Skip to main content

Review Film HICHKI : Guru yang menginspirasi


Satu lagi film buatan Bollywood yang memberi inspirasi baru bagi saya setelah film 3 Idiots dan Dangal. Sama seperti film 3 Idiots yang mengkritik sistem pendidikan yang memberi pelabelan pada pintar-bodoh pada para siswa, demikian pula film HICHKI yang dirilis di bulan Maret 2018, bedanya di film ini anda akan melihat bagaimana seorang guru yang menderita sindrom tourette dapat menaikan rasa percaya diri anak-anaknya yang sudah terlanjur mendapatkan pelabelan anak nakal dan bodoh di lingkungan sekolah mereka, St. Notker School. Film HICHKI juga diputar di Shanghai Internasional Film Festival dan masuk ke dalam kategori Film terlaris di India. Ditambah lagi film ini menjadi film asing yang paling banyak ditonton di Republik Rakyat China.
Film HICHKI juga menampilkan akting aktris dan aktor yang menakjubkan. Ada Rani Mukherjee yang berperan sebagai Naina Mathur, seorang guru yang memiliki sindrom tourette, Shiv Kumar Subramaniam yang berperan sebagai kepala sekolah St. Notker School, Neeraj Kabi sebagai Mr. Wadia  guru kelas 9A yang merupakan kelas unggulan (lawannya Naina yang merupakan guru 9F). Berikut merupakan sinopsis yang saya rangkum dari filmnya langsung :

Naina Mathur adalah lulusan Sarjana Pendidikan dan Magister Sains (Wow pintar nih ceritanya) yang mempunyai cita-cita menjadi seorang guru. Dia sudah melamar ke beberapa sekolah tetapi selalu ditolak karena Naina memiliki sindrom tourette. Naina tidak menyerah untuk mengejar cita-citanya sebagai seorang guru sampai suatu hari dia mendapatkan telepon dari sekolah St. Notker yang memberikan kesempatan kepadanya untuk mengajar. Awalnya kepala sekolah St. Notker tidak mau mempekerjakan Naina (bukan karena sindrom yang Naina miliki), tetapi dia tidak mempunyai pilihan lain lagi. Naina ditunjuk untuk mengajar kelas 9F (kelas yang tak dianggap oleh Sekolah St. Notker). Kelas 9F memiliki predikat buruk karena anak-anaknya sangat nakal dan bodoh selain itu mereka berasal dari keluarga dengan ekonomi rendah sehingga mereka terpisah secara sosial dengan anak-anak dari kelas lainnya. Setelah mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan dari siswa-siswanya sendiri, Naina masih tidak menyerah karena dia merasa memiliki tanggung jawab sebagai seorang guru (sebenarnya ini merupakan bentuk terima kasih Naina kepada salah satu gurunya karena telah memberikan kesempatan kepadanya untuk belajar layaknya anak normal). Waktu berlalu dan Naina mulai paham bahwa anak-anak ini sebenarnya tidak bodoh, kenakalan yang mereka lakukan merupakan bentuk protes mereka terhadap “penolakan” yang dilakukan oleh lingkungan sekolah terhadap keberadaan mereka. Belum selesai menaikan rasa percaya diri siswa-siswanya, Naina harus menghadapi kritikan dan cercaan dari Mr. Wadia yang tak jarang membuat Naina dan kelas 9F terintimidasi. Puncak konfliknya ketika kelas 9F harus menghadapi skors dari sekolah (sebenarnya siswa 9F hampir dikeluarkan tetapi Naina menjamin mereka dan mempertaruhkan pekerjaannya) karena kenakalan Aatish murid 9F yang merusak proyek Sains murid 9A yang akan diikutsertakan dalam Pekan Sains Nasional (Gara-gara mulut tajam Mr. Wadia yang menghina Aatish). Setelah peristiwa itu siswa kelas 9F (kecuali Aatish) mulai merasa bahwa mereka membutuhkan Naina dan berjanji untuk berusaha keras meraih kelulusan mereka di St. Notker. Niat baik siswa 9F kembali mendapatkan hambatan karena mereka dituduh mencuri lembaran soal ujian agar bisa lulus ujian (Aatish dan Killam yang dijebak tetapi 1 kelas yang dituduh) dan kepala sekolah memutuskan untuk mengeluarkan seluruh siswa kelas 9F.

Well, siapakah yang menjebak Aatish dan Killam? bisa kalian temukan di akhir film HICHKI. Oh ya ada banyak inspirasi yang bisa kalian dapatkan dari film HICHKI, terutama tentang sistem pendidikan yang tak jarang memberikan pelabelan kepada siswa-siswanya. Guru pun mendapatkan akan mendapatkan inspirasi di dalam film ini, bukan hanya siswa. Misalnya beberapa kata-kata Naina kepada Mr. Wadia, begitu pula sebaliknya.

