Skip to main content

Posts

Showing posts from June, 2019

(A)THEISME : Perdebatan tanpa akhir

Sewaktu di SMA (Jurusan Bahasa), guru Antropologi saya pernah bertanya kepada anak-anak kelas 11 Bahasa “ Mengapa Atheisme sulit bertumbuh di Indonesia? ” untuk taraf anak SMA, pertanyaan seperti ini cukup membuat kami mengalami sakit kepala mendadak, atheisme sejauh yang kami ketahui artinya tidak percaya Tuhan . Soal berkembang atau tidak, pemikiran kami belum sampai pada taraf itu. Serentak kami sekelas menjawab tidak tahu. Guru saya lalu memberikan jawabannya “ Karena Pancasila. Selama Indonesia masih berideologikan Pancasila maka Atheisme tidak bisa tumbuh dengan bebas. Sila pertama Indonesia ialah Ketuhanan Yang Maha Esa. Jadi masyarakat harus sadar dan percaya bahwa ada Kekuatan yang luar biasa yang mengatur kehidupan manusia dan kekuatan itu kita sebut dengan Tuhan Yang Maha Esa. ” Semoga pengantar itu tidak   membawa kita jauh dari pembahasan yang sebenarnya tentang theism dan atheisme. Pembahasan ini lebih menitik-beratkan kepada pendapat saya sebagai seorang   y

Konsentrasi Komunikasi Antar Budaya, ada?

Komunikasi Lintas/Antarbudaya (Cross Cultural Communication) tidak banyak yang tahu tentang konsentrasi ini selain mahasiswa Jurusan ilmu komunikasi, Universitas Nusa Cendana (Undana).   Ya, memang di Kupang ada dua jurusan ilmu komunikasi, satunya di Undana dan lainnya di universitas Widya Mandira (Unwira). Untuk wilayah Nusa Tenggara Timur, Ilmu komunikasi lebih banyak dikenal melalui konsentrasi Jurnalistik dan Hubungan Masyarakat, maka tidak mengherankan ketika mencari kerja anak KAB (sebutan untuk mahasiswa konsentrasi antarbudaya) sering ditanya-tanya tentang  konsentrasinya oleh para pencari tenaga kerja. Pernah saya ditanyai tentang konsentrasi antarbudaya, belum sempat saya jawab, sudah bergulir saja kalimat “ Oh… jadi nanti kalian belajar bahasa daerah dari berbagai daerah di NTT? ” atau “ Bahasa daerah apa yang sudah kalian kuasai? ”   (pertanyaan ke-2 itu yang paling menjengkelkan).  Alih-alih paham, justru konsentrasi Komunikasi Antarbudaya disalah artikan kajia

BIDIKMISI YANG (TAK) MEMBIDIK

Pendaftaran Mahasiswa Baru perguruan tinggi negeri terutama jalur SNMPTN dan SBMPTN telah resmi ditutup. Berdasarkan laman edukasi.kompas.com jumlah pendaftar khusus SBMPTN 2019 sebanyak 714.652 peserta. Pelamar bidikmisi sebesar 173.313 peserta.   Jika dilihat dari angka di atas terlihat jelas bahwa antusias untuk berkuliah di perguruan tinggi negeri masih cukup tinggi, ditambah lagi angka pelamar bidik misi yang juga masih tetap tinggi, membuktikan bahwa banyak calon mahasiswa dari kalangan menengah ke bawah juga antusias untuk berkuliah. Tunggu dulu kalangan menengah ke bawah? Ya itu menurut “teori”, tetapi prakteknya tidak banyak masyarakat kalangan menengah ke bawah yang mendapatkan bidikmisi tersebut. Atau memang ada tetapi tidak dipergunakan sebagaimana mestinya ( masalah ini memang bukan urusan saya, tetapi karena terlalu menggelikan makanya saya harus memberikan opini saya sebagai pengguna layanan pendidikan ). Saya akan memberikan sedikit gambaran tentang bidik m

(A)TEIS

Saya tak pernah dapat memahami seorang ateis dengan baik Saya juga belum menjadi seorang teis yang baik Bagi ateis, agama hanyalah bentuk pelarian dari kenyataan Bagi teis, tak beragama adalah kebodohan Keduanya punya alasan Keduanya pun punya batasan Alasan untuk bertahan dan batasan yang menahan Ateis kuat oleh ilmu pengetahuan Teis kuat oleh iman Tak beragama adalah kemandirian Beragama adalah kebahagiaan Jika ilmu pengetahuan itu kuat.... bisakah dia meniadakan kematian? Jika iman itu kelemahan bisakah kita mengilmiahkan mukjizat?