Friday, October 3, 2025

Ketika “Tidak ada Masalah" Terdengar Lebih Keras dari "Maaf, Ada yang Salah"

 


Beberapa minggu terakhir masyarakat Indonesia telah dikejutkan dengan kasus keracunan yang menimpa anak-anak sekolah setelah mengonsumsi Makan Bergizi Gratis (MBG) di sekolah mereka. Kemudian, saya membayangkan diri saya sebagai orang tua yang setiap pagi mengantar anak ke sekolah dengan harapan ia mendapat makanan bergizi gratis. Lalu tiba-tiba, sekolah menelepon : 


“anak anda keracunan bersama puluhan teman sekelasnya.” 


Pertanyaan pertama yang muncul dalam benak saya bukan "siapa yang salah?", tapi "bagaimana ini bisa terjadi?” Nah, pertanyaan sederhana ini sepertinya belum terjawab dengan memuaskan dalam kasus keracunan massal Program Makan Bergizi Gratis yang sudah menelan lebih dari 5.000 korban. Akan tetapi yang kita dengar justru pernyataan dari Wakil Panglima TNI, Jenderal Tandyo Budi Revita, yang menegaskan bahwa MBG yang dikelola TNI "higienis dan tidak ada masalah." 


Tunggu dulu. Bukan berarti saya tidak percaya pada TNI. Tapi ada yang janggal dengan timing dan cara penyampaian pernyataan ini. Coba kita bahas dengan kepala dingin.


Siapa yang Sebenarnya Bertanggung Jawab?

Pertama-tama, kita perlu paham dulu struktur program MBG ini. Bayangkan sebuah orkestra besar, ada yang main biola, ada yang main drum, ada yang jadi konduktor. Dalam MBG, Badan Gizi Nasional adalah konduktornya, yang bertanggung jawab penuh atas standar gizi dan keamanan pangan. TNI? Mereka lebih seperti bagian logistik yang membantu distribusi agar makanan sampai ke tangan anak-anak dengan cepat dan merata.

Sekarang, kalau ada masalah dengan kualitas musik yang dihasilkan orkestra, wajar nggak kalau pemain drum langsung bilang "kami main dengan sempurna kok"? Mungkin benar mereka mainnya bagus, tapi kan masalahnya bukan cuma di drum. Bisa jadi biolanya fals, atau kondukturnya kurang koordinasi. Intinya, masalah besar perlu dilihat secara menyeluruh, bukan cuma klaim sepihak dari satu bagian.

Ketika TNI bilang makanan mereka higienis dan berkualitas, pertanyaannya, apakah mereka punya kapasitas dan kewenangan untuk memastikan aspek gizi dan sanitasi? Atau mereka hanya berbicara tentang rantai distribusi yang memang jadi tugas mereka? Kalau yang kedua, ya wajar. Tapi kalau yang pertama, ini berarti melangkahi domain BGN, Kemenkes, dan BPOM yang memang ahlinya di bidang keamanan pangan.


Masalah dengan "...Tidak Ada Masalah"

Dalam dunia komunikasi publik, ada yang namanya komunikasi krisis. Saya bukan ahli komunikasi, tapi sebagai orang yang punya common sense, rasanya kita semua tahu saat terjadi masalah besar yang menyangkut keselamatan anak-anak, respons pertama yang diharapkan publik bukan "...tidak ada masalah", tapi "kami sangat prihatin, sedang investigasi menyeluruh, dan akan transparan dengan hasilnya."

Kenapa? Karena lebih dari 5.000 anak sudah jadi korban. Data ini bukan dari satu sumber, tapi dari BGN, Kemenkes, BPOM, bahkan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia. Mayoritas kasus terjadi di Jawa Barat. Ini bukan lagi "kecelakaan kecil" yang bisa diabaikan. Ini alarm sistem yang berbunyi keras.

Di titik ini, klaim "kami tidak bermasalah" terdengar seperti mengutamakan citra institusi daripada mencari akar masalah. Padahal publik sedang cemas. Mereka butuh kepastian bahwa pemerintah sedang all-out menyelesaikan masalah, bukan sibuk membela diri. Apalagi, klaim ini datang tanpa bukti investigasi independen, tanpa data audit, tanpa penjelasan detail tentang standar yang digunakan.

Coba bandingkan dengan pendekatan yang lebih empatik dengan pernyataan  "Kami sangat prihatin dengan kejadian ini. Meski kami di TNI fokus pada distribusi dan rantai logistik yang kami pastikan berjalan sesuai standar, kami sadar ini masalah sistemik yang melibatkan banyak pihak. Kami sedang duduk bersama BGN, Kemenkes, dan BPOM untuk investigasi menyeluruh. Hasil akan kami publikasikan secara transparan."


Terasa bedanya, kan?


MBG Itu Bagus, Sistemnya yang Belum Optimal


Sekarang, jangan salah paham. Saya bukan sedang bilang Program MBG itu jelek atau harus dihentikan. Sebaliknya, ini program yang sangat mulia dan penting. Memastikan anak-anak Indonesia dapat makanan bergizi adalah investasi jangka panjang yang nggak bisa ditawar. Dan keterlibatan TNI dengan infrastruktur dan disiplin organisasinya juga sebenarnya aset berharga.