“Tidak ada murid yang buruk, hanya guru yang buruk.” (Naina Mathur)

“Pak, tourette mengganggu bicaraku, bukan ilmuku.” (Naina Mathur)

"Guru biasa hanya memberi ilmu, guru yang hebat membuatmu mengerti, guru yang luar biasa menunjukkan cara mengamalkannya, dan hanya ada 1 guru yang memberimu inspirasi." (Naina Mathur)

“Salah belajar, seorang murid bisa jelek nilainya. Tetapi, salah mengajar seorang guru tak pernah mendapat nilai jelek.” (Mr. Wadia)

“Mengajar itu mudah, belajar yang sulit” (Mr. Wadia)

Film ini menampilkan karakter tokoh Naina Mathur sebagai guru yang jarang ditemui di lingkungan pendidikan. Seperti guru yang tertantang untuk membimbing muridnya untuk berkembang menurut talenta masing-masing yang mereka miliki. Sedangkan karakter Mr. Wadia mewakili guru yang sering memaksakan muridnya agar menjadi pintar menurut standar pribadi guru tersebut . Misalnya murid itu pintar dalam bidang bahasa tetapi memiliki kemampuan yang rendah dalam bidang MIPA, maka dia dianggap bodoh. Begitu pula siswa yang bodoh dalam bidang bahasa tetapi pintar dalam bidang MIPA, maka dia dianggap pintar.
Siswa 9F mewakili siswa-siswa yang sering mendapatkan diskriminasi dari lingkungan sekolah dan harus bertahan demi memenuhi harapan orang tua mereka. Siswa 9A mewakili siswa-siswa yang terbuai dengan prestasi mereka dan menganggap siswa lainnya memiliki predikat yang rendah. (Inilah yang dimaksud oleh Mr. Wadia tentang salah mengajar).

Satu lagi, jika kalian menganggap film ini akan dibumbui dengan tarian ala india maka kalian tidak akan mendapatkannya karena film ini lebih berfokus pada alur ceritanya. Oh ya film ini juga menampilkan salah satu lagu dan instrumental music yang akan membawa anda perasaan terharu. Lagu Teri Dastaan yang dibawakan oleh Jasleen Royal, menurut saya memiliki makna yang mendalam tentang perjuangan seorang guru untuk murid-muridnya.

FYI
Film ini terinspirasi dari kisah nyata diangkat dari Autobiografi Brad Cohen.

Sekian dulu review Film HICHKI yang mungkin tidak begitu lengkap. Terima kasih.



Comments

Popular posts from this blog

Konsentrasi Komunikasi Antar Budaya, ada?

Komunikasi Lintas/Antarbudaya (Cross Cultural Communication) tidak banyak yang tahu tentang konsentrasi ini selain mahasiswa Jurusan ilmu komunikasi, Universitas Nusa Cendana (Undana).   Ya, memang di Kupang ada dua jurusan ilmu komunikasi, satunya di Undana dan lainnya di universitas Widya Mandira (Unwira). Untuk wilayah Nusa Tenggara Timur, Ilmu komunikasi lebih banyak dikenal melalui konsentrasi Jurnalistik dan Hubungan Masyarakat, maka tidak mengherankan ketika mencari kerja anak KAB (sebutan untuk mahasiswa konsentrasi antarbudaya) sering ditanya-tanya tentang  konsentrasinya oleh para pencari tenaga kerja. Pernah saya ditanyai tentang konsentrasi antarbudaya, belum sempat saya jawab, sudah bergulir saja kalimat “ Oh… jadi nanti kalian belajar bahasa daerah dari berbagai daerah di NTT? ” atau “ Bahasa daerah apa yang sudah kalian kuasai? ”   (pertanyaan ke-2 itu yang paling menjengkelkan).  Alih-alih paham, justru konsentrasi Komunikasi Antarbudaya disalah artikan kajia

Tak Ada Makan Siang Gratis Dalam Mencapai Kemajuan Negara

  Sumber : Kemeperkraf Indonesia        Beberapa waktu yang lalu saya mengerjakan sebuah tugas ujian akhir semester, ada pertanyaan yang menarik tentang relasi konsep kepemimpinan otoriter dan kemajuan suatu negara. Diambilah contoh Singapura, Korea Selatan dan Taiwan sebagai negara pembanding untuk membuktikan kepemimpinan otoriter turut serta dalam kemajuan suatu negara. Di Indonesia, mungkin diambil contoh pada masa orde baru, di mana Indonesia seketika berubah dari negara miskin menjadi negara yang memiliki power di Asia bahkan dijuluki sebagai Macan Asia di bawah kepemimpinan otoriter.      Jika dilihat secara umum, memang ada benarnya karena perencanaan dan pengawasan yang lebih terpusat. Sistem otoriter membuat segala keputusan dapat diambil dengan cepat tanpa harus membuang waktu dan uang hanya untuk duduk berdiskusi di dalam parlemen. Jika dicari kesamaan dari Singapura, Korea Selatan dan Taiwan, mereka memang berubah menjadi negara maju terkhususnya dalam bidang ekonomi setel

Darurat Dialektika dan Drakor

Seorang teman menyarankan saya untuk menonton Video tanya jawab Rocky Gerung dengan anak-anak muda perihal dinamika politik yang dibalut atau dibenarkan melalui pertanyaan-pertanyaan di dunia teknologi yang bagi saya tidak terlalu menarik. Dari kalimat “Lu kan suka sejarah” membuat saya tertantang mengingat Rocky Gerung pernah menemui moment “diam” sejenak saat pernyataannya disanggah oleh Sujiwo Tejo mengenai kekayaan kosakata bahasa Indonesia. Sejarah... Apa yang saya temukan selain ide tentang masa depan Demokrasi Indonesia, kemanusiaan dan sebagainya dengan melalui sudut pandang Filsuf Yunani. “ Rocky Gerung : Alasan Kita Darurat Dialektika” Sebuah judul yang menghantarkan ingatan saya ketika masih berstatus mahasiswa, ada seorang dosen mata kuliah kewirausahaan yang tersinggung saat teman saya mempertanyakan materi kuliah yang tak sesuai dengan kenyataan yang dia temui ketika berdagang bersama orang tuanya. Pertanyaan itu akhirnya membuat teman saya mendapatkan nilai D karena dian