Skip to main content

FENOMENA MINISTER HELDI : TITIK TUMPUL LOGIKA JEMAAT TUHAN



Netizen kota Kupang selama beberapa minggu ini dihebohkan dengan aksi salah seorang TKI yang menamai dirinya dengan sebutan Minister Heldi. Kehebohan ini bermula dari pengakuan Minister Heldi bahwa dirinya diberikan karunia untuk menyembuhkan orang bahkan membantu keuangan seseorang melalui doa dan minyak yang dia beri nama Minyak Suci Darah Yesus. Berdasarkan info yang beredar di kolom komentar grup Facebook FLOBAMORA TABONGKAR, minister Heldi memberikan tarif untuk sekali pelayanan sebesar Rp. 500.000 rupiah (Lima ratus ribu rupiah), entah itu dalam bentuk doa atau membeli minyak doa yang dia jual. Beberapa orang menyangsikan hal tersebut, mengingat bahwa dalam khotbah yang diberikan tak lebih dari cara seorang sales marketing yang menjual minyak oles, dengan embel-embel minyak suci. Tidak hanya itu kesangsian juga muncul dari postingan minister Heldi yang mengaku-ngaku sebagai perantara Tuhan, ada pula video-video testimoni dari beberapa orang bahwa mereka mendapat kesembuhan dari minyak suci, mendapatkan kembali uang mereka yang raib dari rekening tanpa alasan yang jelas dan lain sebagainya.


Postingan akun Facebook Minister Heldi


Fenomena ini membuat saya teringat pada film dokumenter Netflix yang berjudul In the Name of God: A Holy Betrayal di mana film tersebut menyajikan fakta bahwa penyesatan dimulai dari sikap pemerintah yang meremehkan suatu isu ajaran agama yang melenceng. Penggunaan agama sebagai cara menghimpun massa demi menimbun keuntungan pribadi. Saya pun berpikir bagaimana bisa negara Korea Selatan yang katanya tak lekat pada konsep agama yang ketat bisa terjerat penipuan seperti ini. Namun, melalui salah satu konten Korean Reomit milik youtuber Jang Han-sol yang membahas tentang film dokumenter tersebut, saya mendapatkan perspektif baru tentang kemungkinan terjadinya penyesatan di Korea Selatan karena Sistem Hukum mereka yang memisahkan agama dari urusan negara. Dengan kata lain, pemerintah tak akan melakukan tindakan apapun hanya karena suatu ajaran dikatakan bid’ah kecuali jika sudah menimbulkan kerugian materi atau pun korban jiwa. Jang Han-sol yang menjalani masa kecil hingga remaja di Indonesia bahkan bisa merasakan bahwa dibandingkan Korea Selatan, Indonesia jauh lebih aware terhadap ajaran yang dianggap sesat.

Mungkin terkesan terlalu cerewet terhadap urusan pribadi seseorang, tetapi harus diakui bahwa Negara Indonesia cukup handal dan tanggap dalam mendeteksi ajaran-ajaran sesat. Lihat saja Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang sering mengeluarkan fatwa-fatwa perihal kemaslahatan umat Islam di Indonesia. Berbeda dengan ajaran Islam yang sering diperhatikan oleh organisasi Islam di Indonesia. Umat Kristen terutama umat Protestan harus berjuang keras untuk menentukan mana ajaran yang Alkitabiah dan mana yang bid’ah. Jika berkaca pada Katolik yang memiliki hukum yang ketat karena berada di bawah satu Otoritas organisasi dunia, Protestan jauh dari kata ketat. Pemakluman, menjadi ladang basah yang digarap oleh oknum-oknum yang menggunakan nama Tuhan untuk keuntungan finansial. Minister Heldi hanya satu dari sekian banyak isu yang dibiarkan oleh organisasi Sinode untuk berkembang hingga membelokan ajaran Kristen.

Penyesatan dalam Kristen sudah pernah terjadi bahkan 300 tahun setelah zaman Para Rasul, gereja pada masa itu bahkan melakukan rapat besar untuk memisahkan praktek bid’ah dari kehidupan umat Kristen kala itu. Maka dari itu para Bapak Gereja mulai menekankan pentingnya sikap kritis umat beragama terhadap suatu ajaran, bukan hanya mengandalkan asas percaya semata. Jika 300 tahun yang masih terbilang dekat dengan zaman Para Rasul, bisa terjadi penyesatan maka, 2000 tahun setelah zaman para Rasul, penyesatan sangat besar kemungkinannya terjadi.

