Skip to main content

CARI KERJA : pakai tuh dalam Nama Yesus, bukan pakai 'orang dalam'

Dua hari yang lalu, saya menemani mama pergi melayat ke rumah tetangga yang sedang berduka. Saat kami sedang duduk selayaknya para pelayat, salah seorang tetanggaku menanyakan tentang kelulusanku sebagai seorang sarjana. Dia bertanya apakah saya sudah mengajukan lamaran pekerjaan, dan saya menjawab belum. Dia menyarankan saya untuk mengajukan lamaran ke salah satu kantor yang berkaitan dengan jurusan yang saya ambil semasa berkuliah. Katanya di sana banyak menerima tenaga honorer, apa lagi jika saya mempunyai ‘orang dalam’. Istilah ‘orang dalam’ memang tidak lagi asing bagi saya, hanya saja masih terasa lucu bagi saya jika mendengar ada orang yang masih menggunakan jalur ‘orang dalam’ dan mempercayakan masa depannya sendiri kepada si ‘orang dalam’ tadi.
Sejak SMP, saya dendam dengan istilah ‘orang dalam’, saya merasa dicurangi oleh orang-orang tersebut. Saya bahkan melarang adik-adik saya agar tidak meggunakan jalur curang seperti itu. Tetapi, saya bersyukur dengan rasa dendam itu, saya menjadi orang yang mempercayakan masa depan saya 100% kepada TUHAN YESUS. Kebanggaan akan pengalaman di masa lalu, keberhasilan di masa ini, dan harapan di masa depan saya menjadi begitu indah. Jika saya menceritakan kesaksiaan ini kepada orang lain, saya seperti pemenang di dalam pengharapan kepada TUHAN YESUS. Ketenangan yang saya dapatkan di dalam keberhasilan saya, membuat saya teringat pada firman Tuhan :
28marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu, 29Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. (Matius 11:28-29)
Dan sekali lagi, jika ada orang yang menertawakan prinsip saya dan mengatakan mustahil untuk mendapatkan keberhasilan tanpa melalui ‘orang dalam’ maka biarlah firman Tuhan yang berbicara :
Tetapi segera Yesus berkata kepada mereka : “Tenanglah! Aku ini, jangan takut!”(Matius 14:27)
 

Comments

Popular posts from this blog

Konsentrasi Komunikasi Antar Budaya, ada?

Komunikasi Lintas/Antarbudaya (Cross Cultural Communication) tidak banyak yang tahu tentang konsentrasi ini selain mahasiswa Jurusan ilmu komunikasi, Universitas Nusa Cendana (Undana).   Ya, memang di Kupang ada dua jurusan ilmu komunikasi, satunya di Undana dan lainnya di universitas Widya Mandira (Unwira). Untuk wilayah Nusa Tenggara Timur, Ilmu komunikasi lebih banyak dikenal melalui konsentrasi Jurnalistik dan Hubungan Masyarakat, maka tidak mengherankan ketika mencari kerja anak KAB (sebutan untuk mahasiswa konsentrasi antarbudaya) sering ditanya-tanya tentang  konsentrasinya oleh para pencari tenaga kerja. Pernah saya ditanyai tentang konsentrasi antarbudaya, belum sempat saya jawab, sudah bergulir saja kalimat “ Oh… jadi nanti kalian belajar bahasa daerah dari berbagai daerah di NTT? ” atau “ Bahasa daerah apa yang sudah kalian kuasai? ”   (pertanyaan ke-2 itu yang paling menjengkelkan).  Alih-alih paham, justru konsentrasi Komunikasi Antarbudaya di...

Nilai Bahasa Indonesia kamu 100? Seharusnya kamu bangga...

Bahasa Indonesia : Kebanggan terakhir di Dunia Pendidikan Indonesia Nilai Bahasa Indonesia kamu 100? Seharusnya kamu bangga. Kenapa? Itu membuktikan kalau kamu adalah orang cerdas (Ingat ya Cerdas, bukan hanya pintar). Kan aneh kalau setiap hari berkomunikasi dengan bahasa Indonesia tapi masih saja gagal mendapatkan nilai 100 di ujiannya. Ya, bahasa Indonesia memang sedang berada di bawah mata pelajaran MIPA. Jarang ada orang tua yang bangga jika anaknya mendapatkan nilai 100 dalam mata pelajaran   Bahasa Indonesia. Yang dilihat pertama kali oleh orang tua saat melihat nilai raport anaknya pasti mata pelajaran MIPA atau bahasa Asing (Inggris, Jerman, Jepang, Cina dan lain-lain), kalau nilainya menurun pasti si anak akan ditegur berulang kali. Nah, kalau nilai bahasa Indonesianya rendah, tapi mata pelajaran lainnya tinggi, si anak pasti dipuji. “Kamu pintar nak. Mama bangga sama kamu!” (Nilai MIPA dan bahasa Asing tinggi, nilai bahasa Indonesia rendah) “Otakmu di m...

Filosofi Menara Babel

Filosofi Menara Babel ini sebenarnya terbersit saat membaca Kitab Kejadian 11 : 1 - 9 dengan perikop Menara  Babel yang menceritakan tentang Raja Pertama di muka bumi yakni Raja Nimrod, yang berkuasa setelah zaman Nuh. Dialah manusia yang paling gagah perkasa dan sang penakluk mula-mula umat manusia. Untuk mengabadikan kekuasaannya dia berniat untuk membuat sebuah bangunan yang tingginya bisa mencapai langit. Dalam perikop tersebut juga dijelaskan bahwa umat manusia di muka bumi pada waktu itu memiliki bahasa dan budaya yang satu sehingga tidak menjadi kendala untuk menghimpun mereka dalam suatu bangsa dan menyatukan mereka dalam satu pikiran yang sama.  Singkat cerita di bawah pemerintahan Raja Nimrod, pembangunan menara pun dimulai, begitu hebatnya mereka bekerja hingga mampu membangun sebuah bangunan yang hampir menyentuh langit. TUHAN melihat dari surga bahwa pekerjaan manusia tersebut merupakan sebuah bentuk tantangan terhadap otoritas TUHAN. Maka TUHAN pun turun dan meng...