Thursday, June 27, 2019

(A)THEISME : Perdebatan tanpa akhir


Sewaktu di SMA (Jurusan Bahasa), guru Antropologi saya pernah bertanya kepada anak-anak kelas 11 Bahasa “Mengapa Atheisme sulit bertumbuh di Indonesia?” untuk taraf anak SMA, pertanyaan seperti ini cukup membuat kami mengalami sakit kepala mendadak, atheisme sejauh yang kami ketahui artinya tidak percaya Tuhan. Soal berkembang atau tidak, pemikiran kami belum sampai pada taraf itu. Serentak kami sekelas menjawab tidak tahu. Guru saya lalu memberikan jawabannya “Karena Pancasila. Selama Indonesia masih berideologikan Pancasila maka Atheisme tidak bisa tumbuh dengan bebas. Sila pertama Indonesia ialah Ketuhanan Yang Maha Esa. Jadi masyarakat harus sadar dan percaya bahwa ada Kekuatan yang luar biasa yang mengatur kehidupan manusia dan kekuatan itu kita sebut dengan Tuhan Yang Maha Esa.

Semoga pengantar itu tidak  membawa kita jauh dari pembahasan yang sebenarnya tentang theism dan atheisme. Pembahasan ini lebih menitik-beratkan kepada pendapat saya sebagai seorang  yang blogger, tidak kurang – tidak lebih.

Saya tidak terlalu tertarik dengan pembahasan soal percaya atau tidak tentang Tuhan, tetapi selama berkuliah di jurusan ilmu komunikasi konsentrasi antarbudaya. Perdebatan antara sesama teman mengenai atheism dan theism menjadi hal yang menarik. Bagaimana mereka melihat esensi Tuhan yang tak terikat dengan agama, dan agama yang mengkonsepkan Tuhan. Jujur saya cukup hati-hati bergabung dengan mereka, bukan karena takut iman saya goyah, melainkan takut apabila saya belum bisa menjelaskan Tuhan melalui hal-hal yang sederhana. Seminggu lalu saya menemukan bahwa Tuhan dapat dijelaskan melalui kebanggan yang dimiliki oleh penganut Atheisme yakni Ilmu pengetahuan dan Teknologi. Betapa senangnya saya sehingga menuliskan inti konsep itu pada postingan saya minggu lalu.

Theisme
Theisme merupakan paham yang meyakini Tuhan itu Ada. Hampir semua manusia di dunia akan mengatakan tahu tentang Tuhan. Jika berbicara tentang Tuhan maka orang-orang Theisme akan membenarkan keberadaan Tuhan melalui pengalaman yang mereka alami dan apa yang mereka dengar dari para pemuka agama. Tidak peduli itu disebut Tuhan, Dewa atau pun Leluhur, semuanya percaya bahwa setiap kehidupan itu selalu diatur oleh kekuatan luar biasa yang berada di atas mereka yang mereka sebut Tuhan, Dewa dan Leluhur (Yang Maha Kuasa). Mereka percaya pada kehidupan setelah kematian, melihat ada balasan bagi setiap perbuatan manusia di dunia (Dharma-Karma). Dunia dibentuk melalui pekerjaan Yang Maha Kuasa, dunia juga akan mengalami kiamat karena telah ditakdirkan oleh Yang Maha Kuasa.
Manusia diciptakan melalui debu tanah dan diberikan Nafas kehidupan oleh Yang Maha Kuasa. Setiap musibah adalah hukuman dan ujian bagi manusia, setiap keajaiban yang terjadi kepada manusia adalah mukjizat dan bukanlah sebuah kebetulan karena kebetulan tidak akan datang dua kali.
Dalam hal kesehatan, jiwalah yang harus diobati secara keseluruhan, karena penyakit datang dari roh-roh jahat. Doa-doa adalah media penyembuhan, dan kematian mustahil untuk ditunda. Mati Suri adalah sebuah kemungkinan dari iman, alasannya pun mudah yaitu malaikat menyuruh jiwanya kembali ke dalam tubuh karena belum waktunya dia meninggal. Sembuh dari kanker karena di doakan dengan iman, orang buta dapat melihat, yang lumpuh dapat berjalan seketika, yang bisu bisa berbicara. Penyakit keras lainnya bisa sembuh melalui pengobatan roh tanpa melalui tindakan medis.
Masa depan dapat dilihat melalui pewahyuan-pewahyuan, menilai zaman menjadi hal yang  biasa bagi mereka. Penghakiman Tuhanlah yang menjadi akhir Dunia

Mungkin inilah alasan mengapa walaupun diejek oleh kaum atheism saat berdebat kaum theisme masih bisa mengelak dan menyampaikan alasan-alasan di atas tentang keberadaan Yang Maha Kuasa.


