Kita sering mendengarkan kalimat "If I were You, I will..." atau "Jika aku menjadi kamu, aku akan..." sebagai suatu pernyataan bahwa tindakan dan keputusan selalu dipengaruhi oleh pribadi seseorang. Pernyataan ini justru menghilangkan faktor lingkungan dan pengalaman yang membentuk pribadi seseorang. Banyak orang yang merasa dirinya bijak dan mengatakan bahwa jika dia berada di posisi si A maka dia akan berbuat sesuai dengan pribadinya saat ini.
Misalnya, Si A merupakan anak yang bandel dan sering bertengkar dengan orang tuanya. Si B yang melihat dan mendengarkan pertengkaran tersebut kemudian mengatakan "Jika aku menjadi dia, maka aku tidak akan melakukan hal kasar seperti itu."
Sampai pada hal tersebut, secara jelas, si B justru mengabaikan faktor pembentukan kepribadian. Si A berasal dari keluarga broken home, tak ada yang dia inginkan selain ketenangan tetapi tak bisa dia dapatkan karena kedua orang tua selalu bertengkar di depan si A dan adik-adiknya. Si A yang sedari kecil terbiasa melihat pertengkaran, akhirnya belajar bahwa penyelesaian terbaik adalah melalui pertengkaran. Sedangkan si B berasal dari keluarga yang harmonis, yang selalu menyelesaikan masalahnya dengan diskusi yang baik. Kedua orang tua Si B juga tidak pernah bertengkar di depan anak-anak. Bahkan Si B selalu mendapatkan kasih sayang yang besar dari orang tua.
Kita sendiri tak jarang lupa bahwa kita menghakimi seseorang berdasarkan ukuran kita pakai. Kita tak pernah tahu bagaimana rasanya berada di situasi yang sama dengan orang yang kita hakimi. Jangan pernah merasa bahwa dunia ini hanya tentang kamu, dunia ini hanya memiliki satu alur cerita, atau merasa kepribadianmu bisa masuk di dalam segala situasi dan kondisi.
Kalimat "If I Were You" hanya membuat kita terlihat bodoh karena menganggap diri kita adalah robot yang memiliki pemograman yang sama. Kita ini manusia yang perilakunya dibentuk oleh lingkungan dan pengalaman.
Comments
Post a Comment