Sinode sudah tak bisa lagi berdiam diri dan membiarkan kerja keras Para Rasul dan Bapak Gereja terbuang sia-sia. Jangan hanya berdiam karena masyarakat di kota sudah bisa mengkritisi ajaran-ajaran agama yang mereka terima, tetapi aktiflah bergerak melalui Pendeta-pendeta yang menginjili masyarakat yang berada di pelosok-pelosok negeri ini agar lebih peka terhadap ajaran-ajaran yang bid’ah.

Minister Heldi bisa menjadi contoh kelemahan Sinode dalam menanggapi ajaran-ajaran yang bertentangan dengan Alkitab. Ajaran-ajaran yang “menjual” nama Tuhan demi keuntungan pribadi bahkan bisa menyesatkan orang banyak. Bukankah itu fungsinya organisasi dalam agama, yakni untuk mengkoordinir hal-hal yang bersentuhan dengan kemaslahatan umat yang dinaungi? (dz)


Video Minister Heldi


Comments

Popular posts from this blog

Konsentrasi Komunikasi Antar Budaya, ada?

Komunikasi Lintas/Antarbudaya (Cross Cultural Communication) tidak banyak yang tahu tentang konsentrasi ini selain mahasiswa Jurusan ilmu komunikasi, Universitas Nusa Cendana (Undana).   Ya, memang di Kupang ada dua jurusan ilmu komunikasi, satunya di Undana dan lainnya di universitas Widya Mandira (Unwira). Untuk wilayah Nusa Tenggara Timur, Ilmu komunikasi lebih banyak dikenal melalui konsentrasi Jurnalistik dan Hubungan Masyarakat, maka tidak mengherankan ketika mencari kerja anak KAB (sebutan untuk mahasiswa konsentrasi antarbudaya) sering ditanya-tanya tentang  konsentrasinya oleh para pencari tenaga kerja. Pernah saya ditanyai tentang konsentrasi antarbudaya, belum sempat saya jawab, sudah bergulir saja kalimat “ Oh… jadi nanti kalian belajar bahasa daerah dari berbagai daerah di NTT? ” atau “ Bahasa daerah apa yang sudah kalian kuasai? ”   (pertanyaan ke-2 itu yang paling menjengkelkan).  Alih-alih paham, justru konsentrasi Komunikasi Antarbudaya disalah artikan kajia

Tak Ada Makan Siang Gratis Dalam Mencapai Kemajuan Negara

  Sumber : Kemeperkraf Indonesia        Beberapa waktu yang lalu saya mengerjakan sebuah tugas ujian akhir semester, ada pertanyaan yang menarik tentang relasi konsep kepemimpinan otoriter dan kemajuan suatu negara. Diambilah contoh Singapura, Korea Selatan dan Taiwan sebagai negara pembanding untuk membuktikan kepemimpinan otoriter turut serta dalam kemajuan suatu negara. Di Indonesia, mungkin diambil contoh pada masa orde baru, di mana Indonesia seketika berubah dari negara miskin menjadi negara yang memiliki power di Asia bahkan dijuluki sebagai Macan Asia di bawah kepemimpinan otoriter.      Jika dilihat secara umum, memang ada benarnya karena perencanaan dan pengawasan yang lebih terpusat. Sistem otoriter membuat segala keputusan dapat diambil dengan cepat tanpa harus membuang waktu dan uang hanya untuk duduk berdiskusi di dalam parlemen. Jika dicari kesamaan dari Singapura, Korea Selatan dan Taiwan, mereka memang berubah menjadi negara maju terkhususnya dalam bidang ekonomi setel

Darurat Dialektika dan Drakor

Seorang teman menyarankan saya untuk menonton Video tanya jawab Rocky Gerung dengan anak-anak muda perihal dinamika politik yang dibalut atau dibenarkan melalui pertanyaan-pertanyaan di dunia teknologi yang bagi saya tidak terlalu menarik. Dari kalimat “Lu kan suka sejarah” membuat saya tertantang mengingat Rocky Gerung pernah menemui moment “diam” sejenak saat pernyataannya disanggah oleh Sujiwo Tejo mengenai kekayaan kosakata bahasa Indonesia. Sejarah... Apa yang saya temukan selain ide tentang masa depan Demokrasi Indonesia, kemanusiaan dan sebagainya dengan melalui sudut pandang Filsuf Yunani. “ Rocky Gerung : Alasan Kita Darurat Dialektika” Sebuah judul yang menghantarkan ingatan saya ketika masih berstatus mahasiswa, ada seorang dosen mata kuliah kewirausahaan yang tersinggung saat teman saya mempertanyakan materi kuliah yang tak sesuai dengan kenyataan yang dia temui ketika berdagang bersama orang tuanya. Pertanyaan itu akhirnya membuat teman saya mendapatkan nilai D karena dian