Atheisme
Atheisme merupakan paham meyakini ketidakberadaan Tuhan. Bagi mereka Tuhan adalah imajinasi dan bentuk ketidakberdayaan manusia dalam memecahkan masalah. Sumber keyakinan dari kaum atheisme adalah logika dan etika. Misalnya teori penciptaan bumi yang berasal dari tabrakan bintang raksasa di luar angkasa. Manusia merupakan hasil evolusi dari makhluk bersel satu seperti amoeba. Penyakit fisik dan jiwa merupakan dua hal yang berbeda dan tidak saling mempengaruhi satu sama lain. Dunia tidak memiliki akhir yang pasti. Tak ada kehidupan setelah kematian, kematian berarti kematian tak berarti apa-apa. Jiwa akan hancur bersamaan dengan hancurnya tubuh akibat proses kimiawi di dalam tanah. Tindakan medis menjadi satu-satunya cara menyembuhkan penyakit fisik dan jiwa. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang dapat menyelamatkan manusia untuk tetap bertahan hidup. Tak ada mukjizat, semuanya hanya kebetulan dan keberuntungan semata. Manusia itu merdeka atas dirinya sendiri, tidak terikat bahkan untuk menyembah sesuatu.

Mungkin inilah yang menjadi alasan bagi kaum atheis memandang rendah pada kaum theis, yang dianggap tak berlogika.

Di sinilah saya ingin menggunakan pemahaman singkat atheism sebagai pembuktian keberadaan Yang Maha Kuasa.

1.      Ilmu pengetahuan dan teknologi tak mampu meniadakan kematian
2.      Mukjizat orang lumpuh berjalan dan orang buta melihat, menjadi tanda bahwa jiwa mempengaruhi fisik. Ilmu Kedokteran pun tak mampu menjawabnya
3.      Darimanakah manusia belajar tentang etika pertama kali?
4.      Jika manusia bisa berevolusi dari hewan, mengapa masih ada hewan di dunia? Apakah mereka itu merupakan kegagalan dari evolusi? Jika memang demikian, bagaimana cara menjelaskan faktor penyebab kegagalan tersebut?
5.      Jika obat-obat medis mampu menyembuhkan, mengapa selalu ada efek samping? Itu membuktikan ketidakberdayaan medis dalam menjamin kesembuhan total manusia (berbeda dengan pegadaian yang menyelesaikan masalah tanpa masalah)

Jarangnya pembuktian eksistensi Tuhan melalui ilmu pengetahuan, bukan berarti Tuhan tak dapat dijelaskan melalui ilmu pengetahuan. Mungkin kita saja yang belum menemukan cara yang tepat untuk menjelaskan hubungan tersebut. Tuhan pun bukanlah sesuatu yang dapat diilmiahkan begitu saja, karena ilmiah pun masih memiliki banyak kekurangan, jangankan menerangkan keberadaan Tuhan, menjelaskan perubahan sosial di dalam masyarakat saja sering tidak pasti. Selama manusia belum pasti dalam memastikan hari esok dengan sempurna, maka disitulah masih ada iman yang percaya bahwa Yang Maha Kuasa sedang mengawasi.

Konsentrasi Komunikasi Antar Budaya, ada?

Komunikasi Lintas/Antarbudaya (Cross Cultural Communication) tidak banyak yang tahu tentang konsentrasi ini selain mahasiswa Jurusan ilmu komunikasi, Universitas Nusa Cendana (Undana).  Ya, memang di Kupang ada dua jurusan ilmu komunikasi, satunya di Undana dan lainnya di universitas Widya Mandira (Unwira). Untuk wilayah Nusa Tenggara Timur, Ilmu komunikasi lebih banyak dikenal melalui konsentrasi Jurnalistik dan Hubungan Masyarakat, maka tidak mengherankan ketika mencari kerja anak KAB (sebutan untuk mahasiswa konsentrasi antarbudaya) sering ditanya-tanya tentang konsentrasinya oleh para pencari tenaga kerja.

