orang Indonesia adalah semua yang mencintai Indonesia, tidak peduli dari ras, etnis, suku, agama, kaya, miskin, bangsawan dan rakyat jelata, selama dia mau berjuang dan berkorban demi kemajuan serta keutuhan Negara Indonesia maka Indonesia adalah miliknya. 

Jika dipikir-pikir, mencari akar "darah" Indonesia itu rumit, Negara Amerika serikat yang memiliki beragam suku bangsa, etnis, ras, dan agama sampai yang tak beragama dan berTuhan saja mempunyai penduduk asli alias pribumi yang jelas yaitu orang Indian. Indonesia? Siapa memiliki apa, apa dimiliki siapa? belum jelas shay.... Janganlah berbicara darah, jika tanah dan air tidak bisa kita jaga.

Balik lagi ke persoalan Agnez Mo, pernyataan Agnez tersebut tidak salah tetapi menciptakan "blunder" karena walaupun tidak berdarah Indonesia setidaknya dia harus mengakui dirinya sebagai bangsa Indonesia (bukan hanya WNI, kan konsep bangsa Indonesia sudah ada sejak tahun 1928). Toh, Bangsa Indonesia ini merupakan bangsa campuran dari berbagai ras dan suku bangsa di dunia. Jangan bilang kamu minoritas di negaramu sendiri. Kenyataan minoritas itu memang pahit tetapi lebih pahit jika kita kehilangan keyakinan pada Negara kita sendiri. Ini bukan tentang darah Indonesia-mu tetapi tentang maukah kamu berdarah-darah demi Indonesia-mu? 

Kita keturunan pengembara
dengan layar yang terkembang
mengikuti angin liar samudera
mencari tanah dan air yang baru

Comments

Popular posts from this blog

Konsentrasi Komunikasi Antar Budaya, ada?

Komunikasi Lintas/Antarbudaya (Cross Cultural Communication) tidak banyak yang tahu tentang konsentrasi ini selain mahasiswa Jurusan ilmu komunikasi, Universitas Nusa Cendana (Undana).   Ya, memang di Kupang ada dua jurusan ilmu komunikasi, satunya di Undana dan lainnya di universitas Widya Mandira (Unwira). Untuk wilayah Nusa Tenggara Timur, Ilmu komunikasi lebih banyak dikenal melalui konsentrasi Jurnalistik dan Hubungan Masyarakat, maka tidak mengherankan ketika mencari kerja anak KAB (sebutan untuk mahasiswa konsentrasi antarbudaya) sering ditanya-tanya tentang  konsentrasinya oleh para pencari tenaga kerja. Pernah saya ditanyai tentang konsentrasi antarbudaya, belum sempat saya jawab, sudah bergulir saja kalimat “ Oh… jadi nanti kalian belajar bahasa daerah dari berbagai daerah di NTT? ” atau “ Bahasa daerah apa yang sudah kalian kuasai? ”   (pertanyaan ke-2 itu yang paling menjengkelkan).  Alih-alih paham, justru konsentrasi Komunikasi Antarbudaya disalah artikan kajia

Tak Ada Makan Siang Gratis Dalam Mencapai Kemajuan Negara

  Sumber : Kemeperkraf Indonesia        Beberapa waktu yang lalu saya mengerjakan sebuah tugas ujian akhir semester, ada pertanyaan yang menarik tentang relasi konsep kepemimpinan otoriter dan kemajuan suatu negara. Diambilah contoh Singapura, Korea Selatan dan Taiwan sebagai negara pembanding untuk membuktikan kepemimpinan otoriter turut serta dalam kemajuan suatu negara. Di Indonesia, mungkin diambil contoh pada masa orde baru, di mana Indonesia seketika berubah dari negara miskin menjadi negara yang memiliki power di Asia bahkan dijuluki sebagai Macan Asia di bawah kepemimpinan otoriter.      Jika dilihat secara umum, memang ada benarnya karena perencanaan dan pengawasan yang lebih terpusat. Sistem otoriter membuat segala keputusan dapat diambil dengan cepat tanpa harus membuang waktu dan uang hanya untuk duduk berdiskusi di dalam parlemen. Jika dicari kesamaan dari Singapura, Korea Selatan dan Taiwan, mereka memang berubah menjadi negara maju terkhususnya dalam bidang ekonomi setel

Darurat Dialektika dan Drakor

Seorang teman menyarankan saya untuk menonton Video tanya jawab Rocky Gerung dengan anak-anak muda perihal dinamika politik yang dibalut atau dibenarkan melalui pertanyaan-pertanyaan di dunia teknologi yang bagi saya tidak terlalu menarik. Dari kalimat “Lu kan suka sejarah” membuat saya tertantang mengingat Rocky Gerung pernah menemui moment “diam” sejenak saat pernyataannya disanggah oleh Sujiwo Tejo mengenai kekayaan kosakata bahasa Indonesia. Sejarah... Apa yang saya temukan selain ide tentang masa depan Demokrasi Indonesia, kemanusiaan dan sebagainya dengan melalui sudut pandang Filsuf Yunani. “ Rocky Gerung : Alasan Kita Darurat Dialektika” Sebuah judul yang menghantarkan ingatan saya ketika masih berstatus mahasiswa, ada seorang dosen mata kuliah kewirausahaan yang tersinggung saat teman saya mempertanyakan materi kuliah yang tak sesuai dengan kenyataan yang dia temui ketika berdagang bersama orang tuanya. Pertanyaan itu akhirnya membuat teman saya mendapatkan nilai D karena dian