Filosofi Menara Babel ini sebenarnya terbersit saat membaca Kitab Kejadian 11 : 1 - 9 dengan perikop Menara Babel yang menceritakan tentang Raja Pertama di muka bumi yakni Raja Nimrod, yang berkuasa setelah zaman Nuh. Dialah manusia yang paling gagah perkasa dan sang penakluk mula-mula umat manusia. Untuk mengabadikan kekuasaannya dia berniat untuk membuat sebuah bangunan yang tingginya bisa mencapai langit. Dalam perikop tersebut juga dijelaskan bahwa umat manusia di muka bumi pada waktu itu memiliki bahasa dan budaya yang satu sehingga tidak menjadi kendala untuk menghimpun mereka dalam suatu bangsa dan menyatukan mereka dalam satu pikiran yang sama. Singkat cerita di bawah pemerintahan Raja Nimrod, pembangunan menara pun dimulai, begitu hebatnya mereka bekerja hingga mampu membangun sebuah bangunan yang hampir menyentuh langit. TUHAN melihat dari surga bahwa pekerjaan manusia tersebut merupakan sebuah bentuk tantangan terhadap otoritas TUHAN. Maka TUHAN pun turun dan mengacaubalau
Pada akhir tahun 1941, pulau Timor terbagi politik antara dua kekuatan kolonial: Portugis di timur dengan pusat pemerintahan di Dili, dan Belanda di barat dengan ibu kota administrasi di Kupang. Wilayah eksklusif Portugis di Oecussi juga termasuk dalam kedaulatan Belanda. Pertahanan Belanda di Kupang berjumlah sekitar 500 tentara, sementara pasukan Portugis di Dili hanya sekitar 150 orang. Pada bulan Februari, pemerintah Australia dan Belanda sepakat bahwa jika Jepang memasuki Perang Dunia Kedua di pihak Poros, Australia akan memberikan dukungan pesawat dan pasukan untuk memperkuat Timor Belanda, sementara Portugal akan tetap netral. Akibatnya, setelah serangan Jepang di Pearl Harbor, pasukan kecil Australia, yang dikenal sebagai Sparrow Force, tiba di Kupang pada 12 Desember 1941. Sementara itu, pasukan serupa, Gull Force dan Lark Force, dikirim untuk memperkuat Ambon dan Rabaul. Sparrow Force dipimpin awalnya oleh Letnan Kolonel William Leggatt, dan terdiri dari Batalyon 2/40, Komp