Pernah saya ditanyai tentang konsentrasi antarbudaya, belum sempat saya jawab, sudah bergulir saja kalimat “Oh… jadi nanti kalian belajar bahasa daerah dari berbagai daerah di NTT?” atau “Bahasa daerah apa yang sudah kalian kuasai?  (pertanyaan ke-2 itu yang paling menjengkelkan). 
Alih-alih paham, justru konsentrasi Komunikasi Antarbudaya disalah artikan kajian ilmunya oleh masyarakat umum, memang tidak berpengaruh pada anak KAB, tetapi ini yang akan menyematkan predikat “incompentent” kepada konsentrasi KAB dibandingkan jurnalistik dan Humas. Oleh karena itu, saya akan menceritakan sedikit tentang komunikasi antarbudaya, alasan saya memilih konsentrasi ini, kehidupan di dalam kelas KAB.

KAB?
Konsentrasi Komunikasi Lintas/antar budaya lebih menitik beratkan pada Komunikasi antar pribadi dengan latar  belakang budaya yang berbeda dan praktik-praktik komunikasi yang terjadi di berbagai budaya (bisa pada kelompok). Saya akan hantarkan pada salah satu contoh Komunikasi Lintas/Antarbudaya.
1.      Bertha yang berasal dari Nusa Tenggara Timur  berbicara dengan Cici yang berasal dari Jawa Barat (Komunikasi Antar Budaya)
2.      Saat berbicara, volume suara Bertha terdengar lebih tinggi dari Cici yang berbicara dengan volume suara yang rendah (Komunikasi Lintas Budaya)
3.      Bagaimana penilaian Cici terhadap pribadi Bertha melalui komunikasi yang mereka lakukan dan begitulah pula sebaliknya? Bagaimana sebaiknya Bertha berkomunikasi ketika berada di lingkungan budayanya Cici? Bagaimana cara Bertha menilai Cici melalui nilai budayanya? Itulah menjadi cara keahlian anak-anak konsentrasi komunikasi Lintas/Antarbudaya
Bukan hanya budaya komunikasi di dalam negeri yang dibahas tetapi juga komunikasi internasional, Misalnya cara berinteraksi orang Indonesia dengan Jepang, bagaimana media asing bisa menyampaikan berita-berita mereka dengan tidak menyinggung budaya masyarakat sasarannya, dan sebagainya. Menguasai bahasa asing saja tidak cukup untuk memahami budaya asing, karena bahasa hanya 1 dari 7 elemen budaya.

Sekiranya hanya itu yang saya jelaskan tentang konsentrasi KAB, semoga bisa dipahami sedikit tentang konsentrasi Komunikasi Lintar/Antarbudaya.

Mengapa konsentrasi Komunikasi Antarbudaya?
Awal masuk ke jurusan ilmu komunikasi, saya merasa bingung karena tidak terlalu memahami jurusan ini, prospek kerjanya seperti apa. Saya berkeinginan menjadi seorang diplomat dan seharusnya mengambil jurusan hubungan internasional tetapi karena jurusan tersebut belum dibuka di Nusa Tenggara Timur, saya memilih ilmu komunikasi dan ilmu hukum (SNMPTN pemilihan jurusan). Ya hanya dua jurusan ini yang menurut saya dapat menutupi kekecewaan saya karena tidak bisa berkuliah di jurusan Hubungan Internasional, dan tetap menjaga cita-cita saya agar tidak padam.
Setelah dinyatakan lolos di ilmu komunikasi, semester 1 sampai 3 merupakan semester terberat karena saya belum menemukan ketertarikan apapun dalam mata kuliahnya. Masuk semester 4 saya sudah menemukan titik ketertarikannya karena komunikasi mulai merambat pada pengetahuan umum baik dalam negeri maupun internasional, seperti mata kuliah dasar-dasar humas, dasar Komunikasi lintas/antarbudaya, psikologi komunikasi dan sosiologi komunikasi. Pemilihan konsentrasi Komunikasi Antarbudaya, didasarkan pada mata kuliah yang terdapat di dalamnya hampir mirip dengan jurusan hubungan internasional, seperti Komunikasi internasional, studi komunikasi manajemen dan bisnis antarbudaya, etnografi komunikasi, pransangka dan konflik antarbudaya, dan sebenarnya semua mata kuliah di konsentrasi KAB hampir mirip HI kecuali bidang hukum.