Akan tetapi yang jadi masalah adalah sistemnya belum optimal dan kejadian keracunan massal ini adalah buktinya. Bayangkan, ada 339 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi yang dikelola TNI, belum lagi ribuan penyedia makanan lokal di berbagai daerah. Dengan skala sebesar itu, kalau sistem pengawasan kualitas, koordinasi antar-institusi, dan protokol keamanan pangan belum solid, ya wajar masalah muncul.

Mungkin ada gap dalam koordinasi antara BGN, TNI, Kemenkes, BPOM, dan penyedia katering lokal. Mungkin standar sertifikasi vendor belum ketat. Mungkin inspeksi lapangan belum rutin. Mungkin sistem pelaporan masalah belum jelas. Atau mungkin, yang paling krusial, kapasitas ribuan penyedia makanan lokal dalam menerapkan standar keamanan pangan masih sangat bervariasi dan belum ada pendampingan yang memadai.

Bahkan Panglima TNI sendiri, Jenderal Agus Subiyanto, sudah mengingatkan agar makanan tetap fresh dan tidak terlalu lama sampai ke konsumen. Ini menunjukkan awareness terhadap risiko. Tapi awareness saja tidak cukup. Perlu sistem yang kuat seperti  cold chain yang memadai, protokol waktu maksimal dari masak hingga konsumsi, monitoring real-time, dan sistem traceability digital dari dapur hingga ke mulut anak.


Titik Urgensi Pada Kejujuran, Bukan Klaim

Jadi, apa yang seharusnya dilakukan sekarang? Sederhana yakni semua pihak harus rendah hati mengakui bahwa ada sesuatu yang belum berjalan baik, lalu duduk bersama mencari solusi.

BGN perlu memperketat standar sertifikasi penyedia makanan dan meningkatkan frekuensi inspeksi mendadak. Mereka juga perlu membangun sistem digital untuk traceability, sehingga kalau ada masalah, bisa langsung dilacak sumbernya. Dan yang penting yakni buka data, jangan tutup-tutupi. Transparansi adalah kunci kepercayaan publik.

TNI, dengan keahlian logistiknya, bisa fokus memastikan rantai distribusi berjalan sempurna tanpa kontaminasi di tahap pengiriman. Dokumentasikan setiap tahap dengan ketat. Tapi ya, jangan membuat klaim yang melampaui domain kewenangannya. Kalau bicara distribusi, silakan. Kalau bicara standar gizi dan sanitasi, biar ahlinya yang bicara.

Kemenkes dan BPOM perlu memperkuat kapasitas laboratorium untuk respons cepat terhadap dugaan keracunan. Mereka juga bisa menyediakan panduan teknis food safety yang aplikatif dan mudah dipahami oleh pelaku di lapangan, plus melakukan audit rutin dan inspeksi mendadak.

Poin yang paling penting adalah bentuk satu task force komunikasi terpadu lintas-institusi. Jangan sampai TNI bilang A, BGN bilang B, Kemenkes bilang C. Publik jadi bingung harus percaya siapa. Satu suara, satu narasi, satu komitmen yakni “kami sedang memperbaiki sistem, dan ini langkah-langkah konkretnya.”


Kepercayaan Dibangun dari Kejujuran

Kalau ada satu hal yang perlu diingat dari kasus ini yakni publik Indonesia tidak naif. Kami tahu program sebesar ini pasti ada kendalanya. Kami paham tidak mungkin sempurna dari awal. Hanya saja kami butuhkan cuma kejujuran. Akui kalau ada yang salah, tunjukkan langkah perbaikan yang jelas, dan update kami secara berkala. Sesederhana itu.

Klaim "kami tidak bermasalah" tanpa bukti dan investigasi menyeluruh hanya akan mengikis kepercayaan. Sebaliknya, pernyataan jujur seperti "kami menemukan beberapa kelemahan dalam sistem kami, ini rencana perbaikannya, dan kami akan evaluasi terus" justru akan membangun respek dan kepercayaan.

Anak-anak Indonesia layak mendapat makanan bergizi yang aman. Untuk mewujudkannya, kita butuh institusi yang tidak hanya kuat, tapi juga rendah hati. Institusi yang berani bilang "kami masih belajar dan akan terus memperbaiki diri."



CATATAN :

Artikel ini merupakan opini tanggapan dalam artikel berita IDN News yang berjudul “Wakil Panglima Klaim MBG yang Dibagikan TNI Higienis dan Berkualitas” yang diakses dari alamat URL : Klik Artikelnya

https://www.idntimes.com/news/indonesia/wakil-panglima-klaim-mbg-yang-dibagikan-tni-higienis-dan-berkualitas-00-bbwlv-m9fn9r


Ketika “Tidak ada Masalah" Terdengar Lebih Keras dari "Maaf, Ada yang Salah"

  Beberapa minggu terakhir masyarakat Indonesia telah dikejutkan dengan kasus keracunan yang menimpa anak-anak sekolah setelah mengonsumsi M...