Belajarnya tentang apa?
Jika mata kuliah ini terlihat berat maka kalian akan terkejut ketika mengikuti kuliahnya. Dosen-dosen konsentrasi KAB kami hebat dalam menyederhanakan sebuah teori, misalnya dalam hal propaganda, begitu banyak jenisnya tetapi dicontohkan dengan film Rambo dan James Bond. Bagaimana propaganda kemenangan Blok Barat/Pakta NATO (Liberalisme) terhadap Blok Timur/Pakta Warsawa (Komunisme) melalui media audiovisual (coba diingat kembali, semua penjahat di film Rambo dan James Bond pasti berasal dari Rusia, Vietnam, Korea Utara, dan negara Eropa Timur lainnya). Bukankah itu menarik? Kami bahkan diajarkan untuk kritis pada humas dan jurnalistik, tak jarang diminta untuk menemukan “kelemahan” mereka (bagian ini bikin pusing), menganalisis media mainstream, bahkan menjurus ke arah politik. Di dalam penelitian akhir pun tak sedikit yang memilih film dan iklan televisi sebagai objek penelitiannya (betapa santai dan berbahayanya KAB).
Ditambah lagi, dalam setiap pembahasan kami tidak begitu disusahkan oleh penghafalan teori-teori komunikasi melainkan diajarkan untuk membuktikan apakah teori tersebut memang ada di dalam kehidupan sehari-hari atau tidak. Jika ya, maka dapat kami jadikan sebagai pedoman dan jika tidak, paling disimpan sebagai catatan yang dapat ditutup hingga skripsi. Di dalam ruangan, anak KAB lebih banyak melakukan debat dan diskusi, misalnya diberi tugas presentasi, 5 menit memaparkan hasil presentasi, 40 menitnya untuk berdebat. Untuk tetap bertahan dalam melakukan perdebatan maka setiap anak KAB wajib menguasai satu ilmu pengetahuan di luar ilmu komunikasi, entah itu filsafat, psikologi, ekonomi, sejarah, sosiologi,  bila perlu ilmu hukum. Jika tidak, maka kita hanya akan menjadi penonton dan merasa bosan.
Anak KAB tidak seperti anak humas dan jurnalistik yang lebih banyak diberi tugas untuk terjun langsung ke lapangan, tetapi anak KAB lebih banyak menghabiskan waktu untuk menganalisis masalah dalam komunikasi, prakteknya KAB bisa dilakukan kapan pun tanpa adanya tugas dari dosen

Prospek kerjanya bagaimana?
Terserah, mau jadi apapun. Prospek kerja saat ini serba tak jelas, sarjana pertanian saja bisa bekerja di Rumah Sakit Umum, sarjana pendidikan bisa jadi staf humas di Rumah Sakit. Sarjana Kebidanan bisa jadi teller bank. Begitu juga lulusan ilmu komunikasi, selagi ada lowongan kerja ya silahkan dilamar. Tapi ingat Komunikasi Antarbudaya biasanya berkaitan dengan kementrian luar negeri, kementerian pertahanan, lembaga swadaya masyarakat, dan kementerian sosial, blogger juga bisa.

Sekian info tentang Konsentrasi Komunikasi Lintas/antarbudaya yang ala kadarnya, semoga meluruskan  pengertian para pembaca tentang konsentrasi tercinta saya….

Tuesday, June 25, 2019

BIDIKMISI YANG (TAK) MEMBIDIK


Pendaftaran Mahasiswa Baru perguruan tinggi negeri terutama jalur SNMPTN dan SBMPTN telah resmi ditutup. Berdasarkan laman edukasi.kompas.com jumlah pendaftar khusus SBMPTN 2019 sebanyak 714.652 peserta. Pelamar bidikmisi sebesar 173.313 peserta.  Jika dilihat dari angka di atas terlihat jelas bahwa antusias untuk berkuliah di perguruan tinggi negeri masih cukup tinggi, ditambah lagi angka pelamar bidik misi yang juga masih tetap tinggi, membuktikan bahwa banyak calon mahasiswa dari kalangan menengah ke bawah juga antusias untuk berkuliah. Tunggu dulu kalangan menengah ke bawah?
Ya itu menurut “teori”, tetapi prakteknya tidak banyak masyarakat kalangan menengah ke bawah yang mendapatkan bidikmisi tersebut. Atau memang ada tetapi tidak dipergunakan sebagaimana mestinya (masalah ini memang bukan urusan saya, tetapi karena terlalu menggelikan makanya saya harus memberikan opini saya sebagai pengguna layanan pendidikan).
Saya akan memberikan sedikit gambaran tentang bidik misi yang dipandang sebagai alternatif pemerataan pendidikan bagi masyarakat.


Menurut website bidikmisi, Bidikmisi adalah bantuan biaya pendidikan dari pemerintah bagi lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) atau sederajat yang memiliki potensi akademik baik tetapi memiliki keterbatasan ekonomi. Berbeda dari beasiswa yang berfokus pada memberikan penghargaan atau dukungan dana terhadap mereka yang berprestasi (lihat penjelasan Pasal 76 UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi).
Walaupun demikian, syarat prestasi pada bidikmisi ditujukan untuk menjamin bahwa penerima bidikmisi terseleksi dari yang benar benar mempunyai potensi dan kemauan untuk menyelesaikan pendidikan tinggi. 

fyi : ada 3 jenis bantuan untuk menyelesaikan pendidikan di Perguruan tinggi, yakni beasiswa, bantuan pendidikan, dan pinjaman tanpa bunga
Beberapa kalimat yang sengaja ditebalkan/bold merupakan inti dari pengertian dan tujuan dari bidikmisi tersebut. Bidikmisi bukanlah beasiswa yang terbuka bagi semua anak berprestasi, bidikmisi memiliki 2 kriteria tertentu, yaitu harus berprestasi dan memiliki keterbatasan ekonomi.
Untuk kriteria berprestasi maka dapat dibuktikan melalui prestasi atau nilai akademik sewaktu di Sekolah Menengah Atas atau selama 3 semester awal di perguruan tinggi (*Kalau diusulkan setelah menjadi mahasiswa aktif). Untuk kriteria ini, kecil kemungkinannya terdapat kesalahan. Berlanjut ke kriteria berikutnya, keterbatasan ekonomi, Kriteria ini tak jarang membuat pelamar bidikmisi “sakit kepala” karena banyak syaratnya untuk membuktinya keterbatasan ekonomi tersebut. Mulai dari merupakan pemegang KIP atau KPS, atau BSM, Pendapatan Ayah-Ibu jika digabungkan < Rp.4.000.000,00 dan harus dibagi dengan semua anggota keluarga tanggungan (rata-rata < Rp. 750.000,00). Sampai di sini cukup adil, bukan? Untuk KIP, KPS dan BSM bagaimana jika dia tidak memilikinya? Tetapi faktanya dia memang memiliki keterbatasan ekonomi, Surat keterang tidak Mampu (SKTM) satu-satunya cara untuk menerangkan bahwa pemegangnya memang memiliki keterbatasan ekonomi. Surat ini biasanya dikeluarkan oleh kelurahan, sayangnya alternatif ini sering disalah gunakan oleh manusia-manusia rakus untuk menipu, dan suka mengambil hak orang lain. Mengapa saya sebut manusia-manusia rakus karena tak ada istilah yang pas untuk mereka yang merebut hak-hak orang lain terutama mereka yang tidak mampu (emosi jiwa saya dengan mereka). Tak jarang petugas kelurahan enggan untuk turun dan memverifikasi data penggusul SKTM.  Entah pegawai kelurahan yang terlalu percaya dengan orang atau mereka terlalu sibuk mengerjakan pekerjaan mereka ketimbang menyelaraskan data dibuku dan di lapangan, saya juga tidak tahu. Inilah yang tak jarang membuat bantuan bidikmisi tidak tepat sasaran.
Di bayangan saya, setelah menerima dana bidikmisi, para peserta akan mengutamakan membeli barang-barang yang menunjang kegiatan perkuliahan mereka, seperti buku, laptop, printer, atau smartphone, tak jarang mencicil motor jika jarak rumah dan kampus sangat jauh. Andaikan saja seperti itu. Tetapi beberapa oknum justru menghambur-hamburkan uang mereka untuk kegiatan hiburan bahkan tak ada hubungan dengan pendidikan mereka. Tidakah anda curiga dengan hal tersebut? Jika penerima bidik misi tersebut berasal dari kalangan menengah ke bawah maka dia cenderung menghabiskan untuk membeli hal-hal yang penting dalam menunjang pendidikannya atau pun jika kondisi ekonominya memprihatinkan maka dia akan menyisihkan sebagian uangnya untuk kebutuhan dapur.
Kembali lagi ke pengurusan SKTM yang menyesatkan, mungkin juga bisa menjangkiti KIP, KPS dan BSM jika petugas yang berwenang tidak teliti terhadap setiap data yang masuk. Saya selalu kesal dengan kepengurusan keterangan tidak mampu karena pada dasarkan beberapa di antara para pengaju SKTM* (*biasanya ini yang paling banyak data fiktifnya), tetapi karena mereka bekerja pada perusahaan swasta atau wirausaha yang tak memiliki data penghasilan yang sama dengan pegawai negeri  sipil yang datanya tersusun rapi dan sulit untuk direkayasa.
Misalnya gaji PNS golongan III/C masa kerja 22 tahun, Rp. 3.753.800,- data tersebut sulit direkayasa di dalam slip gaji karena jumlah gaji yang dibayarkan itu berlaku umum sehingga tidak mungkin berbeda dengan PNS lain yang golongan dan masa kerja sama. Kalau pun direkayasa tetap akan menimbulkan kecurigaan.
Pegawai Swasta, ini juga kecil kemungkinannya direkayasa terutama untuk mereka yang bekerja di perusahaan besar. Tim penyeleksi bidikmisi juga tidak mudah terkecoh ketika memverifikasinya. Kecuali untuk perusahaan kecil, bisa saja ada berbagai alasan untuk mengelabui tim penyeleksi, seperti memberikan slip gaji palsu tanpa sepengetahuan pimpinan. Dan untuk melacak perusahaan-perusahaan kecil juga akan sulit karena informasi yang sedikit.
Wirausaha, ini yang bisa mengecoh kita, wirausaha tidak selamanya berpenghasilan rendah, juga tidak selamanya berpenghasilan tinggi. Bagaimana cara memverifikasinya juga rumit, harus ditanya apa yang menjadi usahanya, berapa pemasukkan per bulan, pengeluarannya per bulan semuanya tidak pasti secara data. Bayangkan jika dari 100.000 pelamar bidikmisi, ada 75.000 pelamar dengan pekerjaan orang tua sebagai wirausaha, waktu yang diperlukan untuk melakukan verifikasi secara langsung dari tim penyeleksi pastilah sangat lama dan juga melelahkan. Jadi jalan pintasnya ya melalui SKTM, KIP, KPS dan BSM
Lagi-lagi ketika sampai ke kelurahan, kegiatan verifikasi data pengaju SKTM, KIP, KPS dan BSM masih saja menemui kemacetan. Jadi jangan kaget jika ada orang yang memiliki sebuah rumah mewah, 1 mobil dan 2 motor, dinyatakan sebagai warga dengan keterbatasan ekonomi. Begitu pula para pelamar BidikMisi, yang kalau mau jujur sebagian dari mereka tak layak mendapatkan bantuan pendidikan tersebut, karena mereka sama sekali tidak membutuhkannya, selain untuk menambah uang saku dan gaya hidup hedonis mereka.

Untuk menghentikan praktek keji ini, dibutuhkan kerjasama semua pihak, mulai dari Kelurahan, Kemenristekdikti, masyarakat dan para pelamar bidikmisi itu sendiri. Kejujuran adalah kunci utama di dalam kerja sama ini.
Hentikan praktek penipuan kelayakan penerima Bidikmisi, SKTM dan lain-lain. Kembalikan hak-hak keluarga dengan keterbatasan ekonomi agar bisa merasakan pendidikan di perguruan tinggi.

Untuk para pelamar dan calon pelamar bidikmisi, masukan data kalian dengan sejujur-jujurnya. Untuk para penerima aktif bidikmisi, jika kalian layak menerima bantuan tersebut, mohon jangan disia-siakan dan tetaplah semangat berjuang. Jika kalian tidak layak, hentikanlah praktek tersebut, jangan menistakan kekayaan kalian yang telah dianugerahkan Tuhan (kalau Tuhan tersinggung, bisa-bisa miskin 7 turunan)

Thursday, June 13, 2019

(A)TEIS


Saya tak pernah dapat memahami seorang ateis dengan baik
Saya juga belum menjadi seorang teis yang baik
Bagi ateis, agama hanyalah bentuk pelarian dari kenyataan
Bagi teis, tak beragama adalah kebodohan

Keduanya punya alasan
Keduanya pun punya batasan
Alasan untuk bertahan
dan batasan yang menahan

Ateis kuat oleh ilmu pengetahuan
Teis kuat oleh iman
Tak beragama adalah kemandirian
Beragama adalah kebahagiaan

Jika ilmu pengetahuan itu kuat....
bisakah dia meniadakan kematian?
Jika iman itu kelemahan
bisakah kita mengilmiahkan mukjizat? 





Ketika Kekayaan Alam Menjadi Kutukan bagi Pendidikan

Pernahkah kamu memperhatikan fenomena yang tampak paradoksal yang mana daerah-daerah kaya akan sumber daya alam justru cenderung memiliki ti...